Ancaman

"Sial! Bisa-bisa aku masuk penjara kalau begini. Tidak bisa! Aku tidak mau masuk penjara. Bagaimanapun aku tidak ingin sampai Sandi menemukan kebenarannya," gumam Ferdi setelah mengunci diri sendiri di dalam kamar mandi.

Ia menyalakan kran air juga shower agar tak terdengar apapun dari luar.

"Sepertinya aku harus menemukan Wulan dan melenyapkannya dari sini. Cuma itu satu-satunya cara agar aku bisa lolos dari Sandi. Ya, aku harus segera menemukan Wulan sebelum Sandi." Dia kembali bersuara pelan yang hanya dapat terdengar olehnya sendiri.

Risna yang berada di dalam kamar, terlihat bingung dengan tingkah suaminya yang begitu lama di dalam kamar mandi. Tidak seperti biasanya. Ia beranjak dan mengetuk pintu.

"Mas, sedang apa di dalam? Tumben lama sekali?" tanya Risna setelah mengetuk-ngetuk pintu.

Tidak ada sahutan, hanya suara gemericik air saja yang terdengar cukup keras. Risna kembali memanggil sang suami.

"Mas! Kamu tidak apa-apa, 'kan?" Risna menempelkan daun telinga pada pintu, berharap akan mendengar suara suaminya. Akan tetapi, nihil. Suara Ferdi tenggelam oleh suara air.

"Mas!" Pukulan pada pintu kamar mandi semakin kuat.

"Apa apa? Kenapa kamu pukul-pukul pintu ini?" Ferdi membuka benda itu sembari menyingkir khawatir terkena pukulan Risna.

"Kamu tidak apa-apa? Kenapa lama sekali?" sambar kakak Sandi itu sembari memeriksa tubuh suaminya.

Ferdi tersenyum berpura-pura, padahal hatinya gelisah setengah mati.

"Tidak apa-apa. Aku hanya ingin membersihkan diri lebih lama saja." Dia berkilah seraya berjalan keluar kamar mandi dan menyambar piyama yang disiapkan istrinya.

Risna menatap, timbul kecurigaan, tapi segera ditepisnya.

****

Sandi tiba di apartemen ketika jarum jam menunjukkan pukul sepuluh malam. Gegas menaiki lift menuju kamarnya. Membuka pin dan melesat dengan cepat ke dalam. Namun, betapa terkejutnya ia saat berbalik dan melihat seseorang duduk di sofa sambil tersenyum.

"Tuan!" sapa Pak Andri sembari membungkukkan tubuh, sekilas Sandi Melihat raut wajah asisten pribadinya itu ketakutan.

"Kenapa dia ada di sini!" ketus Sandi menatap tajam pada lelaki paruh baya yang sudah menemaninya sejak lama itu.

"Sandi! Aku rindu kamu." Gadis dengan potongan gaun yang kurang bahan itu bangkit dari sofa dan berhambur hendak memeluk Sandi.

"Berhenti di sana! Jangan pernah menyentuhku!" tolak Sandi dengan tegas.

"Kenapa?" Dia merajuk manja.

"Pak!"

"Maaf, Tuan. Saya sudah menolak kedatangannya, dan juga sudah mengusirnya dari sini, tapi dia bersikeras ingin masuk dan menunggu Anda."

Sandi berdecak, melengos pergi tanpa mempedulikan gadis berpakaian seksi yang masih merajuk padanya.

"Aku tidak mau tahu, usir dia dari apartemenku!" titah Sandi sebelum masuk ke kamarnya dan membanting pintu.

"Sandi! Sandi! Aku kembali ke Indonesia demi menemui kamu, kenapa kamu kayak gini?" Gadis itu meradang, menggedor pintu kamar Sandi.

Pak Andri yang jengah, menarik tangannya dengan kasar. Menyeret gadis tak beretika itu keluar.

"Lepaskan aku, Pak! Kenapa Bapak jadi kasar begini sama aku? Lepas! Aku mau sama Sandi. Sandi! Sandi!" teriak gadis itu terus memberontak dari cekalan Pak Andri.

Brugh!

Aw!

Dia meringis ketika tubuhnya menghantam dinding luar apartemen. Menatap kesal pada lelaki paruh baya yang sudah tega mengusirnya dengan kasar.

"Jangan pernah datang lagi ke sini. Tuan Sandi tidak ingin menemui Anda lagi," tegas Pak Andri keras.

"Tapi kenapa, Pak? Aku ingin menjelaskan semuanya kepada Sandi. Dia tidak bisa melakukan ini padaku, Pak!" rengek gadis tersebut sembari memelas pada asisten Sandi itu.

Lelaki itu menghela napas, mengurangi rasa kesal yang menguasai jiwa.

"Dengar, Nona Popy! Tuan Sandi sudah tidak mengharapkan Anda kembali karena beliau sudah melupakan Anda sepenuhnya. Saya harap, Anda bisa mengerti. Bukankah Anda sendiri yang pergi meninggalkan Tuan karena kecelakaan yang menyebabkan Tuan lumpuh? Saya harap Anda menyadarinya," ujar Pak Andri seraya menutup pintu dan menguncinya dengan segera.

Gadis bernama Popy itu tertegun untuk beberapa saat mendengar kalimat panjang yang diutarakan Pak Andri. Lalu, dia kembali mendekati pintu dan menggedornya dengan kuat.

"Sial!" Dia mengumpat ketika tak satupun dari dua lelaki di dalam yang membukakan pintu.

"Aku tidak bisa kehilangan Sandi. Aku harus mendapatkannya lagi, harus! Ah, Tante Miranda ... dia pasti akan membantuku." Popy tersenyum licik, melirik pintu apartemen Sandi sebelum melangkah pergi membawa kekalahan hari itu.

****

"Bagaimana, Pak?" tanya Sandi keluar kamar setelah membersihkan diri.

"Sudah pergi, Tuan," jawab Pak Andri.

Sandi mengangguk dan duduk di sofa sambil memegangi minuman kaleng. Menyeruputnya malas, teringat pada Wulan dan kejadian yang menyebabkannya keluar dari rumah.

"Pak!" panggil Sandi tanpa menoleh pada asisten pribadinya itu. Pandangannya kosong ke depan, memikirkan keberadaan Wulan saat ini.

"Kenapa, Tuan?" tanya Pak Andri menoleh.

"Menurut Bapak Wulan gadis yang seperti apa?" tanya Sandi memainkan kaleng minuman di tangannya.

"Nona?"

Sandi mengangguk ketika pandang mereka berserobok.

"Hmm ... sebagai seorang laki-laki yang sudah memiliki anak gadis seperti nona, saya rasa nona adalah gadis yang baik. Berbeda dengan gadis kebanyakan, sangat menghormati orang tua, menyayangi sesama. Itu menurut pandangan saya sebagai seorang ayah," ujar Pak Andri.

Sandi melirik, senyum yang diukir bibir lelaki beranak tiga itu terlihat tulus apa adanya. Tidak dibuat-buat.

"Apa dia tipe perempuan setia? Mungkin tidak dia selingkuh?" tanya Sandi lirih diujung kalimat.

Ia menunduk, meneguk saliva mempersiapkan hati dengan jawaban yang akan dilontarkan asistennya itu.

Cukup lama Pak Andri terdiam, mempertimbangkan jawaban yang akan diberikan, agar hati sang tuan tidak terlunta dalam kepedihan.

"Kalau Anda bertanya tentang pendapat saya, menurut saya nona bukan tipe perempuan seperti itu. Saya bisa menjaminnya, Tuan. Nona perempuan setia dan tidak akan pernah berkhianat sekalipun hanya terdetik di dalam hatinya," ucap Pak Andri menerbitkan senyum samar di bibir Sandi.

Ia mendongak, menjatuhkan punggung pada sandaran sofa dengan kedua tangan telentang. Terlihat puas dengan jawaban yang baru saja didengarnya.

"Aku akan ke kantor besok," katanya seraya bangkit dari tempat nyaman itu.

"Ah, rasanya tak sabar memberi kejutan padanya, tapi di mana dia tinggal? Mungkinkah aku sudah salah faham tentang suara laki-laki itu? Mungkin saja dia tinggal bersama seorang teman," gumam Sandi pada diri sendiri sambil berjalan menuju kamarnya lagi.

Pak Andri tersenyum, menggelengkan kepala penuh syukur. Sejak bersama Wulan, Sandi terlihat berbeda. Ada harapan yang tak terbatas di kedua pancaran matanya. Untuk itu, dia tidak akan menghancurkan kebahagiaan yang sudah didapatkan sang tuan.

****

"Mas, bagaimana kabar kamu? Kapan kita akan bertemu? Rasanya aku rindu padamu, Mas, tapi takut berharap. Aku takut kamu sudah tidak percaya lagi padaku." Wulan mendekap dadanya sendiri.

Jangankan bisa mendengar suaranya melalui sambungan seluler, gambarnya saja ia tak punya. Hanya dengan memejamkan mata, bayangan senyum Sandi muncul dan dengan itu ia melepas rindu.

Air mata Wulan tak terasa jatuh, rindu di hati sungguhlah berat. Kapan waktu akan mempertemukan mereka, menyatukan keduanya dalam ikatan suci cinta.

Terpopuler

Comments

Soraya

Soraya

sandi seorang ceo ms ga bisa menyelidiki keberadaan istrinya

2024-03-13

0

Ochyie Aguztina

Ochyie Aguztina

lanjut ka aouthoor

2024-02-27

1

Yuliana Tunru

Yuliana Tunru

knp tdk coba cari wulan dulu aplg punta byk uang..

2024-02-26

1

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!