Gadis imut jaga imej

Braja menghentikan langkahnya ketika sesuatu tiba-tiba menimpa kepalanya dari atas. Ia baru saja pulang menjelang sore, kemeja navy yang masih sma saat ia pakai pagi tadi, pun topi hitam masih melekat di tubuhnya.

Mendongkak, mata Braja langsung membeliak mendapati seorang gadis tengah memanjat pohon mangga di atas sana. Tepat di dahan hampir ke ujung dekat dengan genteng rumahnya.

"Ranti!" sedang apa kamu di sana?" suara Braja yang terkejut bercampur cemas namun terdengar ketus berhasil membuat Ranti menunduk ke bawah.

Gadis itu nyengir lebar sebelum kembali fokus memetik mangga yang dapat ia jangkau.

"Hehe, Pak, baru pulang ngdate yaa?"

Braja menatap tajam. "Kalau belum pulang, lalu yang bertanya dengan kamu ini siapa?"

"Ketus banget sihh, Pak. Saya kan cuma minta mangga bukan minta cium," cibirnya sengit, sejurusnya ia menepuk bibirnya sendiri dan tak berani menatap balik. "Haissh, ini mulut bisa-bisanya bablas segini kenceng!"

Mendelik. "Kamu boleh mengambil semua buah yang ada disini, tapi tidak dengan memanjatnya langsung juga. Belum kapok kamu terjatuh karena mengambil buah berkali-kali?" Turun!" titah Braja sambil mengambil sebuah kursi untuk ia letakkan di sisi pijakan pohon tersebut.

"La terus kalau saya tidak memanjatnya, bagaimana saya mau ambil buahnya? Aneh Pak Braja naa!"

"Kan ada senggek, Kamu yang aneh!"

"Ihhh, galak banget sihh Pak. Dasar pelit! Mana senggek? Saya gak liat tuh, kalau saya liat dari tadi juga sudah saya pakai," dengusnya tak kalah ketus.

"Tolong bedakan mana pelit mana khawatir. Saya minta kamu turun karena sudah beberapa kali kamu jatuh dan imbasnya selalu dengan saya."

"Terlalu sering sampe bapak ikutan jatuh, jatuh hati kepada saya. Acciieee ... Bapak udah mulai khawatir niyeee .... Hihihi!"

Braja menggeleng sembari memasang raut datar. "Turun! saya ambil senggek di belakang," titahnya sekali lagi dengan suara lebih tegas.

Ranti hanya mencibir melihat kepergian Braja ke belakang rumah. Mau tak mau ia harus segera turun dan berancang-ancang untuk melompat sebelum sang empunya tiba.

Akan tetapi, rencana itu urung ia lakukan saat melihat kedatangan seseorang yang membuatnya menahan pergerakannya seketika. Seorang pria bertubuh tinggi nan berkulit putih, wajahnya tak terlihat jelas sebab ia mengintip dari sela-sela rimbun nya daun.

"Waduhh! Mau ngapain tuhh? Teruss aku turunnya bagaimana?"

"Hwaaa ... Mbook ..."

Alhasil Ranti urung turun dan terjebak di atas pohon. Ia berdoa semoga sosok itu tidak melihatnya di atas pohon. Ranti lebih malu tertangkap basah oleh orang lain dengan tingkahnya yang tak anggun ini dari pada oleh pemilik pohonnya sendiri.

"Bisa turun nanti pesonaku, kalo ketahuan nangkring di pohon mangga begini!"

"Lho, Alden, ada apa?" suara Braja yang datar terdengar tak berapa lama.

Pria itu baru saja kembali, membawa sebuah senggek yang ia pegang di sebelah tangannya. Wajahnya nampak tenang mendapati kedatangan seseorang yang tak lain adalah tetangganya sendiri.

Mata sedikit melirik ke atas pohon mangga dimana Ranti masih meringkuk di balik rimbunnya dedaunan.

Sosok yang di panggil Alden itu kemudian menyahut, samar-samar Ranti dapat mendengar percakapan tentang mereka. Membahas entah perihal apa? Yang jelas ia mendengar jika orang itu memanggil Pak Braja dengan sebutan Om! Ia tebak pasti yang namanya Alden itu masih muda.

"Cogan tidak ya?"

Kedua orang itu asik berbincang dan Braja nampak terus menyahut, pun menimpali setiap perkataannya. Berbeda sekali jika dengan Ranti, kalau dengan dirinya Pak Braja pasti lebih cenderung ketus dan irit bicara.

"Ihh, sebel deh!"

Langit kian gelap seiring kumandang masjid yang mengaungkan suaranya. Ranti mengerucutkan bibir menekuk lututnya sambil sebelah tangannya memeluk dahan pohon dan satunya lagi menahan mangga yang ia dapat di dalam kaosnya. Mulutnya pun beberapa kali menguap menahan kantuk dan bosan karena sosok itu tak juga pergi.

"Haduhh ... Kenapa lama banget sihh!" cicit tika berbisik. Ranti merasa kesal karena sosok itu tak juga pergi, terlebih Pak Braja juga asik aja tuhh.

Bahaya kalau kelamaan nangkring di pohon begini, ia jadi ngantuk dan terlebih ada beberapa semut yang mulai menggeryangi tubuhnya. Demi apapun, Ranti sudah tidak tahan dan ingin turun saat ini jugaa, please!

"Ranti ... Nduk ...!" tiba-tiba terdengar suara Mbok Darmi berteriak lantang di bawah sana, yang secara tidak sengaja menarik atensi kedua orang yang tengah asik berbincang itu.

Braja lantas menoleh dan bertanya. "Kenapa Mbok?"

Mbok Darmi mendekat dengan raut cemas. "Ranti Pak, saya cari di dalam tidak ada. Tadi pagi sempat pamit katanya mau mancing pakai sepedanya Mbak Caca, barusan pulang kok sekarang tidak ada lagi ya Pak. Apa balik mancing lagi ya itu anak? Hari sudah Maghrib, saya takut dia kesambet demit di pinggir sungai Maghrib-maghrib begini," ungkapnya resah.

Braja hanya diam sembari berlaku tenang, ingin hati ia berujar jika sosok yang sedang ia cari tengah nangkring di atas sana. Tapi melihat Ranti yang memilih bersembunyi dan enggan turun sedari tadi, ia perkirakan pasti gadis ini malu karena takut ketahuan oleh seorang yang saat ini sedang berbincang dengannya.

Sementara Ranti, gadis itu hanya diam meringkuk menahan kantuk sambil menatap merasa bersalah ke arah Mboknya. "Hikss ... Maapin Ranti mbok."

"Sudah, Mbok masuk saja. Sebentar lagi saya cari dia."

"Haduh Den, jangan. Biar saya saja yang cari itu anak."

"Sudah, Mbok masuk saja," ucapnya sekali lagi.

Lantas Mbok Darmi hanya mengangguk patuh dengan raut tak enak hati. Karena sejujurnya si Mbok pun kerap kali segan nan takut jika Braja sudah berbicara, sebab sosok itu cenderung tegas dan tak dapat di ganggu gugat. Ia pun kemudian segera kembali ke dalam.

Begitu pun dengan sosok pemuda yang berada di sebelahnya, seketika ia berpamitan dan meninggalkan rumah Braja.

"Om, kalau gitu sekalian saya juga pamit, terimakasih untuk waktunya, permisi."

"Iya sama-sama." balas Braja.

Ranti yang sedang terkantuk-kantuk di atas pohon tiba saja terperanjat saat mendengar suara langkah mendekat ke arahnya. Ia menunduk panik ketika melihat Braja sudah berdiri di bawahnya.

Memastikan sebentar, Ranti langsung mendesah lega tak mendapati keberadaan pemuda itu.

"Akhirnya, pulang juga."

Bersandar lemas di atas pohon, Ranti merengek lelah sambil bergelantungan di atas sana. "Huuhuuu ... Capekk!"

Braja lantas menatap tajam. "Padahal kamu turun saja sejak tadi, kenapa harus bersembunyi?"

"Yaa kan malu Pak, masa cewe imut dan cantik kaya gini nemplok di pohon mangga! Hikss ... Banyak semut ihh, mau turunnn ..."

Braja hanya menggeleng tak habis pikir dengan pemikiran gadis satu ini, bisa-bisanya ia berdalih seperti itu sedangkan tingkahnya setiap hari selalu pecicilan dan berkebalikan dengan apa yang di utarakan.

Terlebih malunya terhadap tetangga sendiri yang setiap harinya tidak jarang pasti melihat tingkah lakunya.

"Tunggu apa lagi? Ayo cepat turun!" tukas Braja sedikit geregetan.

Ranti menjatuhkan beberapa mangga yang berhasil ia petik. Kemudian ia menyampingkan tubuhnya ke arah Braja. Kedua tangan ia rentangkan sambil menunduk ke bawah. "Tangkap!"

"AP ...." belum sempat Braja bertanya, Ranti sudah menjatuhkan tubuhnya begitu saja.

Spontan Braja menangkapnya meski sedikit kewalahan karena belum siap. Beruntung tubuh Ranti tergolong kecil jadi ia masih sanggup untuk menahannya, jika saja bongsor seperti Caca pasti sudah dapat di pastikan jika keduanya tersungkur ke belakang.

"Bisa sekali saja kamu membuat saya tidak terkejut?" Braja cepat-cepat melepas pelukannya di tubuh Ranti. Gadis itu lantas menunduk dan mengambil beberapa mangga yang tadi sempat ia jatuhkan.

"Katanya suruh cepet turun? Lagi pula badan saya kan kecil pak, jadi tidak terlalu berat donk," cibirnya sambil memakai sepasang sendal jepit tepat di bawah pohon.

"Biar pun kecil tapi kalau sudah dewasa tetap saja jatuhnya berat."

"Lagi pula saya sudah ambilkan kamu kursi, kenapa juga harus minta di tangkap saya?" lanjutnya dengan suara ketus nan raut menatap gahar.

Yang seketika menarik atensi Ranti, ia lantas berbalik dan membalas tatapan pria itu. Dengan alis menukik tajam nan mata memincing rapat ia mendongkak menatap pria yang tingginya terpaut jauh dengannya. "Jadi Bapak tidak ikhlas bantu saya? Bapak mau saya manjat lagi terus turun pakai kursi, iyaa ... Iyaa? Humm humm!" sungutnya dengan bibir manyun sambil ia majukan ke arah pria itu.

...----------------🍁🍁🍁----------------...

Jangan lupa tekan like sama komennya yaa, jangan sungkan-sungkan untuk kritik dan saran jika ada beberapa part yang terkesan rancu. Terimakasih 🙏🤗

Terpopuler

Comments

𝐀⃝🥀ᴳ᯳ᷢ🍁🦂⃟τᷤяᷤιᷫαꪶꫝ𝓐𝔂⃝❥❣️

𝐀⃝🥀ᴳ᯳ᷢ🍁🦂⃟τᷤяᷤιᷫαꪶꫝ𝓐𝔂⃝❥❣️

wkwkwkwkwkw gak kapok pernah jatuh dari atas pohon Ranti mah ini malah langsung lompat untung Braja kuat nangkap tubuh mungilmu Ran😆😆😆

2024-03-20

0

🍒⃞⃟🦅🥑⃟ᴮᴵᴬᴺᴳ𝙷𝙴𝙱𝙾𝙷🐒💨✔

🍒⃞⃟🦅🥑⃟ᴮᴵᴬᴺᴳ𝙷𝙴𝙱𝙾𝙷🐒💨✔

si Ranti krang krjaan mnjat phon, mnggmbarkn bnget author ny ya, sdngkan si Braja jga jdi laki krang pekaa sma si Ranti, bkn ny sruh trun dlu tuh cewee, mlah asik ngbrol🤣🤪😜

2024-03-09

1

𝓐𝔂⃝❥ℛᵉˣиσνιє⒋ⷨ͢⚤☠️⃝⃟𝑽𝐀⃝🥀

𝓐𝔂⃝❥ℛᵉˣиσνιє⒋ⷨ͢⚤☠️⃝⃟𝑽𝐀⃝🥀

Ngakaaakkk.. beneran kocak tingkah absurd Ranti 🤣😂😅

2024-03-08

1

lihat semua
Episodes

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!