Spesies kaku lainnya

Ranti menatap nyalang setiap penjuru ruangan lelaki itu. Netranya menelisik detail setiap benda yang ada di dalamnya, tertata rapi dan begitu bersih. Selaras dengan pemiliknya.

"Bersih banget, debu sekutil aja gak keliatan. Cocok banget sama orangnya over bersih tapi minus galak!"

Mendesah malas sembari menyamankan posisi duduknya. Ranti merasa jenuh menunggu sendirian di ruangan ini, netranya mengerjap lamat tanda kantuk mulai mendera, terlebih Braja tadi sempat menutup pintunya terlebih dahulu saat ia pergi.

Berada di dalam sendirian dengan pintu tertutup, ia hampir tak mendengar sedikitpun suara. Hanya sesekali seruan seorang taruna yang tengah memimpin upacara dan juga lalu lalang mobil jib yang melintas samar.

Merasa bosan dan mulai tenggelam dalam kesendiriannya. Ranti hampir memejamkan mata sampai suara pintu yang terbuka tiba-tiba, seketika mengambil alih kesadarannya.

Berbeda dengan Ranti yang membenarkan posisi duduknya dengan salah tingkah, Braja masuk dengan langkah santai dan melesat duduk di kursi. Di ikuti oleh seorang taruna muda yang berdiri tegap di depan meja konsolnya.

"Silahkan duduk," ucapnya datar kepada taruna di hadapannya.

"Baik, Dan. Terimakasih."

Menatap lamat serta melirik sekilas ke arah Ranti yang sedari tadi terlihat tegang, Braja menarik nafas samar sebelum mengutarakan maksudnya.

"Saya ingin menitipkan seseorang kepada kamu." ujarnya datar to the point.

"Hahh! Maksudnya, Dan?" Jeva, nama taruna muda yang saat ini sedang berhadapan dengan Braja, seketika menyaut tak paham atas ucapan seniornya barusan.

Berdehem samar, Braja menggaruk pelipisnya yang tidak gatal, merasa malu karena memberi perintah yang melenceng dari peraturan.

"Saya ingin menitipkan dia," jelasnya dengan netra yang melirik Ranti. "Di bagian medis tepat di bawah naungan mu!" pungkasnya.

"Ohh ... Itu, siapp Dan!" sautnya ber ohh riaa, namun sejurusnya.

"Lalu, surat ijinnya Dan? Biar saya urus sekalian," tanyanya seraya menoleh sekilas ke arah Ranti nan mengangguk ramah sebagai sapaan.

"Untuk itu biar saya urus sendiri, kalau ditanya jawab saja rekomendasi dari saya. Saya sendiri yang akan mengurus kelengkapan datanya di kantor."

Manggut-manggut sembari memperhatikan gadis yang tau jauh dari sisinya. Jeva sedikit melayangkan tatapan heran kepada seniornya satu ini. Selama 6 tahun bertugas dengan beliau, tak sekalipun ia pernah melihat seniornya ini membawa seseorang, terlebih orang itu adalah gadis muda. Apalagi ia juga meminta bantuan.

Jeva tentu bisa menebak, jika gadis itu memiliki latar belakang yang bukan dari kemiliteran. Lihat saja posturnya yang kecil dan putih, sangat berbanding terbalik dengan para tentara. Pasti dia akan terlihat sangat menonjol jika di sejajarkan dengan para tentara lainnya.

"Ehemmm!"

Suara deheman tiba-tiba terdengar. Jeva yang sesaat tengah asik dengan pemikirannya sendiri, seketika meringis segan karena ketahuan tengah memperhatikan gadis tersebut.

"Kamu bisa bawa dia pergi sekarang."

"Ya?"

"Dia bisa ikut denganmu mulai hari ini juga!"

Ranti yang sedari tadi duduk diam dengan gestur tegang, lantas mengernyit tak suka ketika mendengar ucapan Braja barusan.

"Bawa, bawa! Di pikir aku ini sekantung ubi, yang tinggal bawa aja."

"Baik Dan, siap, siap!" sautnya dengan ringisan lebar yang setia melekat di paras gelap pria itu.

Jeva lantas berdiri, pamit dan beranjak ke depan, Braja pun mengikuti. Namun berbeda dengan Ranti yang saat ini malah menunduk dengan bibir manyun 5 centi. Bahunya nampak meluruh lesu dengan jemari yang bertaut di atas paha.

Braja yang ikut berdiri pun, menaikkan sebelah alisnya kala melihat respon Ranti yang nampak bermalas ria, lagi-lagi ia pun harus di buat mendesah sabar menghadapi gadis ini.

Braja berdiri menjulang di hadapannya sembari bersidekap. Alisnya nampak sedikit menukik tajam menatap lekat sosok di hadapannya.

"Kamu tidak jadi bekerja?" ia bertanya sabar seraya menahan geram. Maklum dirinya yang terbiasa berada dalam lingkungan orang disiplin, tentu tidak terbiasa dengan kehadiran seorang gadis random yang tingkahnya mirip petasan.

Meraup tas yang berada di bawah sisi kursi, Ranti berdiri dengan lesu dan menghentak kakinya samar. Ia meraih tangan kekar yang tengah bersidekap dengan paksa. Ranti mencium punggung tangan lelaki itu dan pamit pergi.

"Jadi! Assalamualaikum," serunya ketus kemudian berlalu pergi.

Braja sampai di buat terbengong dengan sorot membulat samar akan tingkahnya barusan, sejenak ia memperhatikan tangannya yang baru saja di cium nan sedetiknya menyembunyikannya di balik punggung.

"Waalaikumussalam," sautnya singkat.

Sementara Jeva yang sedari tadi berdiri di sisi pintu, nampak mengulum senyum memperhatikan tingkah seniornya barusan. Pikirnya jarang-jarang ia bisa melihat perubahan raut wajah yang biasanya senantiasa kaku itu. Hihihi ... Keajaiban alam ini namanya.

Berjalan santai mengikuti langkah taruna mudah di hadapannya, Ranti menoleh kiri kanan dengan tatapan polosnya. Moodnya yang beberapa saat lalu sempat anjlok kini naik derastis.

Melempar senyum manis ke setiap tentara yang berpapasan dengannya, ia merasa bersyukur hari pertamanya bekerja kali ini sudah di suguhi dengan rupa-rupa tampan nan mempesona yang memanjakan matanya.

Dasar Ranti, melihat wajah rupawan saja moodnya sudah kembali naik.

"Mbak, namanya siapa?" tiba-tiba sosok yang tadi berada di depannya, tau-tau sudah berjalan selaras di sisinya. Gara-gara terlalu asik memperhatikan tentara ganteng sampai gak tau kalau ada gula aren di depan mata.

Yahh, Ranti menyamakan Jeva layaknya gula aren. Sebab biarpun ia tidak rupawan nan berkulit gelap namun ada unsur manis yang membuat netra berkedip pelan. Dasar!

"Ahh, saya?"

"Sepertinya tidak ada sosok lain di antara kita yang tepat untuk di panggil dengan sebutan Mbak?" guraunya di sertai kekehan samar.

Yang lantas mengundang atensi sama dari sang empunya, Ranti tersenyum kecil menyadari kecanggungannya.

"Nama saya Ranti," jawabnya malu-malu.

"Ohh, Ranti. Cocok seperti pemiliknya," sautnya. "Cantik dan manis," timpalnya menggoda gadis manis disampingnya.

Tersenyum malu, Ranti membalas gurauan itu sebaliknya.

"Padahal makna dari namaku tidak seperti itu."

"Ohh, benar kah?"

Ia mengangguk singkat tanpa bersuara.

"Sepertinya saya harus searching terlebih dahulu sebelum mengutarakan gombalan maut kepadamu."

Mendengar akan hal itu, seketika keduanya tertawa renyah hingga tak menghiraukan beberapa pasang mata yang melihatnya.

Sampai di depan gedung kesehatan TNI AL. Ranti menatap kagum bangunan megah yang begitu menarik atensinya. Berwarna putih nan juga dikelilingi kaca di sekitarnya, bangunan tersebut nampak nyentrik seiras dengan ciri khas bangunan medis normalnya.

"Mari, masuk."

Mengangguk kecil, sorotnya masih menatap takjub akan kemegahannya.

Berhenti di bagian loby, ia melihat ada beberapa taruna muda yang tengah sibuk lalu-lalang dengan kesibukannya. Terkecuali, sesosok kowal yang saat ini tengah berjalan mendekat ke arahnya.

"Siapa?" pertanyaan itu jelas ditujukan kepadanya.

Jeva segera menyahut, "Rekomendasi dari Pak Bhadrika," tukasnya singkat.

"Dari Laksda?" tanyanya memastikan.

Jeva hanya mengangguk mengiyakan. Sejurusnya Kowal tersebut, sejenak memperhatikannya lekat dari ujung kaki hingga ujung kepala. Pastinya beliau di buat heran, bagaimana bisa ada gen kurcaci masuk di kemiliteran.

Beralih menatap Jeva. "Lalu, beliau berpesan apa?"

"Pak Bhadrika berpesan bahwa si mbak ini di titipkan di bawah naungan saya, tapi saya bingung mau di taruh di divisi mana? Kalau di farmasi, saya tidak yakin karena rawan kekeliruan. Sedangkan di asisten medis saya,"

"Asisten perawat kesehatan saja," tiba saja kowal tersebut yang tak lain adalah dina, menyerobot ucapannya.

"Tapi kak, bukannya?"

"Tidak apa-apa, setidaknya itu divisi yang paling mudah bagi seorang pemula, apalagi dia ini bukan dari latar belakang kemiliteran," pungkasnya tajam.

Ranti yang hanya diam mendengarkan, sedikit tersentil kala mendengar penuturan barusan, yang secara tidak langsung menjelaskan jika dirinya ini hanyalah orang asing yang tak sepatutnya berada di sana.

Terlihat sekali jika dirinya sangat tidak tepat berada disini.

Menunduk, menatap lurus ujung sepatunya. Ranti tak berani menengadah atau sekedar melihat sekilas kedua orang tersebut.

Baru juga moodnya naik gara-gara tentara ganteng, ehh ... Sekarang melorot lagi karena kemunculan satu spesies ketus selain Pak Braja.

Huuh! Benar-benar ... Lama-lama ia akan berubah beku jika terlalu sering membaur dengan spesies kaku!

...----------------🍁🍁🍁----------------...

Terpopuler

Comments

𝐀⃝🥀ᴳ᯳ᷢ🍁🦂⃟τᷤяᷤιᷫαꪶꫝ𝓐𝔂⃝❥❣️

𝐀⃝🥀ᴳ᯳ᷢ🍁🦂⃟τᷤяᷤιᷫαꪶꫝ𝓐𝔂⃝❥❣️

pasti Braja agak kaget tapi disimpan dalam hati saat Ranti Salim cium tangan ✋😁🤔 pasti itu yakin aku🤭🤭

2024-03-09

0

ꪶꫝ𝐀⃝🥀ᴀғғᴀɴͫᴅᷰʜͫɪᷰ⒋ⷨ͢⚤Ꮶ͢ᮉ᳟

ꪶꫝ𝐀⃝🥀ᴀғғᴀɴͫᴅᷰʜͫɪᷰ⒋ⷨ͢⚤Ꮶ͢ᮉ᳟

pak pak salting iya wkwkwkwk

2024-03-07

1

༄༅⃟𝐐 🇩𝗲𝘄𝗶ᵇᵘⁿᵍᵃ㊍㊍ꪶꫝ🌀🖌

༄༅⃟𝐐 🇩𝗲𝘄𝗶ᵇᵘⁿᵍᵃ㊍㊍ꪶꫝ🌀🖌

semangat Ranti tunjukkan kalau kamu bisa

2024-03-06

1

lihat semua
Episodes

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!