My Love My Lawyer

My Love My Lawyer

Mona Ayunda

...Halo semua Reader, ini adalah karya ke dua ku ✌️. Jika kalian menemukan typo mohon langsung komen di part-nya langsung....

...Terimakasih🙏...

🌸🌸🌸🌸🌸🌸🌸🌸🌸🌸🌸🌸🌸🌸🌸🌸

Detak jam dinding mengiringi kepanikan nya yang terlambat bangun. Bergegas dia ke kamar mandi, cuci muka, lalu gosok gigi tanpa mandi. Pastilah tak mandi, karena waktu sudah menunjukkan pukul 07.00 pagi dan tak sempat baginya untuk melakukan itu. Berhias pun hanya sebatas bedak tabur dan lipstik berwarna nude yang mewarnai bibirnya. 

"Aduh!"

Pekiknya, yang merasakan sakit pada jempol kakinya yang tersandung kursi meja belajarnya.

"Ya ampun....kenapa bisa terlambat lagi?"

Mona panik, karena ini sudah kedua kalinya dia terlambat bekerja.

"Kak Mona, kakak kesiangan lagi ya?" Saut seorang anak laki-laki yang sudah memasuki kamarnya. 

"Sudah tahu malah tanya!"

Mona yang merasa kesal pada adiknya itu. Di tambah dia yang kebingungan, dengan masih mondar-mandir mencari kunci motornya. 

"Kakak cari ini kan?"

Mona menatap adiknya dengan menautkan kedua alisnya, kemudian menghampirinya, namun saat dia ingin meraih kunci itu. 

"Eii! Tunggu dulu" adiknya merampas kembali kunci motornya.

"Adi! Aku bisa terlambat kerja?! Mana kuncinya?!" Pinta Mona yang merasa dongkol pada adiknya itu. 

"Aku akan kasih kunci ini, tapi aku minta uang buat main PS" Sambil menaik turunkan alisnya, dan tak lupa senyum cengar-cengir meledek, membuat Mona makin kesal di buatnya. 

Mona memutar bola matanya malas dengan tingkah Adi, tapi dia juga sangat sayang pada adik laki-laki nya ini. 

Segera dia keluarkan dompet dari tas selempang nya, dan memberikan selembar uang 50 ribu. 

Dengan senang hati, tangan Adi menyambut uang itu, yang sudah pasti membuat matanya berbinar. Segera dia masukkan uang itu dalam saku. Sesaat kemudian Mona merasa ada yang aneh dengan adiknya itu.

Mona memicingkan matanya ke arah Adi. "Hari ini kamu tidak sekolah ya?"

"Ya ampun kakakku yang cantik tapi oneng, kakak lupa ini hari minggu." Sembari tersenyum meledek kakaknya.

"Ya ampun aku lupa" Mona yang tersadar sambil menepuk jidatnya sendiri. Karena hari minggu bukanlah hari libur baginya seperti kebanyakan orang di luar sana. Karena semua hari baginya adalah waktu untuk kuliah dan bekerja.

Dia adalah Mona Ayunda, biasa di panggil Mona. Wanita berusia 22 tahun degan paras cantik dan sederhana. Dia Bekerja paruh waktu di sebuah restoran makanan cepat saji, bisa di bilang dia tulang punggung keluarganya. Saat ini dia juga tercatat sebagai seorang mahasiswi jurusan ilmu komunikasi di sebuah universitas kenamaan di kota Jakarta, dengan beasiswa yang di dapatkan nya dari jalur akademik.

Sedangkan anak laki-laki yang bernama Adi adalah adiknya. Usianya 12 tahun dan masih menempuh pendidikan sekolah dasar. 

Tiba-tiba terdengar suara piring pecah, yang terdengar oleh Mona maupun Adi. 

"Wanita itu pasti kumat lagi" gumam Mona, yang sudah mengira apa yang terjadi di luar sana. Sedangkan adiknya hanya menghela nafas sambil menatap sedih kakaknya.

"Sudah tidak apa, kamu langsung keluar lewat pintu belakang."

Adi dengan segera keluar lewat pintu belakang sesuai perintah kakaknya. Sedangkan Mona menuju ruang makan dimana sumber suara itu berasal. 

"Dasar kau laki-laki tak berguna! Bukanya mencari kerja, malah masih di rumah!"

Suara makian seorang wanita yang bernama Ratna, yang tidak lain ibu tiri Mona. Wanita itu sedang mengamuk pada ayahnya.

Ayahnya menikahi Ratna, seorang janda beranak satu sejak 5 tahun lalu. Namun anaknya mengikuti mantan suaminya terdahulu.

Pernikahan kedua ayahnya, tidak lantas membuat Mona menganggap Ratna sebagai ibunya. Dia tetap memanggil sebutan tante pada Ratna. Baginya mendiang ibunya tidak bisa tergantikan oleh wanita manapun, walau sudah berstatus istri ayahnya. 

Terlebih saat dia mengetahui tujuan Ratna menikahi ayahnya yang saat itu masih sukses, hanya untuk mengeruk hartanya dan menumpang hidup enak pada keluarganya. Namun saat usaha ayahnya bangkrut, makian dan hinaan hampir setiap hari keluar dari mulut wanita itu pada ayah dan dirinya.

Sedangkan pria yang mendapatkan makian itu hanya diam terduduk di kursi meja makan. Dia adalah, Herman, ayah Mona. Entah berapa kali makian yang di terima oleh Herman, hingga dia pun rasanya sudah malas untuk meladeni istrinya itu.

Dia awalnya menikahi Ratna berharap bisa membangun rumah tangga bahagia kembali, setelah lama menduda. Namun semuanya pupus sudah. Perhatian Ratna di awal hanyalah sandiwara untuk menjerat dirinya, agar menikahinya. Karena yang diincar oleh Ratna adalah hartanya.

Dan lebih parahnya lagi, hutang Ratna yang sama sekali tidak di ketahui oleh Herman sebelumnya, di bebankan kepadanya, yang membuat uang tabungan untuk pendidikan putra dan putrinya habis tak tersisa, sampai pada akhirnya Mona harus berjuang kembali mengumpulkan pundi-pundi rupiah untuk menghidupi keluarganya.

"

"

Mona telah sampai di lantai bawah, dimana pertengkaran keduanya terjadi.

"Tante! Apa yang tante katakan?! Ayah masih sakit, beliau baru pulang dari rumah sakit!" saut Mona dengan melemparkan tatapan tajam ke arah Ratna. Jelas lah Mona tak terima dengan perkataan ibu tirinya terhadap ayahnya.

Kehadiran Mona, di sambut tatapan sinis dari ibu tirinya itu, "hmm, alasan!"

Mona mencoba menahan emosinya, agar energinya tidak terbuang sia-sia meladeni wanita uring-uringan itu. 

"Ayo yah, Ayah sarapan ke kamar Mona saja." Dengan membantu ayahnya beranjak dari duduknya.

"Bawa Ayahmu itu! Kau sama saja dengan Ayahmu, tak berguna." Ratna yang masih mengamuk melanjutkan makiannya. 

Tapi Mona tidak mempedulikan makian itu, dan terus memapah ayahnya yang masih lemas paska operasi usus buntu yang baru di jalani.

Sampai lah keduanya di dalam kamar. Dengan sigap Mona membantu ayahnya duduk di atas tempat tidur. "Ayah beristirahatlah, Mona siapkan makanan sebentar."

Tanpa membuang waktu, Mona menuju dapur untuk memasak bubur sambil sesekali melihat jam tangan yang melingkar di pergelangan tangannya. Harusnya saat ini dia sudah naik motor menuju tempat kerja, namun ibu tirinya tidak mau menyiapkan sarapan untuk ayahnya. Akhirnya Mona yang mengambil alih. 

"Ayah makanlah" dengan menyodorkan semangkuk bubur hangat pada ayahnya,  "maaf Ayah, Mona tidak bisa menyuapi, Mona harus berangkat kerja." 

Kemudian di raihnya punggung tangan Herman dan menciumnya. "Aku berangkat dulu, Ayah"

Lekas dia keluar kamar. Namun saat dia membuka daun pintu kamarnya.

"Maaf" suara rendah dari ayahnya, yang samar-samar bisa dia dengar.

Sejenak dia diam menghentikan langkahnya, lalu berbalik menatap pria malang itu, yang duduk tertunduk menatap semangkok bubur yang di buatnya. "Ayah tenang saja, Mona selalu mendukung Ayah." Sambil mengepalkan salah satu tangannya memberi gerakan tangan semangat.

Lalu di balas Herman dengan anggukan kepala sambil tersenyum.

Dengan langkah tergesa, Mona menaiki motor bututnya dengan helm yang sudah terpasang, lalu melaju dengan cukup kencang mengejar waktu keterlambatannya. 

Motornya melaju membelah kemacetan jalan di hari minggu. Begitu banyak kendaraan yang berjubel saling ingin mendahului, tak terkecuali Mona. 

"Aduh, kenapa pakai acara macet segala sih! Padahal ini kan hari libur" gerutunya. 

"Pak, kenapa bisa macet parah gini ya?" Tanya Ana kepada seorang pengendara motor pria di sampingnya.

"Katanya ada kecelakaan beruntun di depan, mbak" jawab pria tersebut.

"Ssss...."

Desisnya, karena dia cukup frustasi dengan kemacetan yang di hadapi, mengingat dia harus segera sampai menuju tempat kerjanya.

Akhirnya dia putuskan melewati jalan tikus guna menghindari ruas jalan macet tersebut. Dia langsung merubah arah jalan menuju gang-gang sempit pemukiman warga. 

Tin!....Tin!....

Bunyi bel motor miliknya menyadarkan orang-orang disana, bahwa ada motor mengebut yang melaju mengejar waktu. 

"Permisi pak, bu, saya numpang lewat" ucap Mona kepada para warga yang lalu lalang di gang sempit tersebut.

Dengan lihainya, dia melewati gang-gang sempit itu, seperti dia sudah terbiasa melewati jalan yang hanya bisa di lewati satu sampai dua motor saja.

Meong....

Suara kucing yang hampir tertabrak motornya.

"Sorry meng, aku buru-buru!" teriak Mona pada si kucing.

Dia terus melajukan motornya sampai bisa keluar dari gang sempit menuju jalan besar. Tak berapa lama dia pun akhirnya sampai di tempatnya bekerja. Yummy Pizza, nama tulisan yang terpampang di atas bangunan restoran tersebut. 

Mona langsung memarkirkan motornya, lalu berlari cepat menuju tempatnya menerima pesanan, dengan sedikit mengendap-endap. 

"Mona kau terlambat lagi ya?" Tanya temannya bernama Resti sambil berdecak pinggang.

"Ssssttt....pelan kan suaramu" sambil menutup mulut Resti dengan jari telunjuknya, "nanti aku bisa di omeli lagi, aku janji ini yang terakhir."

Resti menghela nafas, mencoba memaklumi atas keterlambatan temanya itu. "Baiklah, kau jangan terlambat lagi, kau bisa kehilangan pekerjaan kalau ketahuan sering terlambat." 

"Siap Bu Bos!" saut Mona dengan posisi bersiap bak petugas upacara.

"'Ini ada pesanan masuk, antarkan ke alamat ini" perintah Resti sambil memberikan kertas berisi alamat yang di tuju.

Segera dia menuju alamat yang tertulis di kertas tersebut, dengan membawa tas kurir yang berisi pizza pesanan pelanggan.

...Mona Ayunda...

...(Sumber: pinterest)...

...****************...

...Jangan lupa kasih...

...like 👍...

...Comment 🗣️...

...Subscribe ✔️...

...Follow ➕...

...Vote 💌...

...Nilai⭐⭐⭐⭐⭐...

...jangan lupa hadiahnya 🎁🎁🎁🎁🎁🎁🎁...

Terpopuler

Comments

Bilqies

Bilqies

aku mampir Thor...
jangan lupa mampir juga di karyaku yaa .
terima kasih 🙏

2024-05-08

0

Bilqies

Bilqies

ijin follow kak, follback yaa

2024-05-08

1

Kiwi Edna

Kiwi Edna

Oke, semangat kk /Determined/

2024-03-08

0

lihat semua
Episodes

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!