Don tidak melepaskan pandangan dari Hanum, dia membiarkan dirinya larut dalam pesona istri temannya itu. Bola mata indah Hanum teramat sayu untuk berpura-pura bahagia.
"Lukamu harus di obati, jika tidak, lebam itu malah akan menimbulkan infeksi dalam," ucap Don.
Hanum menutupi lebam ditangannya dengan bantal sofa.
"Nanti saya obati," sahutnya tanpa menatap Don.
Don terdiam, dia mengambil sesuatu yang berasal dari bawah meja, ternyata kotak obat telah ia siapkan sedari tadi, diam-diam Don meminta kotak obat kepada Bi Rini sebelum Hanum datang ke ruang santai.
"Aku cukup lama menjadi relawan, jadi cukup bisa mengobati lukamu, izinkan aku mengobatinya," pinta Don penuh harap.
Hanum menarik nafas panjang, dia memberanikan diri mengangkat wajahnya menatap Don.
"Aku bisa sendiri.." Dia terperangah ketika kedua matanya saling bertautan dengan mata Don.
Kedua bola mata yang mengingatkannya terhadap seseorang, jantung Hanum berdetak tak karuan, segera ia mengalihkan pandangannya dari Don. Hanum tidak ingin membuat masalah baru karena mengagumi perhatian rekan bisnis suaminya itu.
"Jika kau bisa sendiri mengobatinya, lebam itu tidak akan bertahan sampai berhari-hari, kau belum mengobatinya," tebak Don.
Sebagai pria yang juga mempelajari Ilmu kedokteran, Don paham betul luka yang dibiarkan berhar-hari tanpa ada penanganan.
"Tapi .. ini tidak penting, aku akan baik-baik saja, ini akan sembuh sendirinya, aku sudah biasa seperti ini."
Hanum tetap menolak, sebab luka-luka itu selalu di buat oleh Revan, tetapi selalu sembuh sendirinya seiring berjalannya waktu. Namun Don tetap bersikeras, dia berdiri mengambil kapas dan antiseptik, berjalan menuju Hanum dengan tatapan dingin.
"Aku rekan bisnis suamimu, aku pemilik saham terbesar di proyek baru, aku termasuk atasannya, jadi hargailah bantuanku," ucap Don bersikeras.
Nyali Hanum menciut, dia takut jika menolak lagi bantuan Don, maka hal itu akan berimbas pada bisnis Revan, dia tidak ingin bertindak gegabah, laporannya kepada komisi perlindungan perempuan belum terproses, keselamatan diri ya dan Ganiyah tergantung pada sikap-sikapnya di rumah Revan.
"Ikat rambutmu, aku akan mengolesi obat ini di keningmu," ucap Don.
Hanum mengikat rambutnya yang sebelumnya tergerai, di setiap sudut keningnya, ada luka bekas pukulan Revan, lebam membiru serta bercak darah sebab luka tergores oleh kuku. Don menarik nafas panjang, dadanya kian sesak melihat Hanum menahan luka-luka itu. Penderitaan seorang istri yang hanya bisa mendekap duka lara dibalik rumah yang setiap hari terkunci rapat.
"Kamu bahagia dengan keadaan seperti ini?" tanya Don, mengejutkan Hanum.
"Seperti yang anda lihat," jawab Hanum. Ada rasa kesal di hatinya yang bertambah.
"Kau berpura-pura bahagia, ingin seperti ini terus?"
Hanum lagi-lagi terkejut, dia bahkan tak dapat berkata-kata, di satu sisi dia ingin jujur, tapi di sisi lain, Don kawan Revan, tentu dia tidak ingin mengatakan keinginannya yang sangat ingin lepas dari Revan.
"Aku hanya mengikuti alur takdirku," jawab Hanum memilih jalan aman.
Don tersenyum masam, walaupun Hanum selalu mengelak, namun dia tahu jika Hanum ingin diselamatkan dari situasi yang menyiksanya itu.
"Jika kau bahagia, mungkin saja kau akan selamanya berada di posisi ini, namun jika tidak, mungkin saja kau juga tetap berada di posisimu saat ini, tidak ada seorangpun yang dapat merubah nasib seseorang, jika dia tidak berusaha merubahnya sendiri," ucap Don memberikan kisi-kisi agar Hanum lebih realistis lagi menanggapi takdir buruknya.
Hanum tertegun, perkataan Don adalah ucapan yang seringkali Cici peringatkan kepadanya, makna ucapan yang sama dengan membuat Hanum lebih berani bertindak.
"Kau merasa salah pilih suami?" tanya Don.
"Bukankah semua pria sama? walaupun bukan pilihan, laki-laki akan menjual putrinya pada laki-laki yang sama sepertinya," jawab Hanum yang menyimpan kekecewaan terhadap Ayahnya.
Don terhentak, dia tipe pria yang cerdas langsung memahami arti dari ucapan Hanum. Namun dia tidak ingin Hanum terperangkap masa lalu sebab orang tuanya.
"Jangan pikirkan siapa yang membasahi bajumu, pikirkan bagaimana cara mengeringkan bajumu saat ini," ucapnya sembari mengoles obat merah ke luka Hanum.
Istri Revan itu terharu, dia mengangkat kepalanya untuk melihat jelas wajah Don yang sangat dekat dengan wajahnya itu. Ketika mata Hanum memandangi Don seksama, dari kamar suara tangis Ganiyah terdengar menggema. Sontak Hanum berlari tak mempedulikan lagi Don yang belum usai mengobati lukanya.
"Ganiyah," pekik Hanum yang mendapati putrinya terjatuh dilantai.
Jeritan tangis Ganiyah tak henti menggema hingga menarik perhatian Don yang sudah hadir di kamar itu pula.
"Dia kenapa?" tanya Don yang menghampiri Hanum. Tangannya juga ikut mengusap kepala Ganiyah.
"Dia mungkin mencoba turun dari ranjang tapi dia tidak bisa, akhirnya jatuh.
Don melihat bibir Ganiyah telah mengeluarkan sedikit darah, pria yang penyuka anak kecil itu merebut Ganiyah dari gendongan Hanum.
"Sini, dia sedang kesakitan, kuta bawa ke rumah sakit sekarang," ajak Don.
"Ta-tapi ..bagaimana dengan suamiku, dia pasti marah.."
Don menggelengkan kepalanya, "Aku yang akan bertanggung jawab, keselamatan putrimu yang utama."
Don dan Hanum bergegas membawa Ganiyah ke rumah sakit terdekat, saat itu Don ternyata mempunyai sopir pribadi yang menunggunya di dalam mobil, mereka menuju ke rumah sakit dengan perasaan panik dan khawatir. Putri kecil yang seringkali mendengar kedua orang tuanya utu bertengkar kini kesakitan, entah luka apa yang telah menghinggapi tubuhnya hingga tangisannya tak mau berhenti.
"Ganiyah, sayang ..maafkan Ibu, Nak." Hanum sangat menyesal meninggalkan putrinya tidur sendiri di dalam kamar.
Don yang sedari tadi mengusap kepala Ganiyah melirik ke Hanum, betapa pedihnya hati seorang Ibu yang digelayuti oleh masalah yang bertubi-tubi.
"Lebih cepat lagi, Zem," titah Don pada supirnya.
Supir yang sepantaran usianya dengan Don itu menambah kecepatan laju mobilnya, melihat Don panik, Zem juga ikut panik.
"Aku Ibu yang jahat ya, Nak.." ucap Hanum terisak tangis.
"Jangan berkata seperti itu, putrimu kuat," kata Don.
Setiba di rumah sakit, Don dan Hanum berlari membawa Ganiyah ke ruangan tindakan, pihak tenaga medis menangani putri semata wayang Hanum itu. Sedangkan Hanum dan Don diminta untuk menunggu di luar. Hanum tak tenang, berkali-kali ia mondar-mandir mengecek dinding kaca ruangan unit gawat darurat, tangisan Ganiyah masih terdengar jelas ditelinga mereka.
"Ganiyah, Ganiyah, Ini Ibu .." Hanum terisak tangis. Dia memukuli dadanya sendiri karena ketidakberdayaannya.
Don yang berdiri mematung tak melepaskan pandangannya sedetikpun dari Hanum, matanya berkaca-kaca melihat perempuan itu berurai air mata, sedangkan putri Hanum sedang merasakan sakit fisik di dalam sana.
"Seperti inikah yang harus terlihat?" tanya Don yang gemetaran.
Don terkejut dengan proses kehidupan Hanum yang jauh dati kata bahagia, bahkan rumah tangga Hanum adalah duplikat neraka dunia. Disaat momen pilu seperti itu, suami Hanum malah sibuk dengan sekretarisnya.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 49 Episodes
Comments