Bab 8 CERITA HANUM

Hanum tampak malu-malu, mulutnya terasa kaku untuk membalas setiap ucapan dari dokter Khael. Hanum merasa sungguh berpindah di negeri dongeng, rumah megah yang ia naungi saat ini, pelayan yang disediakan, dan juga ketiga pria tampan yang ada dihadapannya, bocah berusia sepuluh tahun itu masih terkagum-kagum.

"Paman dokter, bisakah dia bertahan disini dengan cairan biru itu?" tanya Dominic.

"Tentu Pangeran, dia bisa bertahan karena sistem daya tahan tubuhnya kuat."

Hanum membangunkan diri dari tempat tidurnya, dia membuktikan pada Dominic jika yang dikatakan dokter Khael memang benar.

"Aku anak yabg kuat, benar yang di katakan dokter tampan ini," ucapnya.

Dominic tersenyum miring, "Kalau begitu berterima kasihlah pada Paman dokter, dia adalah teman Ibuku," pintanya.

Dokter Khael tersenyum tipis, ada rasa kebanggaan terhadap dirinya sendiri jika mendengar seseorang yang mengatakan dia adalah teman Aliza, permaisuri Uwentira.

"Sebaiknya kamu harus melatih persendian mu, karena sejak kemarin kamu tidak sadarkan diri," kata dokter Khael.

Hanum turun perlahan dari tempat tidur, kedua tangannya di pegang oleh dokter Khael, perlahan berjalan ke depan jendela, sedikit tegang karena kaki Hanum dipenuhi goresan luka bebatuan tajam saat di air terjun. Suara Hanum terdengar meringis kesakitan, Dominic gesit mengecek kaki Hanum.

"Apa masih sakit? bukankah Paman kemarin memberikan obat?" tanyanya.

"Masih sedikit perih, tapi sebentar lagi akan kering, tenang saja, itu hanya efek kulit karena dia dari .." belum sempurna kalimat dokter Khael, Paman Kenras langsung memotongnya.

"Karena dia berusaha untuk berlari ke air terjun, bukankah begitu Hanum?"

Hanum mengangguk, Paman Kenras melirik seraya menggelengkan kepala ke dokter Khael dan Dominic, dia tidak ingin Hanum mengetahui jika dunia yang saat itu tempatnya berpijak adalah dunia yang berbeda tempatnya berasal.

"Iya, itu sebabnya, karena gadis kecil yang cantik ini sudah banyak menginjak batu," dokter Khael menambahkan.

Dominic menepi sejenak, melihat pemandangan ke luar jendela seketika memperlihat kemegahan sebagian Kota Uwentira, bangunan kokoh berlapis emas dan perak menjulang tinggi, bangunan infrastruktur rapi, kendaraan mewah dan bahkan pesawat mini lalu-lalang di setiap jalur darat dan udara. Di dalam hati Dominic bertanya-tanya, akankah Hanum tidak tercengang melihat keadaan Kota Uwentira yang jauh berbeda dari dunianya?

"Hei! kenapa kau diam? ayo kita main!" Teriak Hanum membuyarkan lamunan Dominic.

Paman Kenras terhenyak, baru kali ini ada seorang anak kecil yang memanggil Pangeran Dominic dengan panggilan lancang itu. Bahkan orang dewasa hingga berusia lanjut tidak akan berani menyebut nama anak semata wayang Raja mereka.

"Kalau kamu kuat, ikut denganku, aku akan membuatmu terkejut lagi, bahkan lebih dari kebun bunga dan kupu-kupu," ajak Dominic.

Rasa sakit di kaki Hanum hilang seketika mendengar kejutan dari Dominic, ditemani oleh dokter Khael, Hanum menyusul Dominic yang sudah lebih dulu keluar bersama Paman Kenras.

"Apakah aku sekarang berada di negeri dongeng?" tanya Hanum yang berbisik kepada dokter Khael.

"Bagaimana yang kau pikirkan?"

"Sepertinya iya, Paman dokter," jawab Hanum yakin.

Melihat pemandangan sekilas dari kamar, Hanum merasa dia sudah benar masuk di dunia khayalannya. Dokter Khael yang menemaninya hanya bisa tersenyum, ingatannya terngiang oleh masa-masa saat pertama kali menemukan Aliza. Permaisuri kala itu tampak polos dengan segala keterkejutannya dengan Uwentira.

"Hanum, lihatlah .." teriak Dominic yang sudah tiba di taman belakang rumah dari Paman Kenras.

Hanum terperangah mendapati taman itu di sulap menjadi taman bermain, di penuhi mainan dan boneka, Hanum belum pernah mendatangi taman bermain secara langsung, akan tetapi berkat Dominic, dia bisa merasakan melihat mainan yang beraneka ragam dan boneka seukuran tubuh orang dewasa.

"Paman dokter, ini benar-benar negeri dongeng," ucap Hanum terkesima.

"Bermainlah sepuasmu, gadis kecil .."

 Dokter Kembali masuk ke dalam rumah, di susul lagi oleh Paman Kenras, hanya Dominic yang tinggal berdua dengan Hanum, tamu istimewanya itu sudah memilih satu persatu mainan yang ingin ia mainkan.

"Ini mainan yang tidak aku punyai, kenapa semua ada disini? apakah kamu bisa menyihir Dominic?" tanya Hanum yang tidak henti terkesima dengan Dominic memperlakukannya.

Dominic mengerutkan alis lalu tersenyum, "Kamu pikir aku penyihir? aku memiliki banyak pelayan, tentu mereka yang bisa aku andalkan," jawabnya.

"Orang tuamu sangat kaya raya, pasti mereka sangat baik," puji Hanum.

Dominic hanya menjawab lewat anggukan, salah satu kesyukuran terbesarnya ialah lahir dari kedua orang tua yang luar biasa baik dan bertanggung jawab seperti Garret dan Aliza. Kedua sejoli yang saling mencintai, memperjuangkan cinta dan kesetiaan masing-masing hingga menyingkirkan ujian cintanya satu persatu.

"Pasti Ibumu sangat cantik dan tampan, apakah wajahmu mengikuti keduanya?"

Dominic teringat dengan pujian orang-orang terhadapnya, "Kata orang, aku lebih mirip dengan Ibuku."

Hanum ternganga, betapa cantiknya Ibu Dominic sebab ketampanan anak laki-laki itu melebihi dari manusia normal.

"Ibumu benar-benar seorang putri atau dewi," puji Hanum.

Dominic tersipu karena Hanum tak henti-hentinya memuji dirinya dan keluarganya. Walaupun saat itu pikirannya sedang berkecamuk agar Hanum dapat kembali ke dunianya dengan selamat, tanpa ditemukan oleh pihak kerajaan, termasuk kedua orang tuanya.

"Sepertinya aku ingin mengajak kedua orang tuaku untuk tinggal disini, apa boleh?" tanya Hanum. Dia amat antusias dengan kehidupan Uwentira.

Bagaimana gadis bermata indah itu tigak jatuh cinta dengan Uwentira? rumah itu berada di atas bukit tepat pinggiran kota metropolitan Uwentira, dari atas taman belakang rumah Paman Kenras, terpampang keindahan yang menakjubkan mata Hanum. Sebuah kota yang tidak pernah dilihat sebelumnya, bahkan didalam buku dongeng dan mimpi tak pernah terbayangkan olehnya.

Mendengar pertanyaan Hanum, Dominic kebingungan untuk menjawab kebenaran atau kebohongan, dia senang jika Hanum berniat tinggal di Uwentira, akan tetapi belum tentu kedua orang tua Hanum menyetujuinya, di sisi lain, pihak kerajaan dan Ayahnya sudah memutuskan untuk tidak lagi menghubungkan Uwentira dengan manusia dari dunia lain. Dominic menyesali tindakannya, deretan penyesalan menghakiminya dengan pertanyaan-pertanyaan, mengapa ia terlambat bertemu dengan Hanum? mengapa undang-undang itu harus ada setelah ia bertemu Hanum?

"Dominic, kenapa kamu diam?"

"Boleh, tapi kamu harus izin dulu, kita masih kecil, harus dapat izin dari orang tua kalau ingin melakukan sesuatu yang besar, bukan begitu?"

"Begitu, iya, aku selalu di atur oleh orang tuaku, aku tidak boleh berteman dengan sembarang orang, dan aku harus tetap mendengarkan mereka," kata Hanum.

 Hanya dia yang tahu bagaimana penekanan kedua orang tuanya terhadapnya, bahkan untuk berteman Hanum harus memilah orang-orang dari kalangan anak kaya raya.

"Kamu merasa ada kesedihan? apakah orang tuamu cukup baik memperlakukanmu?" tanya Dominic.

Jiwa kedewasaannya keluar bila mendengar kesusahan orang lain, pendidikan etika kerajaan di usia dini telah ditanamkan kepada Dominic, sehingga di usia yang beranjak sebelas tahun, Dominic hampir mengetahui banyak ilmu-ilmu dan teknologi di Uwentira.

Episodes

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!