BAB 11 MENCARI SOLUSI

Permaisuri Aliza mengangguk-angguk, dia memberikan isyarat kepada putranya bahwa seorang Ibu asti mengerti keinginan anaknya.

"Ibu tahu, dan Ibu paham, lakukan apa yang kamu harus lakukan, Nak. Ayahmu akan mengerti, tapi tidak sebagian pihak kerajaan, tapi sebagai orang tuamu akan berusaha untuk membantumu," ucap Aliza.

Dominic tersenyum, dia memeluk Ibunya dengan erat, membisikkan ucapan terima kasih tak terhingga karena Ibunya selalu saja bijaksana dalam menanggapi sikapnya. Sementara di hati Aliza menyimpan segudang kekhawatiran, naluri pria normal yang menimpa putranya akan bertentangan oleh aturan kerajaan undang-undang baru di Uwentira.

"Ibu ingin bertemu dengan teman mu, boleh 'kan?"

"Tentu Ibu, ayo kita ke taman belakang," ajak Dominic sangat antusias.

Permaisuri Aliza mengikuti Dominic ke teman belakang, Paman Kenras juga ikut serta menemani mereka. Di taman, Hanum sedang menunggu dengan perasaan gusar, dia takut jika jauh dari Dominic dan Paman Kenras.

"Hai Hanum," sapa Permaisuri Aliza.

Wajah cantiknya yang keibuan menyapa Hanum penuh keramahan, tatapannya berbinar karena melihat gadis kecil yang cantik itu. Mereka bertiga berbincang-bincang, Hanum banyak bercerita tentang kesehariannya di kota bersama kedua orang tuanya, kehidupannya di sekolah, dan kehidupannya di desa selama liburan.

"Sepertinya Permaisuri baik-baik saja," ucap dokter Khael yang menghampiri Paman Kenras.

"Permaisuri sedang berusaha menyembunyikan kegelisahannya," sahutnya.

Paman Kenras menemui pengawal Permaisuri, dia menanyakan keberadaan Raja Garret, setelah menggali informasi keadaan istana setelah Dominic menghilang, Paman Kenras merasa lega karena taka ada para kabinet yang mengetahui perihal Dominic menghilang dari istana.

"Semua aman dan terkendali," ucap Paman Kenras. Dia tidak ingin kredibilitas Raja Garret menjadi tercoreng oleh pihak-pihak yang iri hati.

Dokter Khael menggeleng lalu berucap,

"Disini aman, tapi tidak di dunia gais kecil itu, entah apa yang keluarganya rasakan setelah dia menghilang."

***

Suasana di Desa Kakek Hanum makin menegangkan, para warga desa tak henti menyusuri hutan-hutan dan kebun kopi sepanjang puluhan hektar, mencari jejak keberadaan Hanum yang tak kunjung mereka temukan. Kakek dan Nenek Hanum tidak hentinya menyalahkan Uwa' Sri sebab sebagai Bibi dia tidak mampu menjaga keponakannya dengan baik. Neneknya bahkan jatuh sakit sejak menghilangnya Hanum.

"Hanum, Pak. Hanum," isak tangis wanita berusia lanjut itu.

Kakek Hanum tak dapat berkata-kata, dia kembali keluar menemui para tetangganya dan kepala desa. Mereka berkumpul untuk melakukan musyawarah agar mencari solusi.

"Bagaimana ini Pak Limbong?" tanya kepala desa itu kepada Kakek Hanum.

Si Kakek bertubuh jangkung itu menghela nafas, matanya sayu karena tiga hari menahan kantuk.

"Orang tua cucuku sudah dalam perjalanan, mungkin saja akan tiba malam ini, mereka akan memutuskan," sahut Kakek Hanum.

Namun para tetangganya malah geleng-geleng kepala, mereka tidak bisa tinggal diam.

"Bagaimana jika Hanum disembunyikan terus mahluk halus? saya yakin ada penjaga hutan yang sudah sembunyikan cucu mu Pak Limbong," ucap salah satu tetangga Kakek Hanum.

Sejak menghilangnya Hanum tiga hari yang lalu, para warga sudah curiga jika gadis berusia sepuluh tahun itu telah memasuki dunia gaib, sebagian dari mereka curiga jika yang menyembunyikan Hanum adalah penjaga hutan yang tinggal di sebuah pohon kapuk, namun sebagian lagi dari mereka meyakini bahwa Hanum telah memasuki dunia Uwentira tanpa sengaja, sebab anak seusia Hanum belum memiliki dosa sehingga ia dapat memasuki Uwentira sesuka hati.

"Mungkin saja, kemungkinan ini bisa tujuh puluh persen," salah seorang menambahkan.

Kakek Hanum mengangguk-angguk, firasatnya sudah sedemikian besar mengarah pada Uwentira, dia meyakini jika cucu semata wayangnya itu sudah berada di Uwentira.

"Kalau saya Pak Limbong, tidak usah pikir panjang, Hanum butuh diselamatkan, kasihan jika dia berada di alam berbeda," saran kepala desa.

Kakek Hanum meminta waktu sejenak untuk bermusyawarah dengan keluarga intinya. Di dalam rumah dia menemui Uwa' Sri, dan sanak saudara lainnya, mereka semau setuju jika para warga bertindak untuk mengembalikan Hanum segera kepada mereka. Setelah mendapatkan jawaban keluarganya,

"Bagaimana Pak Limbong?" tanya mereka lagi.

"Kami keluarga setuju dengan saran bapak-bapak sekalian," jawabnya.

Para masyarakat setempat siap-siap mengumpulkan bahan-bahan yang mereka butuhkan, diantara mereka ada yang menjemput juru kunci agar melancarkan ritual pemanggil jin penghuni hutan belantara dipinggiran kebun kopi itu. Sedangkan Kakek Hanum menyiapkan dua ekor ayam hitam miliknya untuk menjadi persembahan agar menukar ayam itu dengan Hanum.

"Nanti jika ada juru kunci datang, mungkin saja akan ada bahan tambahan," ucapnya pada Uwa' Sri.

Beberapa menit mereka menunggu di pinggiran kebun kopi, tiga pria paruh baya itu datang bersama juru kunci yang sudah tua renta, namanya Ambo' rante. Pria berusia lanjut yang berambut kriwil.

"Ambo' .." sapa kepala desa merasa selaku bertanggung jawab atas warganya.

Ambo' rante tersenyum, mulutnya masih mengunyah buah sirih, namun matanya menjelajah ke setiap sudut di hutan itu, dia mampu melihat jin-jin yang bertengger di atas pohon, dan mahluk lainnya yang sekedar melewati mereka.

"Rupanya mereka kelaparan, ada yang marah besar saat ini," ucap Ambo' rante.

Semua warga yang mendengar itu terkejut, termasuk Kakek Hanum dan Uwa' Sri. Mereka semakin resah karena ungkapan Ambo' rante menjadi bukti hilangnya Hanum.

"Lalu bagaimana Ambo'? apa yang harus kami lakukan?" tanya kepala desa bertubuh gempal itu.

Ambo' rante mengangkat tangannya, dia meminta agar warga diam, memberikan aba-aba agar semuanya sedikit menjauh darinya. Mata Ambo' rante mendelik ke arah pohon besar, ada satu sosok jin yang bertubuh besar, berwajah garang ingin mengobrol serius dengan Ambo' rante, jin ifrit yang seringkali menganggu manusia yang melewati hutan itu setelah mereka pulang dari kebunnya.

"Apa? apa yang membuatmu marah?" tanya Ambo' rante kepadanya.

Jin ifrit itu menampakkan wajah kemurkaannya, matanya memerah. Dia mengungkapkan penyebab dia marah sehingga seringkali mengganggu manusia-manusia yang melewati hutan itu.

"Ada yang tidak menepati janjinya, ada warga desa yang tidak menepati janjinya!" Ungkapnya. Suaranya hanya dapat didengar oleh Ambo' ranta saja.

"Apa janjinya? apa yang memang dia inginkan?"

"Ari-ari bayi! sudah kuberikan apa yang dia minta, tapi dia tidak menepati janjinya sampai saat ini! Aku bersumpah jika sampai besok kalian tidak memberikan ari-ari bayi, maka akan aku berikan pelajaran orang-orang yang melalui hutan ini!"

Mendengar itu Ambo' rante tertawa, ancaman jin kafir itu sama sekali menakutinya, jin yang hanya berstatus gembel di mata Ambo' rante tidak ada apa-apanya jika harus melawan.

"Kau seharusnya malu, sendiri berkuasa di hutan ini, menjadikan mereka prajurit kera gaib, lalu mengiming-imingi kan manusia lemah untuk meminta kekayaan kepadamu, kau benar-benar menyedihkan. Saya tahu, kau di usir dari Uwentira karena kau tidak pantas menjadi bagian orang-orang kelas atas di sana," kata Ambo' rante. Dia sudah cukup lama mengetahui kisah jin kafir itu.

Episodes

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!