Bab 12 RITUAL

 Ambo' rante menyiram air ramuannya ke pohon belukar tempat jin kafir itu berada. Jin kafir itu terpaksa meredam amarahnya karena tidak ingin tempat tinggalnya di rusak oleh Ambo' rante. Dia tahu betul, derajat manusia lebih tinggi ketimbang jin dam mahluk lainnya, manusia memiliki kekuatan yang tersembunyi jika di dalam hatinya tidak mempunyai rasa takut terhadap mahluk gaib dari bangsa jin dan iblis.

"Jangan memancing manusia untuk menyembahmu! Tenanglah, jalani kehidupanmu sendiri!" Ambo' rante memperingatkan.

Setelah energi negatif jin kafir itu meredam di sekitar hutan, Ambo' rante kembali ke para warga desa yang menunggunya. Ambo' rante terengah-engah karena energinya lumayan banyak terkuras ketika menepis energi negatif jin kafir itu.

"Apakah Ambo' baik-baik saja?" tanya kepala desa.

"Saya sudah biasa seperti ini kalau berhadapan dengan jin ifrit, jangan khawatir."

Kakek Hanum ingin menanyakan keberadaan Hanum, namun dia terlalu segan kepada Ambo' rante.

"Kau pasti bingung kenapa cucumu tidak muncul?" tanya Ambo' rante.

"Apakah cucuku tidak bisa lagi dikembalikan Ambo'?"

Ambo' rante terdiam sesaat, dia melirik ke tanjakan air terjun yang sudah tidak jauh dari tempat mereka berpijak. Mata para warga desa dan Kakek Hanum mengikuti arah pandangan Ambo' rante, mereka memahami maksud dari pandangan juru kunci itu.

"Apa bahannya sudah tersedia?" tanya Ambo' rante.

"Sudah Ambo'," sahut Kakek Hanum.

"Kalau begitu ayo kita ke air terjun, kita ikuti jalannya," ajak Ambo' rante.

Hanya beberapa warga desa yang mengikuti Ambo' rante dan Kakek Hanum, sebagiannya lagi menunggu di hutan agar para penghuni tak kasat mata di sekitar air terjun tidak terusik oleh kehadiran manusia yang berbondong-bondong untuk mengetahui kehidupan mereka.

"Pokoknya ketika kita melakukan ritual, jangan ada kesombongan di hati, kita akan sulit menembus dimensi mereka," ucap Ambo' rante kepada Kakek Hanum dan kepala desa setempat.

Mereka berhati-hati melewati air terjun itu, bebatuannya licin sebab diselimuti lumut, Ambo' rante nyaris terjatuh karena tongkatnya tak mampu menopang, nasib baik salah seorang warga desa menghalau tubuh Ambo' rante dari belakang.

"Ah, ini hanya licin, jangan khawatir," kata Ambo' rante.

Setelah perjuangan melewati tanjakan, mereka tiba di antara pohon belukar, gapura pintu dimensi kedua Uwentira di depan mata mereka. Sekilas tak ada yang menarik, hanya dua gapura yang tingginya dua meter, ditumbuhi banyak lumut dan kusam.

"Kalian sudah paham arti dari gapura itu," ujar Ambo' rante.

"Iya Ambo'," sahut Kakek Hanum.

Ambo' rante mempersilahkan Kakek Hanum dan Kepala Desa yang bernama Pak Dadang itu mengikutinya dari belakang. Ambo' rante berjalan perlahan menuju ke gapura itu, diikuti oleh Kakek Hanum dan Pak Dadang. Di tangan mereka ada dupa dan beberapa persembahan buah lainnya, ibarat mereka datang ingin bertamu, mereka membawa sebuah buah tangan agar sekiranya kedatangan mereka secara baik dan santun.

"Taruh yang kalian bawa itu di depanku, lalu kembali duduk lagi dibelakang ku," kata Ambo' rante.

Setelah Kakek Hanum dan Pak Dadang menaruh nampan buah dan dupa itu. Mereka berdua kembali duduk dibelakang Ambo' rante.

"Pejamkan mata kalian, berfokus lah pada satu titik cahaya di mata batin kalian, jangan pikirkan yang lain, pikirkan Uwentira saja," kata Ambo' rante lagi.

Ambo' rante juga ikut memejamkan matanya, mulutnya komat-kamit membaca ajian yang sudah puluhan tahun ia amalkan sebagai pembuka pintu dimensi dunia lain. Ini kali kedua Ambo' rante melakukan ritual membuka pintu dimensi, sebelumnya dia bertugas mengembalikan gadis yang ada di desanya yang sudah dinikahi oleh salah satu tentara Uwentira.

Mereka bertiga penuh konsentrasi, embun keringat mulai membasahi wajah mereka. Bagaimana tidak, ini pengalaman pertama kalinya Kakek Hanum dan Pak Dadang akan memasuki dunia lain, dunia yang di gadang-gadang hanya mitos belaka bagi sebagian penduduk di tanah air. Dunia yang hanya menjadi sebuah issue belaka karena tak kasat mata dan belum tentu benar keberadaannya.

Cahaya dan pusaran angin mengitari mereka, Kakek Hanum dan Pak Dadang dapat merasakan perubahan udara disekitarnya. Mereka bertiga mulai melihat cahaya besar dan berkilau walaupun saat itu mata mereka masih terpejam.

"Selama siang, tuanku .." Ucap Ambo' rante pada penjaga pintu dimensi Uwentira.

"Ada urusan apa kalian bertamu di dunia kami?" tanya penjaga pintu dimensi.

Sembari Ambo' rante masih memejamkan mata dia menjawab, "Maafkan kami jika kehadiran kami mengusik tuanku, kami sedang ingin melakukan pencarian, bolehkah kami masuk tuanku, agar kami lebih mudah berbicara dengan tuanku," jelas Ambo' rante.

Ambo' rante masih memejamkan matanya, etika masuk di Uwentira tidak boleh langsung membuka mata jika belum mendapatkan izin dari pihak penjaga pintu dimensi Uwentira. Jika manusia melanggar hal itu, maka sama saja merugikan diri mereka sendiri, seketika mata yang terbuka lebar itu mengalami kebutaan mendadak, dikarenakan mereka belum berhak melihat keindahan Uwentira yang sekilas nampak dibalik celah lorong pintu dimensi.

Penjaga pintu dimensi merundingkan hal itu kepada teman-temannya yang lain, setelah energi positif yang terdapat pada diri masing-masing tamu mereka, para penjaga pintu dimensi sepakat mengizinkan manusia masuk untum sekedar bertemu dengan kepala penjaga keamanan pintu dimensi.

"Baiklah, kami izinkan kalian masuk bertemu dengan petinggi keamanan kami," ucapnya dengan suara lantang.

"Terima kasih tuanku, terima kasih," ucap Ambo' rante.

Pertama Ambo' rante yang membuka matanya, karena sebelumnya sudah melihat keadaan Uwentira, Ambo' rante tidak terlalu terkejut melihat pemandangan luar biasa yang terpampang di depan matanya. Ambo' rante menoleh ke belakang, Kakek Hanum dan Pak Dadang masih belum membuka mata, dia pun memberi aba-aba agar keduanya segera membuka mata kembali.

"Bukalah mata kalian, dan bersikap tenanglah .."

Perlahan keduanya membuka mata secara perlahan, Kakek Hanum dan Pak Dadang terperangah melihat hamparan kota modern Uwentira. Kota metropolitan besar yang berkali-kali lipat lebih maju ketimbang kota-kota maju manusia sekalipun. Pesawat mini berterbangan sangat rapi di jalur layang. Bangunan kokoh menjulang tinggi, berlapis emas dan perak, bahkan mesjid dan berbagai tempat ibadah lainnya berdiri kokoh dengan gaya arsitektur unik.

Kakek Hanum tersenyum, kata hatinya bersua bahwa dia bangga sejak kecil ia meyakini jika keberadaan Uwentira benar adanya. Uwentira negeri tak kasat mata yang memiliki peradaban maju, uniknya Uwentira di gadang-gadang oleh manusia adalah kota Atlantis yang hilang.

"Kalian ikut kami," ajak penjaga dimensi agar ketiganya mengikuti ke kantor penjagaan.

Ambo' rante meminta Kakek Hanum menaruh buah tangan mereka ke penjaga pintu dimensi. Tak ada kalimat yang Kakek Hanum dan Pak Dadang ucapkan, keduanya masih terkejut karena keindahan kota Uwentira menghipnotisnya.

Episodes

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!