Bab 3 HANUM DAN DOMINIC

** Sulawesi Tengah, 2009**

"Kakek, Nenek," teriak Hanum yang menggedor pintu gubuk Kakeknya dari luar.

Sepasang suami istri yang sudah renta itu keluar menghampiri cucu tersayangnya. Sejak tadi mereka berkeliling menelusuri kebun kopi yang ada disekitar mereka, namun hingga malam tiba keduanya tidak menemukan jejak Hanum. Baru saja sepasang suami-istri yang sudah lanjut usia itu ingin bergegas ke balai Desa untuk mengabarkan kehilangan Hanum.

"Kamu darimana cucuku? kenapa baru pulang?" tanya Neneknya yang nyaris berhenti bernafas karena khawatir.

"Jangan tanya dulu, dia masih kecil, ini minum dulu, Nak," ketus Kakeknya menyodorkan Hanum air minum.

Neneknya yang amat bersyukur atas kembalinya cucunya menaburi sekujur tubuh Hanum dengan beras. Cara itu adalah sebagian tradisi Sulawesi atas mensyukuri kembalinya sanak-saudara mereka.

"Nenek dan Kakek pasti khawatir, aku baik-baik saja," kata Hanum yang dengan entengnya, padahal saat itu Kakek dan Neneknya hampir pingsan karena dia tidak ditemukan.

"Kamu darimana, Nak? kenapa kamu tidak takut sama sekali, disini itu sunyi dan tidak boleh keluar kalau sudah menjelang magrib, tempat ini banyak jinnya," ujar Neneknya memperingatkan.

Mendengar itu Hanum tertawa cekikikan, dia merasa Neneknya hanya mengarang saja agar dia tidak keluyuran lagi, sama seperti yang diwanti-wanti kan Ibunya bila Hanum tidak diizinkan bermain di siang hari.

"Aku duduk didekat pohon sana, Nek, karena capek aku ketiduran," kata Hanum.

Kakeknya berusaha tidak mempermasalahkan hal itu, dia pikir kembalinya Hanum ialah kebaikan penunggu gaib di kebun kopi itu. Para penduduk disekitar wilayah perkebunan kopi itu sudah terbiasa dengan kejadian janggal yang menimpa orang asing yang baru saja bertandang di wilayah mereka.

Desas-desus kehidupan dunia lain yang menjadi topik menarik bagi pengunjung wisata luar daerah, adanya dunia lain yang tak kasat mata yang sangat dipercayai oleh penduduk setempat, bahkan sebagian dari mereka ada yang telah memasuki dunia tak kasat mata itu. Mereka menamai dunia lain itu dengan sebutan Uwentira (yang tidak terlihat).

Uwentira sudah tak asing lagi ditelinga sebagian penduduk Sulawesi, keberadaan Uwentira amat mereka percaya sebab berbagai rentetan peristiwa sudah banyak dilalui oleh masyarakat sekitar dan bahkan penduduk di luar daerah yang sekedar melewati jalan trans Sulawesi yang di apik perkebunan kopi itu. Namun bagi penduduk setempat, mereka sudah menganggap kehidupan Uwentira sama seperti kehidupan manusia pada umumnya, memiliki agama, juga beranak pinak, memiliki sistem perdagangan, hingga transportasi, hanya saja Uwentira jauh lebih maju ketimbang dunia manusia. Para penduduk Uwentira bahkan ada yang iseng keluar dari dunianya untuk belanja ke pasar manusia, mereka memakai pakaian warna kuning dan perhiasan yang berkilau, wajah perempuan dan prianya sangatlah rupawan. Mereka selalu senyum ramah, akan tetapi mereka tidak ingin diajak bercengkrama.

Bahkan digadang-gadang, banyak penduduk setempat memiliki istri atau suami di Uwentira, mereka memilih untu menikah karena selain tampan, penduduk Uwentira dijuluki mahluk yang paling setia.

"Dia sudah tidur, bagaimana kalau kita besok saja pulang ke kampung kasihan Hanum, dia terlihat sangat lelah," ucap Nenek Hanum.

Kakeknya mengintip dibalik celah gorden, Hanum memang sudah tertidur pulas, jika mereka memaksa pulang ke kampung, tentu akan membangunkan Hanum."Ya sudah, kita tidur disini saja dulu," sahutnya.

Si Nenek Hanum menarik tangan suaminya untuk duduk mengobrol, "Pak, sepertinya Hanum tidak tertidur di pohon, karena buktinya dia terlihat lelah dan sepertinya tidak sehabis tidur, " ujarnya menelisik dari kondisi tubuh Hanum yang lelah.

"Jadi kamu pikirnya apa?" tanya suaminya.

"Mungkinkah dia dibawa oleh mahluk gaib? seperti dia masuk ke Uwentira?"

Kakek Hanum terhenyak, dia bergegas menutup mulut istrinya. "Jangan sembarang bicara, penghuni Uwentira tidak ada yang akan berbuat aneh, mereka tidak ingin di ganggu dan tidak suka mengganggu, mereka orang-orang terhormat," sergah Kakek Hanum. Sebagai penduduk asli di wilayah Sulawesi Tengah, Kakek Hanum cukup mengetahui tabiat penghuni Uwentira.

"Lalu kenapa Hanum pulangnya lambat, dia juag seperti kehabisan tenaga," kata Neneknya yang tetap pada kecurigaannya.

"Tidak mungkin Hanum masuk ke Uwentira, penghuni di sana tidak akan mengusik kita, apalagi itu naka sekecil Hanum. Mungkin, ini kemungkinan, jika Hanum di sembunyikan oleh mahluk gaib yang suka mengganggu orang asing, Hanum baru seminggu disini, tentu mereka heran, Mak.."

Nenek Hanum kian khawatir, ingin rasanya Hanum segera di bawa keluar dari kebun mereka, tetapi jika semua itu tidak benar, bukankah dia akan menyakiti perasaan cucunya, sebab Hanum sangat menyukai bermain di kebun kopi.

"Tapi saya rasa itu tidak benar, jika memang cucu kita di bawa oleh mahluk  gaib, buktinya perasaannya baik-baik saja, tidak ada rasa takut yang terlihat di raut wajahnya." Kakeknya kembali melunturkan kecurigaan istrinya.

Berpuluh-puluh tahun tinggal di kampung, setiap hari ke kebun kopinya, mereka tidak pernah menemukan kejanggalan buruk, hanya saja beberapa pertanda bahwa kehadiran mahluk yang tak kasat mata seringkali mereka rasakan. Suasana di kebun seringkali terdengar riuh oleh suara-suara yang sedang bercengkrama, deru kendaraan yang banyak melintas di samping kebun mereka, padahal saat itu tak ada satupun kendaraan yang lewat dijalan poros trans Sulawesi.

"Sudah, mari kita tidur, ini masih kampung halaman kita, kebiasaan ini sering terjadi 'kan?" tanya Kakek Hanum.

Nenek Hanum mengalah kali ini, dia tidak ingin pula memperpanjang obrolan yang sudah menjadi makanan mereka sehari-hari.

Sedangkan dari jauh, Dominic masih berdiri tegap ditempatnya, dia memandangi gubuk Kakek Hanum dari jauh. Di sisi kiri dan kananya telah hadir dua prajurit gagah perkasa yang siap mengawal, mereka berdua ingin menjemput Dominic untuk kembali ke dunianya.

"Pangeran, Ratu mencari pangeran, mari kita kembali," ucap sala satu dari mereka.

Dominic menghela nafas, kebun kopi itu berubah menjadi jalan aspal. Infrastruktur yang terbangun sedemikian megahnya. Dominic masuk ke dalam mobil dengan wajah yang tertekuk, ada ketidakpuasan yang ia rasakan, dia masih ingin bermain-main dengan Hanum, akan tetapi perbedaan waktu dunia mereka sangat berbeda jauh.

Sejak seminggu yang lalu, Dominic sudah menjadi penguntit, semenjak ia kabur secara diam-diam dari istana, Dominic yang berkeliaran di dimensi manusia tidak sengaja melihat Hanum yang asyik bermain seorang diri. Perhatian Dominic teralihkan dengan keceriaan Hanum walaupun gadis kecil itu hanya bermain dengan kaal air seadanya. Timbul di hati Dominic ingin merasakan kebahagian yang seperti itu, dia sudah lelah dengan keadaan yang selalu serba ada dan mewah yang disiapkan oleh Ayah dan Ibunya.

"Jangan beritahu siapapun jika kau membawa temanku di taman bunga Ibu," titah Dominic kepada sopir dan pengawalnya.

"Baik, Pangeran."

Dominic ingin menikmati masa kecilnya sama seperti anak lain, tetapi kehidupan Pangeran dengan anak laki-laki biasa amatlah berbeda, semua serba dikekang karena setiap langkah yang diperbuat oleh Dominic akan menjadi pusat perhatian rakyatnya.

Episodes

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!