Musim Berganti

Sejak semalam, Zaky sudah mempersiapkan susunan kata untuk pertemuan kali ini. Duduk berduaan berbaur diantara keramaian orang-orang yang juga menikmati musim panas di Danau Zürich yang airnya biru dan terjaga kebersihannya. Mumpung sama-sama memiliki waktu luang yang panjang. Waktu yang tepat untuk membahas relationship goals.

"Sha, seperti yang aku bilang saat di Bali. Aku cowok yang gak main-main. Setelah wisuda, aku ingin melamar kamu. Kamu setuju, Sha?" Ucap Zaky to the point.

Shannon menatap Zaky sambil melipat bibir. Membuat kedua lesung pipi tercetak jelas. Sorot matanya yang berkilatan cahaya menyiratkan respon positif. "Zaky, to be honest, aku seneng banget dan aku setuju. Itu berarti aku harus segera log in ya?" Hal mendasar ini sudah pernah dibahas sebelumnya. Bagaimana agamanya Zaky melarang pernikahan berbeda agama. Diterangkan sang kekasih dengan detail yang mudah dipahami. Menjadi alasan ia mengambil langkah terus maju. Sebab logikanya bisa menerima dengan baik.

"Masih ada waktu, Sha. Jangan terburu-buru memutuskan log in. Make sure sampai niat hatimu lurus bukan karna aku. Menyangkut masa depan kita, aku gak mau kamu setengah hati. Bahagia harus dinikmati bersama tanpa ada salah satu yang terpaksa."

Shannon mengangguk. "Oke, Babe. Seperti halnya Mommy yang memilih Daddy. Mommy berpindah haluan demi cintanya sama Daddy. Dan mereka awet sampai sekarang. Aku gak munafik. Ketertarikan untuk log in, basically because of you."

Orang tuanya Shannon yang sempat kaget pada akhirnya tidak keberatan saat ia untuk kesekian kalinya menyampaikan niat untuk mengikuti keyakinan Zaky. Dengan catatan harus bertanggung jawab pada keputusannya itu. Percakapan jarak jauh dengan Mom and Dad sebulan yang lalu itu sudah diceritakan kepada Zaky.

Zaky tersenyum simpul, senyum manis andalannya. "Alhamdulillah, one step relationship goals naik level. Danau Zürich menjadi saksinya," ia mengangkat jari kelingking kanan masih dengan wajah berhias senyum. Yang kemudian disambut Shannon dengan pertautan jari kelingking disertai senyum manis yang menampilkan kedua lesung pipi. Cuaca cerah musim panas dengan view Danau Zürich seolah mendukung dua sejoli yang memulai komitmen.

Hari bergulir dengan cepat mengganti pekan menjadi bulan. Bulan berganti mengiringi kesibukan aktivitas Zaky sebagai pelajar yang semakin sibuk di semester kedua. Dan Shannon tetap enjoy sebagai pekerja dengan cara home office. Sejauh ini, hubungan keduanya berjalan mulus dan lancar tanpa ada kerikil tajam.

Usia Zaky saat ini 25 tahun. Sedangkan Shannon 4 bulan lagi baru berusia 25 tahun. Kematangan, kedewasaan, serta kemandirian sama-sama dimiliki keduanya. Membuat mereka bisa saling memahami dan mengerti akan profesi masing-masing.

Sekarang adalah musim gugur. Dengan cuaca yang tidak panas dan tidak dingin. Di musim ini dedaunan berubah warna menjadi kuning dan merah. Zaky dan Shannon mengisi libur akhir pekan dengan mengunjungi sungai Aare yang terletak di Bern, ibukota Swiss.

Sungai Aare yang merupakan sungai terpanjang di Swiss, mengalir di sekitar tiga sisi kota Bern. Yang memiliki panjang 288 km. Dan sepanjang aliran sungai Aare terbentang pemandangan megah Kota Tua Bern yang sudah terdaftar di UNESCO. Zaky dan Shannon duduk di tepian sungai yang airnya biru kehijauan usai lelah berjalan menyisir tepian sungai. Orang-orang beraktivitas di sekitarnya terlihat apatis. Fokus dengan urusannya masing-masing.

"Zaky, mau tahu gak basically yang bikin aku sekarang mantap buat jadi mualaf?" Shannon mengayun-ayunkan kedua kaki yang tercelup ke air sampai setengah betis. Gemuruh aliran air serta dinginnya yang menembus kulit memberi sensasi menyenangkan baginya.

"Mau tahu banget. Apa tuh?" Zaky mulai mencicipi bekal salad buah yang dibawa Shannon. Satu hal yang wajib diperhatikan. Tidak boleh membuang sampah sembarangan apalagi sampai melarungkan sampah ke sungai. Maka membawa kotak makanan menjadi solusi agar tidak nyampah.

"Karna kamu yang ngasih teladan. Jujur ya, aku merasa jadi perempuan beruntung karena bisa jadi pacar kamu. Waktu kamu bilang mencintai itu menjaga bukan merusaknya. Itu....itu menjadi sesuatu yang langka di zaman now. Aku kagum padamu. Dari situ aku terpacu semangat untuk mengenal Islam dengan baik. Searching di banyak portal islami."

"Alhamdulillah. Aku senang bisa jadi perantara hidayah." Zaky tersenyum dan menghela napas lega. Dipuji sedemikian rupa, ia tetap merendah. Sejak kebersamaan di Danau Zürich saat musim panas waktu lalu, ia dapat menilai keseriusan Shannon. Diantaranya pernah ikut pengajian dengan komunitas Cahaya Iman yang anggotanya sebagian besar berasal dari negara-negara Asia Tenggara. Seperti Indonesia, Malaysia, Singapura, dan Brunei.

Seberapa besar pun rasa cintanya terhadap Shannon jika terbentur dengan akidah, Zaky akan mundur teratur. Itu sudah terang-terangan dan tegas disampaikan pada Shannon. Ia tunjukkan cara mencintai dengan tidak 'menyentuhnya' meski peluang ke arah sana itu terbuka. Bahkan Shannon sempat menawarkan tinggal bersama di apartemen yang memiliki dua ruang kamar. Tanpa harus ikut bayar sewa. Tidak akan ada tetangga yang julid jika ia menerima tawaran tinggal seatap. Namun filter kuat yang tertanam di hati sudah mencekalnya. Ia sendiri pun ragu apakah bisa kuat menahan godaan. Cinta memang berkelindan pada akal dan nafsu.

"Zaky, semalam aku udah vc sama mbak Meisya. Dia sabar banget jawab setiap pertanyaanku yang kritis. Gak terasa sampai 2 jam lho. And now, aku siap jadi mualaf. Tolong bantu aku teknisnya mesti gimana. Aku ingin log in di waktu first anniversary. Bismillah, I'm ready!"

Zaky melebarkan mata. Memandang takjub pada wajah Shannon yang baru saja berucap dengan optimis dan lugas. Circle memberi peran juga pada gerak cepat keputusan yang diambil kekasihnya itu. Sejak ia memperkenalkan Shannon pada Meisya, pengurus komunitas Cahaya Iman yang sudah menikah dengan pria Belgia yang juga mualaf, keduanya akrab berkomunikasi. Bahkan sering kopi darat mengingat jam kerja Shannon yang fleksibel.

"MasyaAllah, Sha. Speechless dengernya. Kita call aja Mba Meisya sekarang. Biar dia yang follow up ke Mas Guruh."

"Okay." Shannon mengangguk setuju. Ia sudah pernah bertemu dua kali dengan Guruh saat ikut menemani Zaky kajian. Guruh adalah ketua Cahaya Iman yang menikah dengan wanita Malaysia dan sama-sama tinggal dan bekerja di Bern.

Menjadi minoritas di negeri orang adalah tantangan. Untuk itu, Zaky segera mencari informasi komunitas muslim demi untuk mendapatkan kawan baru secara berkawan dengan warga lokal sangat susah. Alhasil, begitu menemukan profil Cahaya Iman, ia mengirimkan email tentang ketertarikan bergabung ke dalam komunitas yang banyak didominasi warga Indonesia. Tidak lantas bisa datang saat emailnya bersambut balasan menyenangkan. Saat liburan musim panas lalu, ia baru bisa berkunjung ke basecamp-nya Cahaya Iman. Menemukan komunitas satu frekuensi serta sambutan yang hangat dari member yang ada waktu itu, serasa menemukan saudara.

Cipratan air yang mengenai muka, membuat Zaky mengerjapkan mata. Menoleh ke samping kanan saat Shannon cekikikan. Ternyata dialah pelakunya.

"Kamu sih malah melamun. Kata bah dukun harus disembur pakai air biar sadar." Shannon mengulang mencelupkan tangannya ke dalam air dengan posisi kaki sudah diangkat dari air. Cipratan kedua dihadiahkan ke wajah Zaky.

Zaky tidak tinggal diam. Membalas lebih agresif dengan cipratan lebih banyak. Membuat Shannon menjerit minta ampun lalu beranjak menjauh. Zaky tertawa puas penuh kemenangan melihat wajah Shannon basah kuyup hingga ke rambut.

"Sha, aku renang yang bentar." Zaky merasa tergoda untuk terjun ke tengah sungai demi melihat arus air yang tenang. Meski siang ini tak ada satu orang pun yang terlihat berenang.

"Big no. Aku gak setuju. Jangan lupa Agustus kemarin ada turis yang tenggelam di sini. Jangan bikin aku worry, Babe." Shannon lebih cepat menahan tangan Zaky yang akan membuka baju.

Zaky tersenyum simpul, senyum manis andalannya. "Ya udah. Kita cari resto halal yuk. Project desain taman udah kelar. Udah aku email ke Mas Mizyan. Bonus udah cair nih."

"Aseek. Mau nraktir nih ceritanya." Shannon bertepuk tangan riang di samping Zaky yang sama-sama melangkah santai meninggalkan tepian sungai. Zaky bukan hanya terbuka tentang keluarganya. Akan tetapi juga terbuka dengan lingkungan kerjanya. Jadi ia sudah kenal nama siapa itu Mizyan.

"Yup. Ini traktiran pertama aku makan di restoran. So sorry ya, Sha. Baru mampu sekarang." Zaky menatap hangat kekasihnya itu.

"Aku terharu ih. I love you, Zaky Wijaya." Shannon berjalan mendahului dan berhenti di hadapan Zaky hanya untuk mengangkat tangan menunjukkan finger love.

Zaky terkekeh. Tangan terulur mengacak-acak rambut di puncak kepala. Hal yang sering dilakukannya pada Shannon jika sedang gemas.

Terpopuler

Comments

N I A 🌺🌻🌹

N I A 🌺🌻🌹

jadi ingat alm Eril, doa terbaik buat alm Eril, aamiin.....
aku kok malah kasian sama shannon kalo smp bela2in mualaf demi zaki tapi malah di php sama hati nya zaki, kalo udah gini zaky harus ttp teguh pada pilihan awal nya meski hati baru sadar kepada siapa cinta sesungguhnya berlabuh krn akan banyak yg tersakiti kalo zaky egois mengikuti rasa hati nya, shanoon yuga dan juga klrg mereka, tapi tetap akak nia penentu akhirnya😃
tq akak nia up nya🙏

2024-03-10

54

AyNov

AyNov

Alhamdulillah alu senang Shanon mau jd mualaf, tp kok aku sedih ya kalau beneran A Zaky jodohnya Shanon bukan Kia. plis ya, jgn Kia dapat duda ntar 😭

2024-03-10

11

Bunda Hariron

Bunda Hariron

cinta dan cara aa zaky menghanyutkan 🥰🥰

2024-03-31

0

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!