Mengubur kembali masa lalu

Tidak semudah itu Ayura kembali melupakan perasaan yang telah kembali muncul di hatinya, setiap langkahnya, setiap nafasnya akan selalu terbayang pertemuannya dengan Cristian hari itu.

Malam ini, ayam yang Ayura goreng hampir saja gosong jika saja Rena tidak masuk ke dapur untuk mengambil air minum.

“Ayura, kau mengkhayal yah. Lihat, ayamnya sudah gosong,” teriak Rena membuat Ayura segera tersadar.

“Dasar, kau. Menggoreng ayam saja kau tidak becus,” kata Rena.

“Ckckck… memangnya apa yang sedang kau pikirkan sampai kau tidak melihat di depan matamu. Kalau rumah ini sampai terbakar bagaimana, kau bisa tanggung jawab,” sambungnya. Bibi Ima yang mendengar suara Rena lansung ke dapur dan melihat apa yang terjadi.

“Ada apa, Non?” tanya Bibi Ima pada Rena sementara Ayura sudah kembali sibuk dengan masakannya dan tidak memperdulikan ocehan adik iparnya itu.

“Itu, ayamnya gosong. Kalau aku tidak datang mungkin seisi rumah ini sudah terbakar,” kata Rena. Bibi Ima langsun melihat Ayura, dia tahu kalau saat ini pikiran Ayura pasti sangat kacau.

“Awas yah kalau sampai gosong lagi,” kata Rena lalu keluar dapur dengan segelas air di tangannya.

“Biar Bibi aja,” kata Bibi Ima mengambil alih pekerjaan Ayura.

“Maaf yah, Bi”

“Tidak apa-apa, kamu duduk saja,” kata Bibi Ima lagi.

Tidak lama kemudian, semua makanan sudah selesai di hidangkan di atas meja. Bibi Ima memanggil Rio dan Rena untuk makan malam. Meski Diana dan Evan tidak ada di rumah, makanan untuk Rio dan Rena tidak boleh di abaikan. Itu adalah perintah utama Diana sebelum pergi. Kedua anaknya itu harus tetap makan makanan yang sehat yang di masak di rumah setiap makan malam.

“Memangnya tadi kau mengkhayalkan apa?” tanya Rena yang kembali mengungkit masalah di dapur tadi.

“Memangnya ada apa?” tanya Rio. Rena lalu menceritakan pada kakaknya apa yang tadi terjadi di dapur.

“Astaga, kau ini masak saja tidak becus,” kata Rio. “Lain kali kau harus lebih hati-hati, kalau sampai kebakaran bagaimana,” sambungnya lagi.

Ayura hanya diam saja tanpa memperdulikan kakak adik itu.

“Hei, kau dengar tidak” hardik Rio yang kesal karena Ayura tidak memperhatikannya.

“Iya, aku dengar,” kata Ayura kemudian.

Selesai makan malam, Rio sudah menunggu Ayura di kamar. Malam ini dia ingin meminta jatah pada Ayura. Dia sudah tidak sabar ingin menikmati tubuh Ayura karena beberapa hari kemarin Ayura sedang berhalangan.

Saat Ayura masuk kamar, Rio sudah ada di atas tempat tidur menunggu nya dengan telanjang dada.

“Kau sudah selesai kan, ayo cepat bersihkan dirimu. Aku bisa muntah kalau mencium bau asap dan bawang di tubuhmu itu,” Ayura menghela nafas. Dia tahu maksud dari Rio mengatkan selesai, ini sudah satu minggu sejak Ayura berhalangan dan Rio tidak salah menghitungnya.

“Kenapa, kenapa kau menghela nafas begitu. Kau tidak mau melayaniku, hah. Kau lupa siapa yang memohon padaku agar aku tidak mengusirnya. Kau lupa siapa yang mengatakan padaku tidak akan membantahku,” seru Rio.

Tanpa bicara apapun lagi, Ayura masuk ke kamar mandi dan membersihkan dirinya. Saat keluar dari kamar mandi, Rio langsung menariknya ke atas tempat tidur. Rio langsung membuka handuk yang menutupi tubuhnya sehingga tubuh polos Ayura terpampang dengan jelas di matanya.

“Ayo cium aku, Ayura. aku ingin kau menciumku,” kata Rio yang memajukan wajahnya hingga mereka bisa saling bertukar nafas.

Ayura lalu menyentuhkan bibirnya dengan bibir Rio, Rio yang kesal karena Ayura tidak menciumnya dengan benar lalu mencontohkan pada Ayura bagaimana caranya.

“Begitu Ayura, begitu. Kita sudah delapan tahun menikah dan hal seperti ini masih harus ku ajarkan padamu,” kata Rio yang kesal.

“Kau memang sangat berbeda dengan Cindy, saudaramu itu sangat piawai memainkan bibirnya dan juga lidahnya,” Ayura yang mendengar Rio menyebut nama Cindy pun mulai tidak bisa menahan dirinya. Dia memalingkan wajahnya dari Rio.

“Kenapa, kau marah aku membandingkanmu dengan Cindy,” kata Rio dengan santainya.

Bagaimana bisa seorang suami jelas-jelas membandingkan istrinya dengan selingkuhannya di saat mereka akan bercinta. Rio benar-benar sudah sangat keterlaluan.

“Kalau begitu suruh saja Cindy yang memuaskanmu, kenapa masih harus memintanya dari,” kata Ayura.

“Karena kau istriku, aku juga selalu suka dengan tubuhmu. Walau permainan Cindy memang hebat, tapi aku tetap menyukai tubuhmu,” Ayura benar-benar merasa di rendahkan dengan perkataan Rio. Di pikiran laki-laki itu memang hanya ada sex dan sex. Sudah sangat lama sejak dia memikirkan kebahagiaan Ayura.

Padahal, meski tidak pernah memberikan hatinya untuk Rio, Ayura selalu melayani Rio dengan baik. Ayura sudah berbakti kepada suaminya itu, tapi Rio memang laki-laki bejat yang tidak punya perasaan.

“Ayolah sayang, jangan merusak mood ku. Aku benar-benar ingin bercinta denganmu sekarang. Ayo cium aku, bibirku, leherku semuanya. Ayo cium,”

Ayura dengan terpaksa melakukannya, meski pada akhirnya Rio yang kesal dengan Ayura yang tidak aktif mengambil alih permainan dan kembali menguasai tubuh istrinya.

“Bisakah aku bertemu Marsya? aku sangat merindukan anakku,” kata Ayura saat Rio sudah terengah-engah di sampingnya. Wanita itu seperti sudah mati rasa hingga dia tdak lagi merasakan sentuhan Rio di tubuhnya.

“Dia baik-baik saja bersama Papa dan Mama, jangan menganggunya,” kata Rio berdiri dan masuk ke kamar mandi. Ayura pun berdiri menutup tubuh polosnya dengan handuk lalu menunggu Rio di depan pintu kamar mandi.

“Tapi di anakku, Kak. Sudah hampir setahun aku tidak bertemu dengannya, aku sudah mau gila karena sangat merindukannya,” Ayura menyambungnya lagi saat Rio sudah keluar dari kamar mandi.

“Sudahlah, biarkan Marsya Mama yang mengurus,” kata Rio.

“AKu sudah bilang sama Kak Rio, aku bisa mengurusnya. Dia sudah besar sekarang, dia pasti sangat membutuhkan aku sebagai ibunya,” Ayura masih mencoba meyakinkan Rio agar Marsya bisa kembali bersamanya. Tapi sia-sia saja, Rio memang menginginkan Marsya bersama Diana. Dia tidak mau Ayura mengurus Marsya karena tidak mau Ayura menjadikan Marsya sebagai alasan untuk mengabaikannya.

Padahal Ayura tidak pernah sengaja mengabaikan Rio, dia berusaha mengurus Rio dan juga Marsya tanpa membuat salah satunya terabaikan.

“Apa Kak Rio tidak rindu pada Marsya, aku lihat Kak Rio sama sekali tidak memperdulikan Marsya. Dia itu anak Kak Rio, anak perempuan yang pasti sangat membutuhkan orang tuanya,” kata Ayura lagi.

“Jangan mulai lagi yah, jangan mulai memancing amarah ku, Ayura.” Kalau Rio sudha seperti itu, Ayura tidak berani lagi melanjutkan kata-katanya. Padahal dia masih ingin memohon pada Rio agar Marsya bisa kembali padanya. Dia yang paling berhak karena dia adalah ibu kandung Marsya.

Tapi Ayura harus bisa menahan diri, Ayura masih trauma waktu itu saat Rio melemparnya ke jalan. Ayura harus bersabar demi Marsya. Jika dia di usir, dia akan benar-benar kehilangan anaknya.

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!