Episode. 13

Akhtar menatap Arumi dengan pandangan mata yang penuh kabut gairah. Setelah memastikan Arumi mengirup udara yang cukup, Akhtar kembali mendaratkan bibirnya pada bibir Arumi. Akhtar melumat bibir mungil itu dengan begitu lembut hingga membuat Arumi ikut hanyut dalam gairah.

Tanpa melepas panggutannya, perlahan Akhtar merebahkan tubuh istrinya pada ranjang yang ada di depannya. Tak menunggu lama, kini Arumi telah berada dibawah kungkungan suaminya.

Akhtar melepas panggutannya dengan begitu enggan. "Bolehkah aku meminta hak ku?" tanya Akhtar. Ia berusaha mengatur nafasnya yang begitu memburu.

Terpaan nafas Akhtar terasa begitu hangat dan segar saat mengenai wajah Arumi. Wajah Arumi semakin merona saat merasakan itu. "Sebelum itu bolehkah aku memastikan sesuatu?" Arumi balik bertanya pada Akhtar.

"Tentu." jawab Akhtar tanpa mengubah posisinya saat ini.

"Apa Mas Akhtar mencintaiku?"

"Ya, aku mencintaimu. Entah sejak kapan, tapi aku benar-benar telah mencintaimu."

Arumi tersenyum dan mengecup singkat bibir Akhtar. "Lalu apakah aku boleh meminta hak ku sekarang?" tanya Akhtar lagi. Arumi tak bersuara, ia hanya mengangguk malu sebagai persetujuannya.

Akhtar tersenyum. Ia kembali melumat bibir Arumi. Tangannya dengan begitu lincah membuka seluruh pakaian Arumi secara perlahan. Tentu ia juga melepas kimono yang dikenakan juga. Kini keduanya telah benar-benar polos tanpa seutas benang.

Setelah menikah selama lima bulan, akhirnya Akhtar baru memutuskan untuk menyentuh Arumi. Tentu setiap sentuhannya didasari dengan cinta dari keduanya. Mereka sama-sama larut dalam gairah yang begitu panas.

Akhtar dengan pelan tapi pasti menyentuh istrinya. Sungguh tak menyangka jika istrinya itu ternyata masih gadis murni. Ia bersyukur telah menjadi orang pertama yang merasakannya dan ia tak akan membiarkan siapa pun menyentuhnya selain dirinya.

Entah berapa lama keduanya bergelut dalam gairah, yang jelas saat ini mereka terlihat sangat lelah. Setelah menyelesaikan aktivitasnya, keduanya tertidur kembali dengan berpelukan. Ini bukan malam pertama untuk Akhtar dan Arumi, karena mereka telah melawatkan masa-masa itu. Tapi ini merupakan pagi pertama untuk keduanya saling menyerahkan kemurnian diri mereka, menikmati cinta dalam rasa yang sesungguhnya.

Bagi Akhtar ini merupakan menu sarapan yang begitu nikmat selama hidupnya. Sangat disayangkan, sarapan yang sebelumnya telah di pesan hanya sebagai penghias meja saja. Tak tersentuh walau sedikit pun.

***

Suara dering telpon mengusik seseorang yang masih terlelap dalam tidurnya. Sengaja tak mengangkatnya, karena ia masih enggan untuk bergerak. Ia berharap suara dering itu segera berhenti. Namun tak sesuai harapan, karena saat itu ponselnya tetap berdering tanpa henti. Dengan terpaksa sebuah tangan terulur meraih ponsel yang terletak diatas nakas disamping ranjang.

Tanpa melihat nama penelpon, ia menggeser icon hijau. "Halo." ucapnya dengan suara sedikit serak.

"Ya tuhan, jam berapa ini belum bangun? Ayo cepat bangun, Dania mau mengajak Arumi beli oleh-oleh. Sekalian juga kita jalan-jalan." ucap suara diseberang sana.

"Kamu pergi sendiri aja sama Dania. Entar aku pergi sendiri sama Arumi. Dia juga masih tidur jadi tidak bisa pergi sekarang."

"Huh. Betul-betul kalian ya, ini itu udah siang tapi masih aja tidur. Ohh, atau jangan-jangan kalian...."

"Ehem, Ben udah dulu ya. Bye." Akhtar pun segera menutup telponnya secara sepihak, sebelum Beno menyelesaikan kalimatnya. Sedangkan disana Beno mengumpat kesal, karena Akhtar memutuskan sambungan telponnya dengan begitu saja.

Akhtar melihat jam digital yang di ada ponselnya, yang ternyata sudah siang. Ia menatap wanita yang masih tertidur dalam dekapannya. Rasanya seperti tak nyata ketika ia kembali mengingat aktivitas panas antara dirinya dan Arumi. Tapi itulah kenyataannya, kini dirinya telah memiliki Arumi sepenuhnya. Bahagia? Tentu saja.

Kecupan singkat mendarap dikening Arumi dan juga bibirnya. Hal itu membuat Arumi tiba-tiba terbangun. Ia mengerjapkan matanya beberapa kali dan setelah matanya melihat dengan jelas, ia mendapati suaminya tengah menatapnya.

"Apa aku membangunkan mu?" tanya Akhtar.

"Tidak. Emm, jam berapa sekarang?"

"Jam 12 hampir jam 1 siang."

"Apa? Oh astaga, kenapa aku bisa tidur lagi sampe siang sih."

Arumi mencoba bangkit dari tidurnya tapi ditahan oleh Akhtar. "Jangan bangun dulu, aku mau kita menikmati waktu berdua seperti ini." ucap Akhtar. Tangannya memeluk Arumi dengan erat.

"Tapi ini sudah siang lho, Mas."

"Apa kamu tidak merasa sakit di bagian itu?"

Bagian itu? Arumi bertanya-tanya pada dirinya, ia tak mengerti maksud suaminya. Tiba-tiba ia tersadar dan mengingat sesuatu yang mereka lakukan tadi pagi. Mengingat itu membuat wajah Arumi merona seketika, ia malu karena seluruh tubuhnya kini telah dilihat oleh Akhtar.

"Apa kamu sudah mengingatnya?" Arumi tak menjawab, ia hanya mengangguk dan langsung menyembunyikan wajahnya pada dada bidang milik Akhtar.

"Makasih. Kamu telah menjaganya untukku." Akhtar mengecup pucuk kepala Arumi.

Arumi mengangkat wajahnya dan menatap Akhtar. "Apa benar, Mas telah mencintaiku?"

"Apa kamu butuh bukti lagi, setelah apa yang kita lakukan tadi?"

"Tapi sejak kapan? Bukankah Mas Akhtar selalu cuek dengan aku? Kenapa bisa jatuh cinta sama aku?"

"Entah sejak kapan, yang jelas aku juga baru menyadarinya. Emm, kalau cuek sih, sebenarnya tidak. Aku hanya ingin kamu menerima aku secara perlahan. Dan kenapa aku bisa jatuh cinta sama kamu? Sebenarnya itu tak harus dipertanyakan karena cinta itu datang tanpa sebuah alasan."

Ya, cinta memang selalu datang tanpa sebuah alasan dan sulit untuk dijelaskan. Jadi cukup hati yang berbicara dengan sebuah tindakan yang nyata. Tapi tunggu, sepertinya ada sesuatu yang beda dengan cara bicara suaminya. Dia sekarang menggunakan kata 'aku' dan bukan 'saya'. Arumi tersenyum saat menyadari itu.

"Mas Akhtar pasti dulu nikahi aku hanya kasihan kan? Juga sekedar menepati janji, iya kan?"

"Emm, kasihan sih nggak. Kalau menepati janji, iya. Tapi sekarang bukan karena itu, melainkan cinta."

Akhtar mengecupnya lagi di kening. "Berjanjilah, jangan pernah dibenakmu ada pikiran untuk meninggalkan aku. Jika ada kesulitan masalah, kita harus menghadapi bersama. Apapun yang terjadi nanti, tetap percayalah pada ku dan tetap di sisi ku."

Mereka saling menatap dan tersenyum. "Mmm, janji. aku berharap semoga Mas Akhtar jodoh terakhir untuk ku."

"Baiklah. Sekarang ayo kita mandi, setelah itu kita pergi cari makan siang. Aku sudah lapar."

"Aku akan mandi lebih dulu." Arumi melepaskan diri dari dekapan Akhtar dan segera bangkit dari tidurnya.

"Bukankah mandi bersama akan lebih mengefisienkan waktu?"

"A-apa, mandi b-bersama? Oh tidak, le-lebih baik aku mandi sendiri."

Dengan reaksi cepatnya, Arumi berlari ke kamar mandi dengan tubuh yang terlilit oleh selimut. Karena aktivitas tadi pagi, mereka sama sekali belum sempat untuk berpakaian.

Akhtar terkekeh melihat tingkah istrinya yang malu-malu. Wajahnya yang selalu merona saat ia mengodanya, membuat Akhtar sangat gemas dibuatnya. Setelah Arumi hilang dari pandangannya, Akhtar meraih ponselnya dan menghubungi seseorang.

"Halo. Aku akan pulang seminggu lagi... Iya, aku baik-baik saja... Akan aku kabari lagi jika sudah sampai disana... Jangan khawatir, jangan lupa jaga kesehatan... Oke, aku tutup telponnya..."

Setelah mengakhiri panggilannya, Akhtar bangkit dari tidurnya dan memungut kimono yang terjatuh di lantai, kemudian mengenakannya kembali.

****

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!