Waktu berlalu begitu cepat. Hari ini tepat dimana Akhtar akan menepati janjinya pada Arumi. Ya, hari ini Akhtar akan secara resmi menjadikan Arumi miliknya. Namun ini bukan seperti pernikahan pada umumnya. Karena tak ada tenda biru yang terpasang, tak ada banyak tamu yang datang dan tak ada makanan mewah yang tersaji.
Akad nikah berlangsung dengan sederhana. Hanya ada penghulu, wali dan beberapa saksi yang hadir. Jika di perhatikan, seperti tidak terjadi apapun di rumah Arumi. Karena setelah selesai melangsungkan akad nikah semua bubar begitu saja.
Arumi memang sengaja meminta pernikahan yang sederhana, cukup dengan akad nikah dan selesai. Tak ada resepsi pernikahan, karena Arumi masih trauma jika mengingatnya.
Sebagai sahabat dekat, tentu Beno dan Dania datang menyaksikan pernikahan Akhtar. Sedangkan orang tua Akhtar tidak dapat hadir untuk menyaksikannya, karena mereka tinggal di luar negeri.
"Aku nggak yangka bakal dramatis gini pernikahannya Akhtar." bisik Dania pada Beno.
Sepasang kekasih itu, saat ini sedang duduk diruang tamu. Di temani beberapa kue di atas meja juga teh hangat yang tadi di buat oleh ibu Arumi.
"Bukan dramatis, Beib. Tapi sederhana." jawab Beno.
"Hmmppt. Awas kalau kamu berani nikahi aku sesepi ini, aku bakal kabur detik itu juga."
"Lho, kok jadi ngancem aku?"
"Itu bukan ngancem tapi peringatan."
"Oke. Entar aku bikin rame pesta kita. Tujuh hari tujuh malam baru kelar, gimana?"
"Oke. Tapi hari pertama boleh ada aku, kalau hari lainnya kamu sendirian aja."
"Lho, kok gitu? Kan yang jadi pengantin kita berdua. Gak bisa gitu dong."
"Kalian lagi ngomongin apa sih?" tanya Akhtar yang sedikit mendengar perdebatan diantara sepasang kekasih itu.
"Gak ada, cuma bahas masalah di caffe aja. Ya gak, Beib?" sahut Dania bohong.
"Aah, iya. Hehehe. Oh ya, mana istri kamu?"
"Di dalem."
"Akhtar, kamu serius kan dengan pernikahan ini?" tanya Dania tiba-tiba.
"Apa sih, Beib. Pertanyaan kamu gak berkualitas banget deh." bukan Akhtar yang menjawab melainkan Beno.
Akhtar menghela nafas sejenak. "Serius, Dania. Buktinya aku udah nikahin dia." sahut Akhtar.
"Ya, jangan sampe-"
Dania tak sempat menyelesaikan kalimatnya, kemudian di sela oleh Beno. "Udah, udah. Akhtar juga udah nikah jadi jangan bahas itu lagi."
Tak lama Arumi keluar dari dalam. Mendekati Akhtar dengan malu-malu kemudian duduk di sebelahnya. "Arumi, kenalin ini sahabat aku. Namanya Beno dan Dania."
Arumi tersenyum pada keduanya. Kemudian ia memperkenalkan dirinya, begitu juga Beno dan Dania. Mereka saling menyapa dan memperkenalkan diri masing-masing, meski sebelumnya telah Akhtar memperkenalkannya.
Setelah cukup lama mengobrol, Beno dan Dania berpamitan pulang. Arumi kembali ke kamarnya dan disusul oleh Akhtar. Hening, tak ada suara diantara keduanya. Hingga beberapa saat kemudian Arumi bersuara.
"Maaf." ucap Arumi
"Hah? Maaf untuk apa?"
"Maaf karena membuat Mas Akhtar menikahi Arumi. Gak seharusnya Arumi berlaku Egois."
"Gak perlu minta maaf. Ini sudah janji ku pada mu. Aku hanya berharap kita bisa menjalani hidup baru ini dan kamu jangan terus-terusan bersedih."
"Mas Akhtar gak nyesel kan nikahi Arumi?"
Menyesel atau tidaknya, Akhtar hanya berharap pilihannya adalah yang tepat. "Tidak."
Akhtar memeluk Arumi. Karena ini pilihannya, Akhtar hanya bisa berusaha menjadi suami yang baik bagi wanita dalam dekapannya itu.
***
Sinar mentari masuk dengan bebasnya melalu cela tirai. Sorot terang menyilaukan itu mengusik lelaki yang masih tengah sibuk dengan tidurnya. Sudah beberapa hari ia memang tak bisa tidur dengan nyenyak dan sekarang tidurnya malah harus terganggu lagi dengan sinar mentari.
Kesal, namun ia tetap segera bangun. Namun ia terkejut ketika mendapati dirinya tak berada di kamarnya sendiri. Ia memandang sekelilingnya, akhirnya ia pun mengingat sesuatu ketika ia mendapati sebuah figuran seorang wanita cantik dan manis yang tengah tersenyum. Kemudia ia segera bangkit dan membersihkan diri.
Didapur, Arumi dan ibunya baru saja selesai menyiapkan sarapan. Ningrum ibu Arumi, merasa bahagia anaknya kembali seperti dulu lagi. Kondisi Arumi juga sudah terlihat benar-benar telah membaik, apa lagi setelah dia menikah. Tapi sayang, kurang senyuman seperti dulu.
"Biar ibu yang beresin, kamu panggil saja suamimu untuk segera sarapan." ucap Ningrum.
"Ini cuma sedikit kok bu, dikerjain sebentar juga beres."
"Udah biar ibu saja. Cepat panggil suami mu."
Karena ibunya memaksa terus, akhirnya Arumi hanya bisa menurut saja. Ia kembali kekamarnya, tapi disana ia tak mendapati Akhtar. "Aah, mungkin mandi." pikir Arumi.
Arumi memilih merapikan tempat tidur yang terlihat kusut berantakan. Tak lama ia mendengar suara pintu kamar mandi dibuka. Ia menoleh kearahnya dan benar saja, ia mendapati suaminya berdiri disana sambil mengeringkan rambut dengan handuk. Tampan, satu kata yang kini ada di pikiran Arumi saat melihat sang suami.
Akhtar berdehem membuyarkan lamunan Arumi saat melihat dirinya. "Aah, mas sudah selesai mandi. Ibu menyuruh kita sarapan." ucap Arumi.
"Iya." ucap Akhtar sambil mengantung handuk ke belakang pintu.
Arumi segera merebut handuk yang telah di pakai Akhtar tadi, sebelum ia di gantung. "Ini tuh basah, jangan langsung di gantung nanti jamuran. Di jemur dulu biar kering." ucap Arumi. Akhtar hanya menurut saja. Setelah itu, Arumi mengajak Akhtar menuju ruang makan untuk segera sarapan.
"Ayo, sarapan dulu." ajak Ningrum saat melihat anak dan menantunya berjalan ke arahnya yang sedang berada di meja makan.
Arumi dengan cekatnya melayani suaminya dengan mengambilkan makanannya. Akhtar yang biasa melakukan hal dengan sendiri, merasa terharu dengan tindakan Arumi. Apa lagi kehangatan dari keluarga barunya itu. Meski mereka hanya hidup berdua dan sederhana, tapi mereka terlihat bahagia.
"Bu, saya sudah bicara sama Arumi sebelumnya dan ini sudah kita putuskan bersama. Saya akan mengajak Arumi pindah dari sini." ucap Akhtar.
"Aah, kalian sudah mau pindah ya. Kalau itu sudah keputusannya ibu juga tidak bisa menghentikan."
"Ibu jangan khawatir, Arumi akan sering-sering jenguk ibu kok. Alasan mas Akhtar ngajak pindah karena biar dekat sama tempat kerjanya dan kalau dari sini memang terlalu jauh." jelas Arumi
"Ibu mengerti sayang. Kamu sudah menikah jadi kamu sudah menjadi tanggung jawab suamimu. Ibu tidak apa-apa kok. Ibu hanya berharap agar kamu bisa menjadi istri yang baik untuk nak Akhtar dan selalu bahagia."
"Iya, Bu. Terimakasih sudah ngertiin kita."
Sebenarnya Ningrum sudah memperkirakan itu dan ingin menolak juga, tapi dia tak ada hak untuk itu karena anaknya kini sudah memiliki keluarga. Asal Arumi bisa bahagia apapun itu akan Ningrum lakukan, meski dirinya harus berpisah.
"Saya juga akan menjaga Arumi dengan baik. Ibu tidak usah khawatir. Kita akan sering berkunjung dan ibu juga bisa berkunjung ketempat kami. " ucap Akhtar.
"Ibu merasa senang dan tenang jika nak Akhtar sudah bicara begitu. Ah, ayo kita lanjutkan dulu sarapannya. Nanti itu kita bahas lagi."
Ningrum tak ingin meneteskan airmata yang telah tertahan sejak tadi, dihadapan anaknya. Mereka pun melanjukan sarapannya sambil bercerita ringan. Semua terasa hangat dengan keluarga kecil itu.
***
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 27 Episodes
Comments