Rasa khawatir kini memeluk hati Arumi. Disana juga ada rasa takut yang ikut hadir. Awalnya ingin memberikan kesan yang baik pada mama mertua, tapi tak disangka malah sebaliknya.
Arumi sendiri serasa masih belum sadar akan hal yang baru saja ia alami, rasa keterkejutannya membuat jangtungnya tak berhenti berdenyut kencang. Aliran darahnya juga seolah mengalir deras di pembulu darahnya.
Tak banyak yang bisa ia lakukan, hanya bisa meringkuk di atas ranjang. Tubuhnya bergetar karena isak tangisnya. Meski ia berusaha menahan agar tak menjatuhkannya,n namun cairan bening itu lolos begitu saja dari mata indahnya.
Akhtar baru saja memasuki kamarnya, dengan perlahan ia mendekati tubuh mungil istrinya yang sedang meringkuk di atas tempat tidur. Ia tahu pasti istrinya sangat ketakutan dan tuntu juga syok karena kejadian tadi. Akhtar naik di ranjangnya tanpa suara dan memeluk tubuh Arumi yang membelakanginya.
Beberapa kali kecupan penenang mendarat pada pucuk kepala Arumi. "Mama, nggak apa-apa kan Mas?" tanya Arumi dengan suaranya yang parau.
Bukan mencemaskan diri sendiri, Arumi malah masih mencemaskan orang lain. "Emm. Tidak apa-apa. Mama sudah tenang dan sekarang dia tertidur. Maafkan Mas, ya. Karena Mas tidak bisa melindungimu."
Akhtar tentu sangat merasa bersalah. Bagaiman tidak? Ketika Tania masuk ke kamar mereka, Tania menyaksikan keduanya sedang bercumbu mesra. Alhasil, ia marah besar dan langsung menghampiri mereka. Tanpa banyak bicara ia menarik rambut Arumi hingga terjatuh. Belum sampai disitu, Tania juga dengan ringannya menampar wajah Arumi beberapa kali dan mengatai-katainya dengan kasar. Akhtar tentu tak tinggal diam. Ia juga berusaha memisahkan mamanya, tapi tetap saja kewalahan. Hingga Mbok Darmi datang dan membawakan obat bius barulah mamanya bisa tenang.
Arumi membalikan tubuhnya untuk berhadapan dengan Akhtar dan langsung memeluknya erat. "Mas nggak salah, jadi jangan minta maaf. Itu karena aku yang salah."
"Aku nggak tahu kalau mama ternyata bereaksi seperti itu. Harusnya aku memberi kesan baik pada mama, tapi malah sebaliknya. Maafkan aku, Mas."
"Ssstt. Sudah, mama memang belum sepenuhnya sembuh. Ini juga bukan kesalahan kamu. Tapi memang sih Ini pertama kalinya Mas lihat reaksi mama yang berlebihan, padahal sebelumnya tidak seperti ini. Sudahlah jangan dipikirkan"
"Mas, kalau kita sudah berusaha untuk membuat mama menyukaiku tapi pada akhirnya mama tetap nggak menyukai aku gimana?" dengan mata sembabnya, Arumi mendongak dan menatap suaminya
"Kalau kita sudah berusaha dan mama nggak suka, lalu kenapa. Mas akan selalu tetap menyukai, mencintai dan menyanyangi kamu."
"Tap-"
"Nggak ada sebuah alasan lain, kamu tetap akan menjadi istriku. Ingat kita sudah berjanji, kita akan menghadapi semuanya bersama. Jadi jangan berpikir yang tidak-tidak lagi."
Arumi mengangguk dalam pelukan suaminya. "Emm."
"Apa masih sakit pipi mu?"
Meski istrinya tak pernah mengeluh sakit, walau bagaimana pun hati Akhtar tetap merasa khawatir. Ia berjanji akan berusaha lagi untuk melindunginya.
"Rasa sakit ini nggak sebanding dengan apa yang dirasakan mama dulu. Tapi kayaknya aku harus pake sampo anti rambut rontok deh, Mas. Biar kalau mama jambak lagi, rambut ku nggak habis karena kecabut semua. Hehe."
Akhtar mencubit hidung Arumi gemas. Bisa-bisanya di saat mereka berbicara serius, dirinya malah bercanda. Tapi, Akhtar bersyukur istrinya tidak memikirankan itu berlarut-larut.
***
Sudah menjadi suatu kebiasaan bagi Arumi, bangun di pagi hari lebih awal. Kemudian menuju kedapur. Saat sampai di dapur, ternyata disana sudah ada ART yang Arumi ketahui biasa dipanggil Mbak Erna.
"Pagi, Mbak Erna."
Mbak Erna menoleh. "Eh, pagi Non. Kok masih pagi sekali sudah bangun."
"Iya, saya mau bantu-bantu Mbak Erna di dapur."
"Eh, aduh jangan Non. Di dapur itu engap, lebih baik Non jangan kesini. Biar saya saja yang di dapur."
"Tidak apa-apa, Mbak. Saya juga sudah biasa berkutat di dapur, jadi Mbak Erna tenang saja. Oh ya, biar saya yang menyiapkan makanan untuk sarapan ya."
Sebelum memulai aktivitas dapurnya, Arumi mengikat rambut panjangnya terlebih dulu agar tak mengganggu. Kemudian ia memakai celemeknya dan siap untuk memasak.
"Aduh, Non. Jangan, biar saya saja. Nanti kalau Den Akhtar tahu bisa marah loh."
Mbak Erna merasa tidak nyaman jika istri majikannya itu harus menggantikan dirinya untuk menyiapkan sarapan. Ia juga sempat terheran sesaat saat mengetahui Arumi benar-benar akan memasak didapur yang pengap itu. Baru kali ini ia mendapati, majikan yang sedikit pun tidak risih berada didapur.
"Mas Akhtar nggak pernah marah kok, Mbak. Udah sekarang biarkan saya yang masak, Mbak Erna bisa bantu-bantu petik sayurnya saja."
Arumi pun mengambil alih tugas Mbak Erna untuk menyiapkan sarapan. Ia mengerjakann semuanya dengan begitu cekatan dan lincah. Semua ia kerjakan sendiri, sedangkan Mbak Erna hanya membantunya memetik sayuran dan membersihkan dapur. Tak lupa, Arumi juga membuatkan bubur jagung untuk mama mertuanya. Ia berharap jika perlakuan kecil itu dapat menyentil hati mama mertua untuk menerimanya sebagai menantu.
Beberapa saat berada didapur, akhirnya semuanya selesai. Arumi meminta tolong Mbak Erna untuk melanjutkan sisanya, membersihkan dapur. Setelah itu Arumi kembali ke kamar untuk membangunkan suaminya.
Seperti dugaannya, Akhtar masih juga belum bangun. "Mas, bangun." Arumi menepuk pelan pipi suaminya.
"Eng." Akhtar melenguh karena sentuhan istrinya.
"Ayo cepat bangun, trus mandi. Abis itu kita sarapan."
Masih saja Akhtar tak berniat untuk bergerak. Arumi menjadi gemas, hingga di pencetlah hidung Akhtar hingga membuatnya terbangun.
"Eng.. Kamu sengaja mau bunuh suamimu." gumam Akhtar yang masih setengah sadar.
Arumi terkekeh. "Iya kalau Mas nggak juga bangun, aku pencet hidungnya sampe nggak bisa napas."
"Jangan, sayang. Emm.. Morning kiss dulu baru aku bangun." rengek Akhtar
Arumi pun memberikan kecupan dari kening, mata, hidung hingga terakhir bibir Akhtar. Arumi baru menyadari sisi lain dari suaminya yang ternyata sedikit manja. Setelah mendapatkan apa di inginkan, barulah Akhtar benar-benar bangun dari tidurnya dan beranjak untuk segera mandi tanpa berkata apapun.
Setelah selesai mandi, mereka pun turun untuk sarapan. Ternyata di meja makan sudah ada Tania. Melihatnya, Arumi menguatkan kembali keberanian diri juga hatinya. Apapun yang terjadi ia harus melindungi rambutnya. Pikir Arumi.
"Pagi, Ma." sapa Akhtar langsung mencium Tania.
Tania tersenyum. "Pagi, sayang ayo kita sarapan."
"Iya, Ma." Akhtar menarik kursi untuk Arumi, tapi tiba-tiba Tania berdiri dari duduknya dan...
"Siapa yang menyuruhmu untuk duduk bersama disini. Hah. Dasar jalang tidak tahu diri." maki Tania sambil menarik rambut Arumi.
"Awh."
Rintih Arumi saat rambutnya ditarik begitu saja. Ternyata prediksinya benar terjadi, tapi sayang Arumi belum siap saat rambutnya di tarik. Alhasil dia terjatuh lagi.
Akhtar bergitu terkejut dengan apa yang terjadi. "Ma, udah Ma. Lepaskan rambut Arumi."
Akhtar berusaha melerai, melepaskan cengkraman tangan Tania pada rambut istrinya, namun itu sangat sulit. "Kamu jangan belain dia lagi. Dia itu mau rebut kamu dari mama. Dia itu jalang tidak tahu diri. Dia pantas mendapatkan ini." teriak Tania penuh amarah.
Lagi-lagi rasa sakit kembali meremat kepala Arumi. "Arumi nggak seperti itu, Ma. Mbok Darmi, Mbok." teriak Akhtar memanggil bantuan.
Dari dapur Mbok Darmi terlihat tergopoh-gopoh menghampiri mereka. Dengan segera ia juga berusaha memisahkan menantu dan mertua itu. Mbok Darmi berusaha melepaskan tangan Tania yang begitu kuat mencengkram rambut Arumi. Sedangkan Akhtar menahan Tania agar tidak memukul Arumi lagi.
"Mbok Darmi jangan ikut campur ya, Mbok. Dia itu mau rebut Akhtar dari saya Mbok. Hiks..hikss..hikss.."
Mbok Darmi tak peduli dengan ucapan majikannya. Dengan susah payah, akhirnya Mbok Darmi berhasil melepas tangan Tania yang berada di rambut Arumi.
Akhtar memeluk Tania, berusaha menenangkannya. "Ma, tenang Ma. Akhtar nggak bakal di rebut siapa-siapa. Arumi istri Akhtar dan mama, tetap akan jadi mama Akhtar."
"Hiks.. Tapi dia..hiks.. Mau rebut kamu."
"Tidak sama sekali, Ma. Jadi mama tidak perlu khawatir."
Akhtar mengisaratkan pada Arumi agar ia kembali ke kamar. Arumi pun hanya bisa menurut. Setelah itu Akhtar membawa mamanya kembali ke kamarnya.
"Mbok, tolong bawakan Arumi sarapan ke atas. Dia belum sarapan." pesan Akhtar sebelum masuk ke kamar mamanya.
"Iya, Den."
Hufft, masih pagi sudah menyaksikan drama kolosal. Iki piye, mantu sama mertua kok malah ribut. Batin Mbok Darmi.
***
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 27 Episodes
Comments