Sepi dan sunyi. Suasana yang menenangkan juga mencekam. Memang begitulah suasana di pemakaman. Tak ada satu pun makhluk hidup disana, selain penjaga makam dan peziarah kubur.
Hembusan angin dengan lembut dan bebas, menerpa wajah putih bersih milik Arumi. Beberapa kali tangannya bergerak menyingkap anak rambut yang menutup wajahnya karena terpaan angin. Tangannya juga tak henti bergerak mengusap setetes demi setetes air yang jatuh melalui mata indahnya.
Kakinya terasa kram dan kepalanya sedikit pusing. Entah berapa lama Arumi duduk di samping sebuah gundukan yang selalu nampak begitu bersih itu. Diatasnya terdapat batu yang bertuliskan nama seseorang yang pernah mengisi hidupnya.
Gilang Prasetia, begitulah yang tertulis di batu nisan itu. Sebuah nama yang dulunya selalu mengisi hari-hari Arumi, berbagi resah dan gelisah. Berjanji hidup tua bersama hingga maut memisahkan. Tapi apalah sebuah janji, kini hanya tinggal kenangan. Meski sudah dua bulan lebih Gilang pergi meninggalkannya, namun Arumi masih saja sangat sulit untuk berhenti mengingat semua tentangnya.
Arumi tahu tak seharusnya ia seperti itu, apalagi saat ini ia sudah memiliki kehidupan yang baru bersama seseorang bernama Akhtar. Sejujurnya Arumi masih belum mengerti motif Akhtar menikahinya. Apakah karena rasa kasihan saja? Atau sekedar menepati janji? Atau memang ada perasaan kepadanya? Tapi opsi yeng ketiga bukanlah yang tepat, karena mereka tak saling kenal sebelumnya jadi bagaimana mungkin ada perasaan. Arumi tak bisa menebak itu semua. Arumi juga masih belum tahu bagaimana perasaannya untuk Akhtar.
Memang tak bisa di pungkiri setiap Arumi dekat dengan Akhtar, ia merasa tenang dan nyaman. Akhtar juga mampu membuat jantungnya bergetar, sama seperti waktu pertama kali Arumi bertemu Gilang. Tapi ia masih saja belum bisa menyimpulkan perasaan yang sesungguhnya kepada Akhtar. Selain itu, Arumi juga tidak tahu bagaimana perasaan Akhtar sendiri terhadapnya.
Karena merasa sudah cukup lama berada di makam Gilang, Arumi memutuskan untuk segera pulang. Hari juga sudah mulai sore, jika tak pulang cepat Arumi takut Akhtar akan mencarinya. Namun sebelum benar-benar pergi, Arumi mengusap sisa airmatanya dan menghirup udara di sekitarnya kemudian menghembuskannya. Setelah merasa rileks barulah Arumi bergegas pulang.
***
Sebuah pesta pernikahan yang begitu indah dan mewah, sedang berlangsung di sebuah hotel berbintang. Banyak tamu undangan yang datang, baik dari kalangan bisnis maupun medis. Tentu Akhtar juga tak akan melewatkan momen spesial milik sahabatnya itu.
Yaps, tepat hari ini sahabanya Beno Arisman Abadi dan Dania Ayu Hastari melangsungkan pesta pernikahannya. Selain bertitlekan seorang dokter, Beno juga merupakan pewaris tunggal dari perusahaan ternama di Indonesia, PT. Surya Abadi. Sebagai anak konglong merat tentu Beno akan mengadakan pesta yang megah, seperti saat ini.
Akhtar bersama beberapa rekan dokternya yang termasuk teman Beno juga, terlihat baru saja datang. Mereka segera menuju pelaminan untuk mengucapkan selamat pada Beno dan Dania.
Setelah bersabar dalam pengantrian panjang untuk mengucapkan selamat pada sang pengantin, kini tibalah giliran Akhtar. "Selamat ya, Ben. Semoga langgeng sampe kakek nenek." ucap Akhtar. Ia menyalami dan merangkul sahabatnya itu untuk memberikan selamat pernikahan.
Dania nampak celingak celinguk mencari keberadaan seseorang yang mungkin di bawa oleh Akhtar. "Arumi gak diajak?" tanya Dania. Karena dia tidak mendapati seorang pun di samping Akhtar.
"Ah, gak. Dia lagi sakit jadi gak bisa ikut." jawab Akhtar berbohong.
Sebenarnya Akhtar ingin mengajak Arumi pergi bersama tapi ia takut jika banyak orang tahu akan pernikahannya. Jadi dia memilih untuk tidak membawa Arumi.
"Lho, sakit apa? Kemarin waktu ketemu perasaan sehat-sehat saja."
"Eh, i-itu dia demam karena berendam terlalu lama semalam."
"Oh begitu."
"Ya meski Istri kamu gak datang, yang penting kamu datang." ucap Beno
"Tentu aku datang. Masa acara sahabatnya sendiri gak datang, apalagi banyak makanan enak disini."
"Yee, kamu datang kesini untuk mendoakan kita atau mau cari makan enak sih?"
"Dua-duanya bener kok, haha."
Setelah memberi selamat pada kedua mempelai, Akhtar langsung berpamitan pulang tanpa menyentuh hidangan yang disajikan terlebih dahulu. Akhtar tak akan makan di pesta itu, karena ia tahu Arumi pasti memasak makan malam untuknya. Masakannya memang tak seenak sajian di pesta Beno, tapi entah mengapa Akhtar lebih menyukainya dan selalu ketagihan untuk makan masakan yang Arumi buat.
Benar saja, setibanya dirumah dan baru Akhtar membuka pintu apartemennya, aroma masakan yang Arumi buat menyeruak masuk ke dalam indra penciumannya. Akhtar pun segera menghampiri Arumi yang masih berada di dapur.
Tanpa suara Akhtar mendekati Arumi yang terlihat sibuk memasak. Dengan kedua tangannya Akhtar memeluk Arumi dari belakang, hingga membuat Arumi terkejut.
"Aaaaa..." teriak Arumi
Arumi menoleh dan mendapati suaminya yang tengah menyenderkan kepalanya pada bahu kiri Arumi. "Duh, Mas ngagetin aja deh. Nanti kalau aku jantungan gimana?"
"Gak mungkin, kamu sehat dan gak ada riwayat jantungan."
"Kan penyakit mana ada yang tahu kapan datangnya dan siapa yang tahu sekarang aku bisa jantungan."
"Buktinya kan tidak jantungan."
"Hah, sudahlah. Aku gak mau debat sama kamu. Mandi dulu gih, aku selesaikan masak ini dulu baru kita makan."
"Bentar aja, begini"
"Mas..! Kapan selesainya kalau kayak gini. Udah sana deh atau mau aku gak masakan sekalian?"
Tanpa menjawab Akhtar langsung berlalu pergi kekamarnya. Ancaman Arumi membuatnya mau tak mau harus menurut, jika tidak maka dirinya benar tak akan di masakan oleh istrinya itu.
Hubungan Akhtar dan Arumi memang sudah mulai ada kemajuan. Mereka berdua juga telah sepakat untuk membangun keluarga yang harmonis. Akhtar juga membiasakan dirinya untuk bermanja-manja pada istrinya agar sesuatu di dalam hatinya tumbuh dengan segera. Tapi tujuan terutamanya adalah agar ia dapat melupakan seseorang yang amat ia cintai, yang memilih pergi meninggalkannya.
Disisi lain, Arumi merasa bersyukur karena ia sampai diapartemen sebelum suaminya tiba. Setelah sampai rumah tadi Arumi pun segera menyibukan diri didapur untuk memasak. Ia sangat takut Akhtar akan marah jika tahu bahwa dirinya masih sering pergi kemakam Gilang. Juga Arumi tak mau Akhtar bertanya tanpa henti jika mengetahui dirinya tak ada diapartemen, seperti waktu itu.
Jika mengingat kembali, saat itu Arumi pergi ke swalayan terdekat untuk belanja kebutuhan dapur. Tapi Akhtar bertanya tanpa henti kemana dirinya pergi, seperti seorang tersangka yang di introgasi oleh polisi. Entah mengapa Akhtar berlaku seperti itu dan selalu melarangnya untuk berpergian keluar tanpa dirinya menemani. Tapi Arumi juga senang, karena bukankah sikap seperti tanda bahwa dia khawatir? Dan kekhawatiran itu pertanda bahwa seseorang peduli kepadanya, mungkin juga sayang. Tapi entalah, semoga semua merupakan awal yang baik untuk hubungan mereka.
***
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 27 Episodes
Comments