Episode. 03

Pagi tadi dokter Rafi yang bertanggung jawab menangani Arumi, telah memeriksa kondisi Arumi. Kata dokter Rafi, keadaan Arumi mulai membaik apa lagi ia sudah mulai untuk berbicara lagi. Itu sudah merupakan suatu kemajuan yang bagus selama sebulan ini.

Tak henti-hentinya, Ningrum mengucap syukur karena anaknya sudah mulai membaik. Meski kadang-kadang Arumi masih saja termenung. "Sayang hari ini kamu mau makan apa..? Nanti ibu belikan deh." tawar Ningrum.

"Humm, belikan ayam goreng saja deh Bu." jawab Arumi

"Ya sudah kamu tunggu disini, ibu turun dulu belikan kamu ayam goreng." Arumi hanya mengangguk menjawabnya.

"Oh ya, nanti kalau perlu apa-apa panggil suster saja. Ibu tinggal dulu ya sayang."

Setelah itu, Ningrum berlalu pergi menuju kantin untuk membeli pesanan putrinya. Hari ini ia sungguh sangat bahagia karena sebentar lagi Arumi akan sembuh.

Dikantin RS...

Hampir semua meja di kantin itu terisi penuh oleh para konsumen. Di salah satu meja, disudut ruangan. Duduk seorang lelaki bermanik hitam pekat. Ia terlihat sedang menikmati makan siangnya disana.

"Boleh gabung..?" tanya dokter Rafi yang terlihat tak mendapat tempat untuk duduk.

Lelaki itu mendongak dan mempersilahkannya duduk. "Terimakasih." ucap Dokter Rafi. Hanya dibalas anggukkan saja.

"Dokter Rafi tumben makan dikantin.?" tanya lelaki itu.

"Ah. Istri saya lagi ngambek, jadi saya tidak dibuatkan bekal hari ini."

"Oh ternyata begitu."

"Iya. Tapi ngomong-ngomong, dokter Akhtar kapan datangnya dari Malaysia..?"

Ya lelaki bermanik hitam pekat itu bernama, Akhtar Rafzan Wijaya. Seorang dokter spesialis bedah. Ia memang selalu berpergian keluar kota bahkan negeri juga. Karena keahlian dan keterampilannya itulah, ia jarang stay di rumah sakit International Medical.

"Sudah dua mingguan." jawab Akhtar

"Lho ternyata sudah lama. Kok saya baru lihat ya."

"Dokter Rafi yang terlalu sibuk sehingga tidak menyadari kalau saya sudah pulang."

"Eh, apa iya ya. Tapi kayak memang benar. Saya akhir-akhir ini memang sibuk, harus selalu mengawasi pasien yang sedikit spesial itu."

"Pasien spesial..?"

"Ah, masa dokter Akhtar belum tahu tentang pasien saya yang satu ini, yang namanya Arumi. Hampir satu rumah sakit tahu lho, masa dokter Akhtar tidak tahu..?"

"Saya kan bukan tukang gosip seperti mereka yang tahu segalanya."

"Hehehe.. Benar-benar nih dokter Akhtar. karena dokter Akhtar nggak suka gosip gimana kalau saya yang kasih tahu saja."

"Lho sejak kapan dokter Rafi ikutan jadi tukang gosip..?"

"Mulai saat ini deh. Mau denger nggak."

"Karena dokter Rafi sudah menawarkan jadi saya harus mendengarkan."

Mereka akhirnya berbicara sambil menyantap makan siangnya. Dokter Rafi terlihat sangat antusias menceritakan kondisi pasien spesialnya.

"Nah, pasien saya bernama Arumi itu mengalami depresi sejak kecelakaan yang menimpanya. Karena kecelakaan itu, dia koma selama seminggu. Setelah sadar dia mencari suami yang baru saja menikahinya itu, tapi sayang suaminya tidak tertolong."

"Pengantin baru..?"

"Iya. Saya dengar dari ibunya, waktu kecelakaan mereka sedang dalam perjalanan menuju tempat resepsi pernikahannya tapi Tuhan berkata lain. Mobil yang mereka tumpangi itu mengalami tabrakan. Suaminya meninggal ditempat dan Arumi beruntung bisa diselamatkan waktu itu. Iiihh, ngeri kan?"

"Karena mengetahui sang suami meninggal, Arumi menjadi syok dan selalu menangis bahkan teriak-teriak manggil nama suaminya. Beberapa kali juga mencoba bunuh diri, untung ada yang lihat jadi masih ketolong lagi. Saya sebagai dokternya merasa kasihan sekali sama Arumi ini, diusia yang masih muda ia harus mengalami kajadian seperti itu. Ya kalau memang sudah cinta, kita sulit untuk berpisah."

"Trus, apa kenapa dia jadi pasien yang spesial..?" tanya Akhtar

"Nah, kenapa saya bilang dia pasien saya yang spesial karena dia itu sangat pintar. Kadang dia pura-pura tersenyum untuk menunjukan kalau dirinya baik-baik saja, setelah kewaspadaan kita menurun dia akan mencoba untuk bunuh diri lagi. Dan kondisinya saat ini memang sudah terlihat membaik, dia sudah mulai mau berbicara lagi sama ibunya dan tersenyum lagi. Tapi saya sedikit khawatir, takutnya itu semua palsu. Jadi saya meminta ibunya agar tetap mengawasinya. Ya mudah-mudahan dia benar-benar membaik."

Akhtar mendengarkan cerita dokter Rafi tentang pasien spesialnya itu, hingga makan siangnya habis. Tapi saat ia meneguk air minumnya, tanpa sengaja mata tajamnya itu menangkap wanita paruh baya yang sedang membeli sesuatu di kantin.

"Dok, bukankah itu ibu dari pasien anda yang spesial..?" tanya Akhtar sambil menunjuk seorang wanita paruh baya yang sedang tersenyum.

Dokter Rafi mengikuti arah yang di tunjuk oleh Akhtar. "Oh iya. Itu ibu pasien saya yang spesial. Eh, kok dokter Akhtar tahu itu ibunya, hayoo ketahuan nih."

"Itu nggak penting saya tahu dari mana, yang penting sekarang kalau ibunya disini berarti dia sendirian."

"Eh, iya. Aduh gawat ini, ayo kita kesana."

Mereka berdua pun segera menghampiri Ningrum. "Lho, ibu Ningrum kok disini..?" tanya dokter Rafi sambil menepuk pelan pundak Ningrum

Ningrum menoleh karena merasa pundaknya di tepuk oleh orang dibelakangnya. "Eh. Dokter Rafi, iya ini Arumi minta dibelikan ayam goreng katanya dia pingin. Dokter lagi makan siang ya..?"

"Iya, baru saja selesai. Siapa yang jagain Arumi, Bu..?" ucap dokter Rafi basa basi.

"Oh tadi sebelum saya pergi sudah kasih tahu suster untuk nemenin dulu. Kenapa ya, Dok?"

"APA..!" pekik Akhtar dan Rafi bersamaan.

Dengan segera Akhtar berlari menuju bangsal tempat Arumi dirawat. Ia berharap agar yang ia pikirkan tidak akan terjadi. Sedangkan Ningrum dibuat terkejut oleh reaksi dari dokter tampan disebelah dokter Rafi itu. Sebenarnya bukan hanya Ningrum yang terkejut, tapi dokter Rafi juga. Ia heran dengan sikap sigap teman dokternya itu. Tapi tak peduli apa alasannya, yang terpenting sebuah keselamatan pasiennya.

"Maaf, Dok. Ini sebenarnya ada apa ya..?" tanya Ningrum yang masih belum mengerti situasi.

"Gini, Bu. Arumi harus selalu di awasi jangan ditinggal. Saya takut dia mencoba bunuh diri lagi seperti waktu itu."

"APA..!"

Ningrum terkejut setengah mati mendengar pernyataan dokter Rafi. Bagaimana bisa anaknya melakukan hal itu lagi? Bukankah anaknya sudah membaik seperti yang dikatakan dokter Rafi sebelumnya? Berbagai pemikiran berkecamuk dalam kepala Ningrum, tapi ia berdoa semoga hal yang di takutkan tidak terjadi lagi pada anaknya.

Terpopuler

Comments

¢ᖱ'D⃤ ̐Nu⏤͟͟͞R❗☕𝐙⃝🦜

¢ᖱ'D⃤ ̐Nu⏤͟͟͞R❗☕𝐙⃝🦜

waduh kenapa bikin was was ya...ayo Arumi bangkit....

2020-08-31

0

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!