Sudah tiga hari berlalu sejak insiden dimana Arumi mencoba melakukan bunuh diri untuk sekian kalinya. Untung saja waktu itu Arumi dapat dihentikan oleh Akhtar jika tidak, mungkin saat ini hanya tinggal nama saja.
Semenjak insiden itu, Arumi masih belum sadarkan diri juga. Ia masih terbaring lemah di atas tempat tidur rumah sakit dengan selang infus ditangan kanannya. Meski dokter berkata jika Arumi baik-baik saja, tapi Ningrum masih sangat khawatir dengan kondisi anaknya yang belum menunjukan tanda-tanda untuk sadarkan diri.
Seseorang dengan badan tegapnya, memasuki kamar rawat VIP milik Arumi. Sejak insiden itu, Arumi memang sengaja dipindahkan ke kamar rawat VIP. Tujuannya agar Arumi dapat menjalani perawatan dengan tenang dan tak terganggu lagi dengan hal yang lain.
"Permisi..!"
Ningrum yang semula duduk di samping tempat tidur Arumi menoleh, disana ia melihat penyelamat anaknya yang berdiri tak jauh darinya. "Ah. Iya. Dokter Akhtar, ya..?" tanya Ningrum. Ia mencoba untuk memastikan jika ia tidak salah mengenali orang.
Akhtar mengulurkan tangannya dan langsung di sambut oleh Ningrum. "Iya, saya Akhtar. Maaf saya baru sempat menjenguk Arumi sejak terakhir kali." ucap Akhtar.
"Ah. Tidak apa-apa. Dokter pasti sibuk, saya maklumi. Seharusnya saya yang meminta maaf, karena terakhir kali saya belum sempat mengucapkan terimakasih dengan dokter Akhtar. Terimakasih, sudah menyelamatkan anak saya waktu itu." ucap Ningrum. Akhtar tersenyum setelah melepas tangannya.
"Tidak usah sungkan. Sebagai dokter saya memang bertanggung jawab untuk menyelamatkan pasien. Oh iya, selain untuk menjenguk Arumi. Saya ingin bicara berdua dengan ibu Ningrum." ucap Akhtar.
Kemudian Ningrum mempersilahkan Akhtar untuk duduk di sofa yang merupakan fasilitas di sana. "Maaf, kalau boleh tahu dokter ingin membicarakan apa ya..?" tanya Ningrum.
Akhtar berdehem sebelum memulai untuk berbicara serius. "Ekhem. Saya ingin membicarakan tentang yang saya janjikan sebelumnya pada Arumi. Saya berjanji dengannya bahwa saya akan menikahinya, karena saya sudah berjanji maka saya akan menepatinya." ucap Akhtar.
Ningrum terkejut mendengar bahwa Akhtar akan menikahi putrinya. Waktu itu ia memang mendengar bahwa Akhtar akan menikahi anaknya, tapi ia tak menyangka Akhtar akan serius tentang hal itu. Ningrum mengira, kata-kata itu hanya sebuah bujukan untuk Arumi agar tak melompat.
"Maaf, Dok. Dokter Akhtar jangan menganggap itu serius. Saya tahu dokter tempo hari berkata seperti itu untuk membujuk anak saya agar tidak melompat, jadi saya pikir tidak usah memikirkannya. Arumi juga akan segera melupakan itu juga."
"Tidak bisa, Bu. Saya sudah berjanji jadi saya harus menepatinya. Jika saya hanya berbicara omong kosong saja, takutnya Arumi tidak akan pernah mempercayai kata-kata orang lagi. Jadi saya akan menepati janji saya dan akan menikahinya jika dia sudah sembuh."
"Saya mohon, dokter Akhtar berpikir sekali lagi. Pernikahan itu hal yang sakral jadi saya tidak ingin anak saya akan kecewa untuk kedua kalinya."
"Saya serius dengan Arumi. Saya akan menjaga dan merawatnya. Saya akan bertanggung jawab untuknya. Ibu jangan khawatir, saya tidak akan mengecewakan Arumi."
"Tapi-"
"Bu, saya sudah berjanji maka saya akan menepatinya. Ibu jangan khawatir saya akan membahagiakan anak ibu."
Tak bisa bicara lagi, Ningrum hanya bisa menangis sesugukan karena terharu. Ia tak menyangka dokter di depannya itu akan menepati janjinya, yang ia anggap sebagai bujukan belaka. Akhtar memeluk Ningrum, ia mencoba menenangkannya. Ia berpikir mungkin Ningrum terkejut dengan pengakuannya yang tiba-tiba.
***
Hari berikutnya, Akhtar kembali menjenguk Arumi dengan membawakan buah-buahan segara. Sebelumnya ia telah mendapatkan kabar dari dokter Rafi, bahwa Arumi telah sadarkan diri dan mencari dirinya.
Akhtar mengetuk pintu kamar inap Arumi, Ningrum dengan segera membukakannya. "Ah. Dokter Akhtar. Silahkan masuk." ucap Ningrum. Ia mempersilahkan Akhtar masuk.
Setelah masuk Akhtar menyimpan buah-buah yang dibawanya di atas nakas. "Hei. Maaf baru bisa jenguk lagi." ucap Akhtar pada Arumi. Kemudian Akhtar duduk di kursi yang ada didekat tempat tidur Arumi.
Arumi yang sedang duduk diatas tempat tidur, memperhatikan Akhtar dari ia masuk hingga duduk disampingnya. Matanya tak pernah teralihkan dari dokter tampan itu. Sedangkan Ningrum, ia memberi ruang untuk mereka berdua dan memilih untuk keluar ruangan.
"Gimana keadaan kamu, apa ada yang sakit..?" tanya Akhtar.
Arumi hanya menggelengkan kepalanya sebagai jawaban. "Sudah makan..?" tanya Akhtar lagi.
Hanya anggukan yang diberikan Arumi. "Ja- janji..." ucap Arumi. "Dokter tidak bohong kan dengan janji waktu itu." lanjut Arumi dengan suara lirih, namun masih ter dengar. Ia tertunduduk malu.
Kemudian Akhtar meraih tangan Arumi dan menggenggamnya. "Iya. Saya tidak bohong. Cepat sembuhlah, agar kita segera menikah dan saya akan menemanimu." ucap Akhtar
Tiba-tiba Arumi memeluk Akhtar dan menangis dalam pelukannya. Sedikit terkejut dengan sikap Arumi yang memeluknya tiba-tiba, tapi Akhtar tetap membalasnya dan mengelus punggung Arumi. Dalam pelukannya, Akhtar merasakan jika tubuh Arumi sangat kurus. Mingkin karena ia telah lama dirawat di rumah sakit dan makannya tidak teratur.
Akhtar berharap keputusannya untuk menikahi Arumi, sebuah keputusan yang tepat. Tapi sayang, sepertinya Akhtar tidak memikirkan tentang hal yang akan datang. Ia hanya berpikir bagaimana agar Arumi segera sembuh. Karena merasa kasihan dengan kondisi Arumi, setelah waktu itu beberapa kali ia memperhatikannya.
****
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 27 Episodes
Comments