Rayinka tidak butuh waktu begitu lama untuk selesai bersiap, makan malam bersama Dimas bukan momen yang menarik. Maka usai mandi, ia menggunakan outfit sederhana, yakni celana jeans dan kemeja polos berwarna abu-abu. Tak ada riasan di wajahnya. Gadis berusia delapan belas tahun itu memiliki wajah cantik meski tanpa riasan. Dia hanya mengoleskan pelembab untuk bibirnya.
"I'm ready, let's go," ujar Rayinka ketika sudah sampai di ruang tamu.
"Loh, Re. Dimas udah rapi begini masak kamu pake outfit casual gini," bisik Mitha ketika mendekati Rayinka.
"Mi? Ini lagi trend di kalangan remaja, loh. Masak mami gak tau sih?" balas Rayinka tak kalah pelan ketika berbisik.
"Jangan ngaco deh? Mana ada polosan begini jadi trend. Cepet ganti, gih," kekeh Maminya.
"Ck, mami nih gak percaya. Bahkan sekelas artis ternama di negeri sebelah pakai begini ke rapat antar pengusaha. Simple tapi elegan," ujar Rayinka. Jelas itu semua mengada-ada. Gadis muda itu memang sengaja memakai outfit sederhana karena menganggap makan malam itu hanya sebagai kegiatan mengisi gabut saja.
"Tante.. saya boleh ajak Rayinka keluar sekarang? Hehe biar nanti pulangnya gak terlalu malam," izin Dimas sembari tersenyum saat mendekati Rayinka. Ia segera mengambil alih pembicaraan sebelum Mitha kembali mengomentari penampilan Rayinka.
"Udahlah, Mi. Biarkan mereka pergi dulu. Nanti kalau ada yang mau Mami sampaikan ke Rere, nunggu Rere pulang aja," ujar Aditama juga ikut mendekati Rayinka.
"Kalau begitu kami pamit, Om, Tante.. "
Aditama dan istrinya hanya tersenyum ketika menanggapi ucapan Dimas. Kedua paruh baya itu tahu betul bahwa putra bungsu Mateo ini yang memiliki peluang besar untuk menjadi penerus keluarga Mateo. Bagaimana pun, citra anak sulung Mateo benar-benar telah hancur.
"Bukankah mereka tampak cocok, Mi?"
Mitha tertawa, "Yah, kita hanya perlu mendidik anak kita sedikit lebih intens. Dia sudah dewasa sekarang, akal liciknya tampak makin terasah," ujar Mitha.
"Hahaha, bagaimana pun dia anak kita, Mi. Cerdas dan liciknya pasti pengaruh gen kita. Selama dia patuh dan gak membuat masalah, semua akan baik-baik saja," jawab Aditama sembari menaikkan kedua alisnya.
"Jangan terlalu lengah, Pi. Papi harus selalu mengawasi dia," ujar Mitha dengan nada serius.
"Sayang, selama ini dia sudah mencoba berontak berapa kali, hm? Pada akhirnya dia tetap harus patuh, kan? Intinya.. tidak peduli apapun yang ia cintai, jika ia berontak, maka kita harus menghancurkan segala hal yang ia cintai," jelas Aditama tak kalah serius.
"Tetap saja Papi tidak boleh terlalu keras, oke? Bagaimanapun, dia anak kita. Aku cukup menyukainya," ujar Mitha. Sang suami hanya tersenyum sembari mengecup dahi sang istri.
Malam itu, dua paruh baya itu telah memiliki rencana masing-masing jika Rayinka berhasil menjadi kekasih Dimas. Kedua orang itu sungguh sama-sama menyukai harta dan kedudukan.
Sementara Rayinka, gadis yang mulai berontak itu, sungguh tak tahu tentang dirinya sendiri. Semua identitas yang diberikan orang tuanya sejak kecil murni buatan Aditama dan istrinya.
......................
"Sorry karena harus ganggu kamu, Ray," ujar Dimas memecah hening. Mereka kini berada di kafe ternama Rosendria. Sejak perjalanan, tak ada yang memulai pembicaraan. Maka sembari menunggu pesanan datang, Dimas yang lebih dulu memulai.
"What's going on, Dim?" ujar Rayinka ingin langsung pada topik pembicaraan.
"Actually, aku cuma pengen ngobrol aja sama kamu. Kalau di sekolah, kamu selalu menghindar. Jadi, ini satu-satunya cara untukku bisa bicara denganmu, Ray," jelas Dimas
"Hm, baiklah. Mumpung aku memberimu kesempatan, jangan buang waktuku hanya untuk mengobrol hal-hal yang tidak penting, oke?"
Dimas tertawa mendengar ucapan Rayinka, "Memang layak mendapat julukan Cold Queen," lanjutnya.
"Permisi kak, ini pesanannya," ujar seorang pelayanan perempuan sembari memindahkan beberapa makanan dan minuman ke meja Rayinka dan Dimas.
"Terimakasih, mbak," ujar Rayinka dan Dimas bersamaan.
"Kalian tampak serasi sekali, jika butuh bantuan untuk mengambil potret, silakan beritahu saya ya, Kak," ujar pelayan itu.
"Ah begitu, boleh de..... "
"Nggak usah, mbak. Saya dan bapak ini tidak datang untuk berkencan," ujar Rayinka memotong pembicaraan Dimas lalu menyeruput minuman yang dipesannya.
Dimas hanya tersenyum kikuk dengan perlakuan Rayinka, "Heheeh, maaf ya mbak, teman saya emang selalu judes begini," lanjut Dimas merasa tak nyaman hati dengan pelayan yang telah berusaha menawarkan kebaikan. Lelaki itu kemudian memberi tip pada pelayan perempuan itu.
"Ray, boleh aku tanya sesuatu?"
Rayinka mengangguk, lalu menyantap sepotong steik daging yang dipesannya.
"Kenapa kalau di sekolah kamu selalu menghindari aku?" tanya Dimas sembari memotong makanannya menjadi potongan kecil-kecil.
"Aku tidak menghindar. Kenapa aku harus menghindar dari seseorang yang tidak memiliki hubungan apapun denganku?" singkat Rayinka.
"Hahaha, benar juga. Padahal ada banyak orang yang ingin berteman denganmu, Ray. Termasuk aku."
"Bukannya ada banyak orang yang bisa kamu temani alih-alih selalu berusaha mendekatiku?"
"Hm, orang-orang di sekolah itu hampir semuanya hanya mementingkan keuntungan dalam pertemanan. Tidak ada yang benar-benar tulus ingin berteman. Tapi ketika melihatmu, aku merasakan hal berbeda," ujar Dimas.
"Apa yang berbeda?"
"Setahun lalu, saat kamu kabur dari pesta, aku melihatmu menangis di bawah pohon rindang taman dekat sekolah. Lalu seorang anak kecil mendatangimu, meminta bermain. Padahal kau tidak tahu itu anak siapa, tiba-tiba muncul di taman umum sendiri, tapi kau malah mengiyakan ajakannya untuk bermain. Untung saja, anak itu benar-benar tersesat."
Rayinka terdiam, ia masih berusaha mencari benang merah antara cerita Dimas dengan alasannya untuk berteman dengan Rayinka.
"Padahal saat itu, kamu tahu sendiri. Kasus penipuan melalui anak kecil sedang marak terjadi saat itu," lanjut Dimas.
"ah kasus itu.. hm, ya.. Aku hanya melihat anak kecil itu benar-benar kehilangan arah. Itu sebabnya aku tidak berpikir panjang untuk menerima ajakannya," jawab Rayinka yang kini menatap wajah tampan Dimas.
"Itu dia! Kamu bisa menilai seseorang dengan baik, Ray. Kamu tidak mudah tertipu dengan niat jahat orang-orang yang mengincarmu. I like it so much," Dimas begitu sumringah ketika memberi pernyataan itu.
Pujian singkat itu membuat Rayinka tersenyum. Selain Mahran, Dimas adalah orang asing kedua yang memberinya pujian dengan sungguh-sungguh. Rayinka bisa melihat itu melalui tatapan matanya.
"Kamu terlalu berlebihan, Dim. Aku hanya menebak asal saja."
"Nebak asal aja udah akurat, apalagi kalau serius loh?"
"Emang kamu pikir aku dukun, hah?"
Pertanyaan Rayinka membuat Dimas terbahak, ia merasa hatinya cukup ringan saat ini. Tawa Rayinka yang ia selipkan dari berbagai lelucon yang Dimas lontarkan juga menjadi penyembuh atas keresahan yang selama ini mengganggu Dimas Mateo.
Sedangkan Rayinka, ia sama sekali tak membahas Rendy dan kasus terbarunya itu. Ia memang sengaja menunda pembicaraan itu sampai Dimas sendiri yang menceritakan padanya.
Waktu demi waktu berlalu, dua insan itu sama-sama tenggelam dalam pembicaraan tentang sekolah, hobi, dan berbagai kesenangan lainnya. Sikap jutek Rayinka perlahan berkurang. Dimas cukup mengasyikkan untuk jadi tempat cerita.
"Ray, tadi aku bungkusin cemilan khas Rosendria untuk Mami Papi. Kita ambil dulu ya, terus kita pulang."
"Gak usah repot-repot, Dim."
"Aku gak merasa repot, ini ungkapan terimakasih karena telah mengizinkan putri semata wayangnya untuk pergi bersamaku," Dimas tersenyum bahagia.
"Terserah kamu saja lah," singkat Rayinka.
Usai menghabiskan makanan yang mereka pesan, Dimas dan Rayinka kembali ke mobil. Tak lupa mereka lebih dulu mengambil pesanan mereka di ruang drive thru.
Makan malam bersama Dimas cukup menyenangkan bagi gadis bermata biru itu. Ia merasa memiliki teman baru.
"Ray, aku boleh jujur?" tanya Dimas.
"Kejujuran yang bagaimana itu?"
"Akhir-akhir ini, pikiranku, hatiku, rasanya semua kacau. Masalah yang menimpa kakaku membuat ayah marah tiap hari. Dan mereka berdua, semua melampiaskan emosinya padaku. Aku bosan tiap hari dengar suara berteriak sembari mengucapkan kata-kata kasar.
Maka tadi, sebenarnya aku tak bisa menahan diri untuk bertemu denganmu, bukan hanya untuk mengajakmu jalan-jalan. Melainkan untuk melihatmu, Ray. Melihatmu saja sudah cukup menjadi obat untukku," jelas Dimas sembari menatap Rayinka.
"I see, Dimas. Aku tahu kamu sedang butuh teman untuk segala ceritamu kan? Silakan bercerita apapun di hadapanku. Selama aku tidak sibuk, pasti aku temani."
"Hahaha, Ray.. ray... emang sejak kapan Rayinka Aditama ada waktu senggang?" Rayinka hanya tersenyum.
"Ray.. boleh gak kita berteman?" tanya Dimas tiba-tiba. Ia selalu merasa nyaman ketika di dekat Rayinka Pemuda itu tak ingin menyiakan kesempatan yang ada untuk mengajak Rayinka berteman.
"Hm, tawaran yang bagus. Mari kita berteman," jawab Rayinka sembari memberi seulas senyumnya. Sementara Dimas, begitu bahagia dengan jawaban Rayinka.
Malam ini menjadi waktu pertemanan Rayinka dan Dimas Mateo. Kelas, hubungan ini hanya akan memberi air mata. Sebab Dimas dan Rayinka, seharusnya tidak saling mengenal. Namun benang merah yang mengikat mereka tak bisa diputus. Pada akhirnya, mereka jua akan tetap bertemu dan memiliki cerita lara.
...****************...
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 52 Episodes
Comments
Bilqies
pliss Thor jangan bikin Rere sedih lagi 😭😭
2024-05-23
1