Memulai Rencana Pertama

Fajar mulai menyapa langit. Baskara mulai mempersiapkan diri untuk menebar cahaya pada semesta. Burung-burung saling bersautan di antara melodi pagi. Embun pagi saling berderu menyapa dedaunan.

"Hoaaam!!"

Rayinka baru terbangun dari tidurnya yang cukup nyenyak. Buku-buku berserakan di meja, ia bahkan tidak sadar kapan dirinya terlelap di sofa perpustakaan dengan buku yang masih terbuka di tangannya. Meski begitu, pikiran Rayinka terasa lebih segar. Atmanya merasa lebih bebas.

"Krukk krukk"

Mendengar bunyi perutnya sendiri, wajah Rayinka langsung pias. Kemarin ia tidak makan apapun sejak siang. Pagi ini perutnya sudah menuntut untuk diisi nutrisi.

"Baiklah, mari kita mulai hari ini dengan semangat!" ujar Rayinka sembari tersenyum tipis. Ia masih mengantuk, tapi ia harus bersiap-siap pergi sekolah. Kebiasaan Rayinka memang baik, ia selalu bangun sebelum atau ketika fajar menyapa langit. Kecuali ketika hari libur, ia sengaja bangun siang karena setiap malam hanya bisa tidur tiga sampai lima jam.

Rayinka membereskan semua buku-buku yang berserakan. Ia mengembalikannya lagi ke tempatnya. Usai membereskan buku, Rayinka pergi mandi. Ia harus berangkat lebih pagi dari biasanya untuk mulai menjalankan rencananya.

Rencana pertama, membangun branding diri yang berbeda di hadapan semua orang.

Meski sulit, tapi rencana itu harus dilakukan. Rayinka harus membuat semua orang di rumahnya percaya bahwa ia tidak lagi memikirkan musik. Untuk sementara ini, ia harus berpura-pura menjadikan kejadian kemarin berhasil.

"Tidak perlu buru-buru untuk membuktikan kesalahan. Sebab pembuktian yang manjur itu hanya bisa dilakukan dengan strategi yang baik!"

Begitulah pemikiran Rayinka. Maka pagi-pagi sekali, jika sebelumnya ia akan memanfaatkan waktu untuk mencari inspirasi membuat lagu sebelum berangkat sekolah, maka kali ini langsung turun untuk sarapan.

Usai mandi dan berdandan tipis, ia turun untuk sarapan. Itu masih pukul enam pagi. Kebetulan sekali, Mami Papinya juga sedang bersiap untuk sarapan di meja makan.

Mami Papinya melirik Rayinka, merasa heran sebab di jam itu Rayinka sudah bersiap sarapan. Kedua orang tua Rayinka hari ini berangkat lebih siang dari biasanya karena akan langsung menghadiri pertemuan di kota seberang siang nanti tanpa perlu ke kantor lebih dilu.

"Ini kebetulan yang menguntungkan," batin Rayinka.

"Sarapan, Re?" sapa Maminya. Rayinka hanya menoleh, tak menjawab satu kata pun.

"Bi Inah.. masak apa hari ini?" tanya Rayinka yang lebih memilih mendekati Bi Inah yang sedang menghidangkan makanan.

"Ada makanan kesukaan Nona, salad sayur. Itu juga ada ikan laut, biasanya kalau pagi Nona lebih suka makan sayuran dengan lauk seafood," ujar Bi Inah dengan senyum canggung, kedua mata pelayan itu tampak lebih bengkak dengan mata pandanya.

"Bi Inah tau aja. Bekal Rere udah siap, Bi?" tanya Rayinka riang sembari menarik kursi.

"Be.. belum, Non. Bibi siapkan dulu," ujar Bi Inah terbata. Biasanya, Rayinka baru sarapan menjelang pukul tujuh. Maka Bi Inah menyiapkan bekal pukul setengah tujuh. Tapi kali ini, semuanya berubah. Bi Inah dengan tergopoh menuju dapur dan menyiapkan bekal untuk Rayinka.

Sementara di meja makan, Aditama dan istrinya tak mendapat satu kata sapaan pun dari Rayinka. Berbeda? Jauh. Sekesal apapun, biasanya Rayinka memberi satu dua kata sarapaan untuk mami papinya.

"Tumben banget kamu udah siap pagi gini, Re?" tanya papinya lalu melahap cumi bakar dengan sayur selada.

"Bagus, kan, Pi?" ujar Rayinka singkat. Dia memang berencana untuk tidak banyak bicara dengan kedua orang tuanya.

"Em, gitu dong dari kemarin. Benar kan emang? Abis semua musik itu dibuang, kamu jadi semangat belajar," ujar Papinya sembari tersenyum lebar.

Mendengar itu, Rayinka tertawa. Ia melepas tawanya begitu saja–ini hal yang jarang terjadi. Kalimat yang dilontarkan papinya itu terasa lucu bagi Rayinka. Ia menanggap perbuatan merusak barang kecintaan putrinya itu sebagai sesuatu yang bagus. Sungguh lucu!

"Bagus? Em. Lihat nanti aja, bagus atau enggak," singkat Rayinka sembari tersenyum sinis. Ia tidak lagi berminat untuk melanjutkan sarapan.

Gadis berambut pendek itu langsung meninggalkan meja makan. Ia pergi ke dapur dan mengambil bekal yang sudah disiapkan Bi Inah. Rayinka mengucapkan terimakasih lalu memeluk pelayan yang sudah mendidiknya dari kecil.

"Bi Inah matanya kok kayak panda sih, Bi? Jangan kebanyakan pikiran ya, Bi. Do'ain Rayimka aja, oke?" ujar Rayinka.

Bi Inah hanya mengangguk sembari meneteskan air mata. Ia merasa lega sebab Rayinka bisa mengatasi rasa sedihnya. Ia merasa lega sebab Rayinka sudah tidak lagi marah kepadanya.

"Nona sudah mau berangkat?"

"Yap, nanti sore Rere ada kelas tambahan. Jadi pulangnya bakal rada sore. Rere harus lebih pintar mulai sekarang, kan?" tukas Rayinka sumringah.

Bi Inah hanya mengangguk paham, ia meminta Rayinka untuk tidak lupa makan dan segera pulang jika sudah selesai. Bagaimanapun, Rayinka tetap harus menjaga kesehatannya.

"Rayinka berangkat ya, Bi. Dah!!" pamit gadis berambut pendek itu sembari meninggalkan Bi Inah.

Sebelum berangkat, Rayinka melewati kedua orang tuanya begitu saja. Ia tak berpamitan atau pun memberi salam untuk Aditama dan istrinya.

Melihat tingkah anaknya, Aditama merasa geram sendiri. Bagaimanapun ia menginginkan perlakuan sopan santun dari Rayinka. Sikap Rayinka yang seperti ini malah terkesan bahwa ia tak mengakui kehadiran kedua orang tuanya sebagai sesuatu yang penting untuknya.

"Ray..... "

"Pi udah... Biarin Rayinka pergi dulu. Dia mungkin masih sedih dengan keputusan kita kemarin. Kita kasih dia waktu ya, Pi. Kasian Rayinka kalau terus Papi marahi," bujuk istrinya pelan.

"Tapi dia gak ada akhlak, Mi. Orang tuanya di sini harusnya pamit dulu, kan?" jelas Aditama yang masih merasa kesal.

"Pi... kita selama ini jarang sama Rere. Kita gak pernah tahu kapan Rere merasa sedih dan menangis. Mungkin hati Rere saat ini masih benar-benar sakit karena dia kehilangan alat musiknya, Pi. Kita tinggal nunggu waktu yang pas untuk nasihatin dia lagi perihal sikapnya ini, kan? Lagian kita juga harus bergegas pergi biar gak telat ke rapat penting itu kan, Pi? jangan sampai psikis kita kacau cuma karena sikap Rere yang masih kayak anak kecil, ya?"

Bujukan istrinya itu berhasil meredakan amarah Aditama. Sedikit banyak, istrinya terpengaruh dengan sikap Rayinka yang jelas-jelas lebih memperhatikan Bi Inah dari pada dirinya. Istrinya itu, Mitha Ayu Aditama, baru merasakan sebuah kecemburuan atas sikap Rayinka yang lebih mementingkan Bi Inah.

"Kalau sikap Rere terus begini, sepertinya.. kehadiran Bi Inah juga memberi dampak buruk untuk putriku," batin Mitha kesal.

...****************...

Terpopuler

Comments

Bilqies

Bilqies

aku mampir lagi Thor

2 🌹 untukmu ☺️

2024-05-22

0

Syiffitria

Syiffitria

kaaaaa makasihhhhh/Smile//Smile//Smile/

2024-05-23

0

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!