Sudah enam hari sejak Mahran berpamitan kembali ke dunianya. Setiap sore, Rayinka akan menatap senja sembari menyanyikan lagu-lagu sendu miliknya. Bibirnya melantunkan lagu sendu, tapi pikirannya menayangkan wajah yang kian hari makin dirindu.
Rayinka tidak bisa memungkiri bahwa ia benar-benar merindukan lelaki aneh itu. Lelaki yang membuatnya nyaman dalam waktu sekejap. Sesekali hati Rayinka menanyakan terkait kapan Mahran akan mengunjungi dunianya lagi, tapi.. di waktu itu pula ia menepis hal itu, menganggapnya sebagai sesuatu yang tidak seharusnya dipikirkan.
"Hm, kenapa harus ada pertemuan jika ujungnya harus berpisah?" begitu pikirnya.
Hari-hari Rayinka berlalu dengan cukup membosankan. Teman-teman sekolah yang penuh drama, kehadiran Dimas yang cukup sering mengganggunya, serta segala tuntutan kedua orang tuanya. Semua itu membuat Rayinka semakin bosan dan kesepian.
"Jika esok kamu akan pamit pergi lagi, aku akan meminta sesuatu yang membuatku bisa bicara denganmu. Bukankah dunia ajaib di novel bisa seperti itu? Masak Mahran ga bisa?!" celetuk Rayinka sembari menatap senja.
Setiap sore, Rayinka hanya akan bercerita tentang Mahran. Sebab hanya topik tentang dia yang tak pernah membosankan untuk diceritakan. Lelaki yang mengaku kaisar Aetheria itu benar-benar memberi warna baru di kehidupan Rayinka.
"Bentar deh.. bukannya Mahran bilang dunianya bisa terhubung dengan lagu? Kalau aku bikin lagu baru... Kira-kira nyampe gak ya?"
Rayinka tersenyum lebar dengan ide yang datangnya tiba-tiba itu. Ia akan membuat lagu baru, menyematkan pesan tersembunyi untuk lelaki yang selama ini selalu mengganggu pikirannya.
Maka sejak sore itu, pikiran tentang Mahran ia rupakan nada-nada ceria. Gadis berusia delapan belas tahun itu selalu totalitas jika sedang berurusan dengan musik, terlebih ketika menciptakan lagu. Ia akan mengerahkan pikiran, tenaga, perasaan, dan waktunya untuk menciptakan sebuah maha karya.
Jika saja waktu,
mampu mengembalikan kenang,
aku tak ingin mengoar sesal,
cukup sebuah pinta,
semoga kamu lebih cepat menemuiku.
Sepotong lirik lagu baru yang belum berjudul itu membuat Rayinka tersenyum lega. Rindunya seakan terbayar. Lagunya memang belum selesai, tapi mengingat dirinya masih dan akan tetap berjuang, membuat Rayinka merasa puas.
Di masa-masa seperti ini, Rayinka sepenuhnya lupa tentang kesepian dalam hidupnya. Nada-nada yang ia rangkai itu menjadi warna-warna indah. Menjelma semburat kebahagiaan dalam kanvas lukanya.
Esok, tidak hanya lagu yang akan menjelma bagian hidup Rayinka, melainkan kehadiran sosok lelaki yang akhir-akhir ini selalu ia rindukan, juga akan menjadi bagian keping hatinya. Entah apakah kepingan itu akan menetap dengan wewangian cinta, atau malah melubangi hati Rayinka sebab harus berkelana ke kehidupan lain.
......................
Dua minggu usai Mahran pergi
"Nona, waktunya sarapan. Tuan dan Nyonya sudah menunggu di meja makan," ujar Bi Inah usai mengetuk pintu kamar Rayinka.
Tanpa menjawab apapun, Rayinka membuka pintu dengan tampilan yang sudah rapi. Ia mengucapkan terimakasih pada Bi Inah lalu bergegas pergi turun dari kamarnya.
Ketika melihat kedua orangtuanya, Rayinka tak memberi sapaan apapun. Ia hanya berlalu dan mengabaikan ajakan sarapan bersama itu.
"Re! Sarapan dulu!" cegah Papinya tegas.
"Kalau aku gak mau?" jawab Rayinka menghentikan langkahnya sembari menatap papinya.
"Jangan kurang ajar, Re! Papi dan Mami perlu bicara sama kamu!"
"See? Sarapan bukan waktunya ngobrol, Pi. Kalau Papi dan Mami ada urusan sama Rayinka, ntar malam aja kasih tahunya. Rayinka buru-buru ada bimbingan lomba!" sergah Rayinka. Jelas itu bohong, ini hari Minggu. Rayinka tidak ada bimbingan apa pun.
"Re, kamu tahu Papi dan Mami sibuk, kan? Nanti malam kami ada meeting. Gak ada waktu. Jangan membangkang terus, Re. Bimbinganmu masih bisa menunggu!"
"Kalau Papi dan Mami gak ada waktu untuk memenuhi permintaan aku, kenapa aku harus punya waktu untuk memenuhi permintaan kalian? Aku bukan pesuruh kalian, Pi, Mi. Aku anak kalian," tegas Rayinka lalu meninggalkan kedua orangtuanya yang mematung tanpa kata di meja makan.
Pernyataan Rayinka itu cukup mempengaruhi hati Aditama dan istrinya. Rayinka yang mereka tahu biasanya selalu menurut, meski sesekali marah, tapi itu bisa cepat selesai hanya dengan hadiah istimewa atau meminta Bi Inah meredakan amarahnya.
Tapi kali ini berbeda. Sejak kejadian setahun lalu, saat Rayinka kabur dari pesta, ia sangat berubah. Bahkan hadiah istimewa atau pun nasihat Bi Inah tidak lagi mempan padanya. Ia menjadi putri yang semaunya sendiri. Ia makin tak suka diatur. Dan ucapannya makin sembrono pada kedua orang tuanya.
"Makin hari.. anak ini makin gak tahu diri, Mi," ujar Aditama pada istrinya.
"Tapi, Pi. Ucapan Rayinka ada benarnya. Kita jarang meluangkan waktu untuk... "
"Kita capek lembur begini juga demi dia, Mi! Emang dia bisa bayar uang sekolahnya sendiri? Dia bisa pake barang mewah ke sekolah dengan uangnya sendiri?! Anak itu naif sekali! Apa salahnya kita bekerja pagi sampai malam jika itu juga untuk kebaikannya?"
"Pi, sabar, pi. Mungkin Rayinka butuh waktu untuk memahami itu."
Watak Aditama memang telah dibutakan dengan harta. Baginya, uang adalah satu-satunya harta. Ia lupa bahwa waktu untuk anaknya juga merupakan harta berharga. Dan celakanya, istrinya pun bahkan tak menyadari bahwa mereka terperangkap dalam jebakan harta dunia.
Lantas bagaimana Rayinka bisa tetap terpuruk? Salahkah ia jika melawan? Salahkah ia jika meminta haknya untuk disayangi? Salahkah ia jika ingin membalikkan keadaan atas apa yang ia alami?
"Bi Inah!" Nada tinggi Aditama itu membuat seluruh penduduk rumah gemetar.
"Buang semua peralatan musik Rayinka dan semua hal miliknya yang berhubungan dengan musik!! Dia jadi pembangkang sejak makin mahir bermain musik. Buang saja semua itu biar dia tahu rasa!!" titah Aditama.
"Tuan maafkan saya.. Maaf jika saya lancang.. Tapi musik itu satu-satunya yang menjad teman Nona ketika Nona merasa kesepian, Tuan," jawab Bi Inah sembari menunduk takut. Ia tak sampai hati membuang hal-hal yang dicintai Rayinka. Ia tahu betul betapa Rayinka kesepian, kesakitan, hingga teramat luka ketika orang tuanya mengabaikan gadis penyuka senja itu.
"Kalau saya bilang buang, ya buang! Kamu berani meragukan keputusan saya?!" tegas Aditama sembari menunjuk wajah Bi Inah tajam.
"Semua pelayan di rumah ini segera keluarkan alat musik Rayinka dan segala hal yang berhubungan dengan musiknya! Jika ada yang tidak membantu, besok silakan pergi dari rumah!"
Mau tidak mau, meski dengan hati berat, semua pelayan di rumah itu langsung melaksanakan perintah tuannya, termasuk Bi Inah.Aditama mengawasi segala aktivitas pembuangan alat musik itu, mulai dari dikeluarkan dari kamar Rayinka, hingga dibakar sampai tak tersisa apapun.
Semua pelayan hanya bisa menangis dalam diam. Menahan amarah dan kesal pada tuannya yang tak punya rasa kasih itu. Sementara Bi Inah, hatinya remuk. Dia tidak tahu bagaimana perasaan Rayinka saat ia tiba nanti. Yang jelas, pasti akan sakit.
"Mampukah aku menenangkan hati nona nanti? bagaimana caranya? musik yang jadi kekuatan hatinya selama ini telah habis dibakar api. Bagaimana ini?" batin Bi Inah dengan air mata yang terus mengalir.
Sementara Rayinka, yang telah pergi menikmati udara segar sembari mencari sarapan di luar untuk menyenangkan hatinya, sungguh tak akan menyangka kejadian ini. Ia bahkan tidak punya pikiran jika orang tuanya akan merusak apa yang ia cintai. Maka kebahagiaan mencari sarapan di pagi itu, akan berakhir dengan luka yang lagi-lagi akan berbelas di hatinya.
...****************...
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 52 Episodes
Comments
Bilqies
jahat sekali papanya rayinka, orang tua macam apa dia yang rela membakar barang kesayangan milik anaknya.
lalu gimana dia bisa bertemu dengan mahran lagi thoor 😭😭😭
2024-05-08
1
Sri Agustina
haha dia kangen sm mahran tuh!!!/CoolGuy/
2024-04-13
0
Anita Jenius
Lanjut baca di sini thor
2024-04-11
1