Di Ambang Keputusan

"Ck, sok tau banget sih!" ujar Rayinka kesal.

"Dimas Mateo, putra bungsu keluarga Mateo. Sepertinya dia menyukaimu," celoteh Mahran sembari tersenyum kecil.

"Apakah kaisar Aetheria memang begini? Selalu sok tau?!"

"Aku memang tahu. itu fakta. Kamu lupa kalau aku bisa mengetahui perasaan seseorang hanya dari musik yang mereka nyanyikan? Irama, melodi, dan getaran suara mereka mewakili perasaan itu," jawab Mahran lalu merebahkan tubuhnya di sofa perpustakaan.

"Terus? Kaisar yang terhormat ini mau bilang Dimas Mateo telah jatuh hati padaku karena lagunya menjelaskan begitu?"

"Cerdas! Dia sering membuat lagu juga, liriknya selalu melow. Meski aku hanya bisa terhubung dengan lagunya, itu jelas menggambarkan perasaan mendalam terhadap seorang perempuan yang telah lama disukainya," jelas Mahran.

Pernyataan itu membuat Rayinka terdiam, ia ingat beberapa waktu lalu saat Dimas membela dirinya di depan orang lain. Dia juga ingat... ketika Dimas pernah menghampirinya usai kabur dari pesta setahun lalu. Tapi Rayinka mana peduli? Dia malah menganggap Dimas berlaku seperti itu hanya karena mengasihaninya saja.

"Ck, lagian kaisar ini kan tidak tahu perempuan itu siapa. Jadi mana bisa kaisar tiba-tiba mengatakan dia menyukaiku?"

Mendengar kalimat Rayinka membuat Mahran tertawa, lucu sekali mendengar seorang manusia berhati dingin ini memanggilnya kaisar.

"Kenapa tertawa sih?!"

"Kamu lucu kalau panggil aku kaisar, Ray!" jawabnya masih tertawa.

"Astaga bodo amat, males ngeladenin cowok dari antah berantah kek begini!"

Rayinka langsung meninggalkan Mahran dengan hati yang kesal. Dia belum pernah menemui lelaki yang begitu menyebalkan seperti Mahran.

"Malam ini jangan mengotori ruangan ini, oke? Pastikan juga rambut panjangmu itu ga rontok kesana kemari. Paham?!"

Mahran hanya melambaikan tangan pada Rayinka. Ia tak peduli ucapan itu. Bagi Mahran, gadis berambut pendek itu harusnya membiarkannya bebas di ruangan itu. Toh dia sudah menolongnya dengan memberikan satu-satunya obat ramuan yang ia miliki untuk memulihkan tubuh Rayinka.

"Ck, dasar gadis tak tahu berterimakasih," batin Mahran.

Setelah meninggalkan Mahran, Rayinka kembali berbaring. Berkelana dengan seluruh pikiran berkabutnya. Ia teringat perkataan Mahran, apa yang dia katakan itu benar? Atau hanya prediksi Mahran semata?

Sedetik kemudian Rayinka merogoh sakunya, ia mengambil surat beramplop coklat. Kenapa Dimas sampai memberinya surat? Kenapa dia begitu peduli pada Rayinka?

Dear, Rayinka Aditama.

Awalnya, aku ingin melakukan segala kebiasaanku terhadap bayanganmu yang tiba-tiba mampir di kepala. Mengusirnya dengan segala upaya. Tapi kali ini ternyata tetap tidak bisa. Aku Terus-terusan memikirkan kabarmu. Apa kau baik-baik saja, Re? Apa kau butuh seseorang untuk tinggal di sisimu? Apakah orang tuamu lagi-lagi menuntut banyak hal dirimu?

Re, sungguh, aku tidak akan memaksamu menceritakan banyak hal padaku. Tapi ketahuilah, aku siap mendengar cerita apapun darimu bahkan meski itu hanya 1 kalimat. Aku akan mendengarkanmu, menemanimu meski sambil diam seribu bahasa.

Kuharap, semoga surat ini setidaknya membuat hatimu sedikit lega, Re. Aku menunggu kabar darimu.

With Love,

Dimas Mateo.

Entah bagaimana, semua tulisan itu membuat air mata Rayinka tak lagi tahan mendekam di tempatnya. Ia mengalir begitu saja. Ada sesak yang mendalam di hatinya. Ingatan tentang orang tuanya menyeruak begitu saja. Dan kepedulian Dimas semakin membuat hatinya rapuh. Dia tidak pernah merasa kepedulian semacam itu. Bahkan meski hanya kata-kata saja, ia tidak pernah mendapatkannya.

Akhirnya lagi-lagi Rayinka terisak di antara gemintang yang menghias malam. Dan di balik bilik lemari itu, Mahran mendengar semuanya. Mahran mendengar jelas suara hati Rayinka beserta isak tangisnya yang begitu pilu.

"Kau sudah sering menderita, Ray. Aku tidak akan membiarkanmu terus terluka," bisik Mahran sendu. Ia terus terjaga sampai tak lagi mendengar suara isakan apapun. Ketika itu, Mahran meniupkan cahaya kedamaian. Cahaya itu terbang lalu menyentuh kening gadis remaja itu.

"Setidaknya, kau harus tidur nyenyak usai menangis, Ray," bisik Mahran.

......................

Fajar mulai menyingsing di ufuk timur. Kokok ayam saling bersautan di antara embun pagi yang sendu. Rayinka perlahan terbangun dari mimpinya. Matanya masih sembab, tapi hatinya bahagia. Ia tidur nyenyak sekali malam tadi.

"Astaga aku bermimpi indah, jarang sekali. Rasnya tidak ingin bangun," ujarnya setengah sadar dengan mata yang masih tertutup.

Cahaya yang ditiupkan Mahran semalam telah menuntun jiwa Rayinka menuju Aetheria. Ia melihat taman bunga yang begitu menakjubkan. Mawar-mawar bermekaran, bunga-bunga lain pun seakan melambai penuh kesenangan.

Rayinka bermain di antara bunga-bunga itu. Bersama kupu-kupu terbang dengan sayap yang begitu menawan. Ia tidak tahu bahwa itu adalah dunia Mahran. Yang jelas, dalam mimpi itu ia melihat Mahran tersenyum padanya. Senyum yang mendamaikan.

Dalam mimpinya, Mahran menggunakan jubah putih dengan motif indah berwarna keemasan. Ia mengajak Rayinka bernyanyi. Dengan alam sebagai pengiringnya, mereka berdua menyanyikan lagu-lagu indah yang entah bagaimana Rayinka bisa menghafalnya meski tak pernah mendengar sebelumnya. Mereka bernyanyi bersama. Dan entah bagaimana, hati Rayinka begitu nyaman di sisi Mahran.

Melihat kedamaian di wajah Rayinka ketika ia tidur membuat Mahran bahagia. Ia sudah bangun lebih awal dari perempuan cantik itu. Membersihkan diri dan mengganti pakaiannya di kamar mandi perpustakaan. Dia menggunakan pakaian seadanya yang ia ambil dari lemari perpustakaan. Kaus dan celana dengan size seukuran tubuhnya itu membuat ia lebih nyaman dari pada menggunakan pakaian dari dunianya.

Usai berpakaian rapi, Mahran membaca beberapa buku di perpustakaan, lalu membuka lemari yang menghubungkannya ke kamar Rayinka. Dilihatnya Rayinka masih bergelut dengan selimut hangatnya. Namun sayangnya, kokok ayam yang tak henti-hentinya bersuara itu membuat Rayinka terganggu.

"Berhentilah ayam-ayam, aku masih mau bermimpi indah!" ujar Rayinka yang masih terpejam matanya.

"Ekhem, udah pagi, Ray. Kamu masih betah mimpiin aku di sana, hm?" celetuk Mahran sembari mendekatkan wajahnya pada gadis muda itu.

Rayinka terkejut bukan main, ia membuka lebar matanya. Pipinya langsung memerah ketika melihat lelaki di depannya.

"Kok merah banget pipinya?" goda Mahran.

"Aaaaa! Sejak kapan kamu di situ? Kamu mau berniat jahat, ha?!" ujar Rayinka salah tingkah. Kesadarannya belum penuh, ia bahkan ketahuan memimpikan Mahran. Bagaimana dirinya bisa menahan rasa malu itu?

Mahran menyunggingkan senyumnya, "Kalau aku mau berniat jahat, untuk apa kemarin aku menolongmu, hm?" tanya Mahran sembari menatap Rayinka damai.

Tatapan itu membuat Rayinka semakin salah tingkah, "Apa-apaan laki-laki ini? Baru saja bertemu, sudah membuat hatiku seperti roller coster," batinnya masih menahan malu.

"Cepat mandi gih! Habis itu ajak aku jalan-jalan keliling kota," titah Mahran.

"Ck, menyebalkan sekali. Aku hari ini harus pergi sekolah. Kamu jalan-jalan sendiri aja!" ketus Rayinka.

"Bagaimana kalau aku kesasar?"

"Gampang aja, kalau kesasar, tinggal nunggu waktu senja, terus balik lagi deh ke tempatmu!" ujar Rayinka asal.

"Portalku untuk melintasi dunia hanya ada di sini. Aku tidak akan bisa pergi ke duniaku meski senja sekalipun kalau tidak dari titik di kamar ini," jelas Mahran.

"Astaga merepotkan sekali. Tapi tunggu dulu, kamu pakai baju di lemari?" Rayinka baru menyadari bahwa Mahran melepas kostum kebesarannya. Dan baju yang ia pakai...

"Yah, rasanya terlalu panas memakai busanaku kemarin di dunia ini. Terus aku menemukan baju ini, jadi kupakai saja," jawab Mahran polos.

"Hm, baguslah kalau muat," jawab Rayinka.

"Lah emang ini baju siapa, Ray? Gak mungkin kamu beli baju ukuran segini untuk dirimu, kan?"

"Kepo! Dah ah, aku mau sekolah. Kamu di sini aja dulu ya, Mahran si Kaisar yang sok tahu."

"Aku ikut ke sekolah!"

"Apa-apaan itu?! Gak ada! Kamu aja gak bisa keluar dari kamar ini gimana mau ikut aku ke sekolah. Gak, nih ku kasih laptop aja, kamu nonton drama aja ini," Rayinka segera mencomot laptop yang ada di mejanya agar Mahran tidak berbuat hal-hal semaunya.

"Rayinka, lihat ini," Mahran mengeluarkan sebuah jubah transparan. Ia memakainya, lalu dalam sekejap menghilang. Rayinka dibuat melongo.

Lelaki berambut panjang itu kemudian melepas jubahnya, "Semua penduduk Aetheria yang diutus ke dunia ini sudah pasti dibekali dengan beberapa alat yang berguna untuk menyembunyikan identitas mereka. Ini masih salah satu alat yang nilainya rendah, masih banyak alat-alat lainnya yang bernilai tinggi."

"Astaga.. ini sungguh akan merepotkan. Aku tidak mau ambil resiko, deh. Kamu menghilang gini terus aku gak bisa ngawasin kamu. Gimana kalau kamu tiba-tiba diculik iblis?"

Mahran tertawa, ia menjitak dahi Rayinka pelan, "Adanya iblis yang aku culik, Ray."

"Tapi, Ran.... "

"Pokoknya aku akan ikut. Anggap aja ini rasa terimakasih karena kemarin aku memberimu ramuan obat itu. Toh nanti sore aku juga sudah kembali ke duniaku, kamu tidak akan repot lagi," Mahran keras kepala ingin keluar dari kamar Rayinka. Ia ingin tahu bagaimana keseharian Rayinka.

Sebagai seorang kaisar yang mendapat tugas untuk memperbaiki benda legendaris yang begitu penting, ia harus segera bertindak. Musik Rayinka memiliki hubungan dengan keberadaan benda itu. Bukankah ia harus lebih cepat mengenal Rayinka lebih dalam agar dapat menganalisa benang merah musik Rayinka dengan keberadaan benda itu.

"Huft, pagi-pagi sudah menyebalkan. Terserah lah! Pokoknya jangan berbuat onar, paham?"

"Siap, Tuan Puteri," jawab Mahran sembari tersenyum lembut. Lelaki bermata biru itu akhirnya ikut ke sekolah Rayinka. Rambut panjangnya ia biarkan terurai. Jubah ajaib yang dipakainya membuat ia selamat dari penglihatan orang-orang di rumah Rayinka.

Rayinka pergi menggunakan mobil mewah berwarna hitam mengkilat yang ia dapat sebagai hadiah ulang tahun ke-17. Selama di perjalanan, Rayinka memberi tahu Mahran beberapa hal yang ada di perkotaan. Sesekali Mahran tampak takjub karena teknologi di dunia Rayinka yang tampak menyenangkan. Matanya kadang berbinar kala melihat toko-toko pakaian pria.

"Pulang sekolah nanti, aku ingin membeli itu, Ray," ujar Mahran sembari menunjuk baju setelan kemeja di butik pakaian pria.

"Itu tuh pakaian mahal, emang kamu juga dibekali uang untuk turun ke dunia ini?"

"Ray, sepertinya kamu terlalu meremehkan dunia kami ya?" Mahran kemudian menjetikkan jarinya, lalu muncullah sebuah kantong berisi banyak sekali permata seperti safir, giok, berlian. Rayinka lagi-lagi dibuat melongo, apakah dunia Mahran sekaya itu?!

"Tolong nanti bantu aku menjual ini. Tapi aku tetap tidak boleh boros. 1 batu ini sepertinya cukup untuk membeli pakaian-pakaian yang cocok kugunakan di dunia ini," jelas Mahran sumringah.

"Terserah lah!" ketus Rayinka. Dia mengemudikan mobilnya dengan cepat. Mahran menggunakan jubah tembus pandang itu ketika di sekolah Rayinka. Ia berjalan kesana kemari sembari mencermati siswa siswi dengan baju putih abu-abu.

Selama di sekolah, Rayinka bahkan tak bicara dengan siapapun. Tentu juga tidak ada yang berani mengajaknya bicara meski di sosial media banyak sekali yang membalas cuitannya. Ini bukan tanpa alasan, Rayinka memang dikenal sebagai perempuan dingin. Dia tak segan memberi sikap tak acuh pada orang-orang yang berusaha mendekatinya. Tapi meski begitu, Rayinka tidak pernah kesulitan. Ia suda terbiasa mengatasi apapun dengan dirinya sendiri.

Akhirnya, hari itu, Mahran tidak menemukan apapun yang berhubungan dengan benda legendaris itu. Ia hanya menemukan betapa kuatnya Rayinka berjalan seorang diri selama di sekolah. Padahal di balik tapaknya, ada orang-orang yang siap menerkamnya dengan ganas.

"Kamu tidak bosan terus menyendiri begitu?" tanya Mahran ketika sudah sampai di mobilnya.

"Aku lebih suka begini," jawab Rayinka santai.

"Ray, aku tidak tahu apa yang membuatmu betah dengan kesendirian. Tapi yang jelas, mulai sekarang kamu akan belajar untuk hidup berdampingan."

"Kenapa begitu?"

"Karena mulai saat ini, aku akan sering berada di dekatmu," ujar Mahran sembari menatap mata Rayinka dengan lembut.

"Ekhm, semoga aku mendapat kekuatan untuk berdampingan dengan orang menyebalkan seperti dirimu!"

Mahran hanya tertawa. Mereka kemudian pergi ke toko perhiasan untuk menjual batu milik Mahran. Usai itu, mereka membeli beberapa barang yang akan Mahran gunakan ketika berada di dunia Rayinka. Mahran juga menyewa sebuah apartemen yang berdekatan dengan rumah Rayinka. Ia tahu betul, bahwa ke depannya ia akan butuh tempat tinggal.

"Hem, senja sudah akan tiba. Kita kembali ke kamar," ajak Rayinka.

"Ray, aku lupa memberitahumu. Sepertinya kita harus menemukan cara lain untuk masuk ke kamarmu. Jubah ini sudah kehabisan daya. Aku harus mengisinya selama seminggu agar bisa digunakan kembali."

"What?! Terus... gimana cara kamu masuk kamar aku sekarang?! Kalau orang-orang rumah tahu ada cowok masuk kamarku, itu bakal menciptakan permasalahan besar, Mahran."

"Aku tahu. Bagaimana kalau kamu pura-pura mengatakan bahwa aku temanmu? Dan kita ada kerja kelompok... semacam itulah. Bukankah bisa?"

"Gak bisa, Mahran!! Aku gak pernah kerja kelompok di rumah, apalagi di kamarku, astaga."

"Ah sepertimya aku harus memperluas titik jangkauanku untuk bisa melintasi dunia."

"Nah benar! Apa itu tidak bisa dilakukan sekarang?"

"Tidak, Ray. Aku harus mengubah beberapa program dari ruang sistem duniaku untuk bisa melakukannya."

Rayinka menggigit bibirnya, ia benar-benar tak memiliki ide untuk masalah ini.

"Dan sialnya, untuk pengembalian pertama sebagai laporan pada para tetua, aku tidak boleh terlambat atau tidak kembali."

"Apa yang terjadi jika kau terlambat?!"

"Aku akan dihukum cambuk 100x."

Mendengar itu membuat Rayinka menutup mulutnya kaget, kenapa bisa seberat itu?

"Bukankah itu jahat, Mahran?"

"Tidak, Ray. Ini sepadan karena aku telah mengkhianati kepercayaan mereka untuk melapor tepat waktu terkait amanah yang mereka berikan."

"Hmmm... apa yang harus aku lakukan sekarang?"

Rayinka benar-benar merasa panik, ia tidak mungkin membawa Mahran ke dalam kamarnya. Itu akan memberikan bencana untuk Rayinka. Tapi jika Mahran tidak segera kembali, maka Rayinka akan membuat Mahran dalam masalah.

"Astaga, benar-benar menyebalkan!" batin Rayinka kelu.

...****************...

Terpopuler

Comments

Bilqies

Bilqies

hai Thor aku udah mampir yaa
ku kasih 🌹 untukmu

2024-04-29

1

Ai

Ai

Tinggalin jejak dulu

2024-04-24

1

Novi Kamila

Novi Kamila

/Kiss//Kiss/

2024-04-24

1

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!