Senja dan Kamu

Tiada kata dalam sepiku.

Hanya air mata..

memeluk lukaku.

dimana bisa ku temukan suka?

dimana bisa ku temukan bahagia?

dimana Tuhan sembunyikan cinta?

aku sungguh mendambanya.

Suara pilu yang terus mengalun dari balik jendela kamar Rayinka hanya menyisakan luka yang makin menumpuk di hatinya. Hari ini, ia tidak lagi berselera menceritakan kisah bahagia pada senja yang ditunggu-tunggunya. Air matanya sudah berhenti mengalir, mata biru itu kini sembab. Tak ada yang bisa mengganggu kepiluan gadis yang beranjak dewasa itu. Bahkan meski berkali-kali Bi Inah mengetuh pintu sembari membawa makan siang untuknya, tidak juga digubris oleh Rayinka.

*"Untuk apa aku ada jika hanya untuk direndahkan oleh orang-orang yang kukasihi?" *batinnya sendu.

Lara, Luka...

Hati temaram dalam gelap

merindu cinta dan cahaya

akankah aku temukan rumah

untuk pulang dan bahagia

Lara, Luka..

Senja dengarlah..

Hatiku terluka

Jiwaku tersiksa

Bisakah kau tetap tinggal?

Temani air mataku.

Lagu yang Rayinka nyanyikan itu laiknya pecahan kata yang meremukkan kulit kaki. Perih, terasa menyiksa. Setiap hari, meski kesal dengan orang tuanya, Rayinka selalu menjalani harinya dengan tujuan membahagiakan Mami Papinya. Ia ingin mereka bangga pada prestasinya. Bahkan, segala prestasi yang ia dapat selama ini begitu jarang mendapat apresiasi. Ia ingat betul bahwa dulu bakatnya baru diakui ketika ia memenangkan juara olimpiade internasional di negeri Rosendria. Papi Maminya tersenyum, lalu memberikan atm tanpa batas sebagai hadiah untuknya.

Rayinka bukannya tidak mau bersyukur dengan hadiah itu, tapi bukan ini yang ia butuhkan. Uang jajan dari orang tuanya selama sebulan sudah lebih dari cukup untuk dirinya yang masih berusia 18 tahun. Dia hanya ingin sebuah hadiah makan malam bersama sembari tertawa dan bercerita banyak hal dengan keluarganya. Tapi ia tak pernah mendapatkan itu.

Rayinka cukup sadar bahwa kesibukan kedua orang tuanya tidak lain untuk menjamin kecukupan hidupnya. Rayinka cukup bisa bertahan dengan pemikiran itu. Tapi lama-lama... orang tuanya yang terus mengejar pangkat dan harta, lalu lupa dengan dirinya, membuat pertahanan Rayinka mulai goyah.

"Kenapa aku gak diajak liburan juga sih, Bi Inah? Rere kan juga mau liburan ke Rovend gitu!" rengek Rayinka ketika mendapati foto orang tuanya bersenang-senang di luar negeri. Hatinya ngilu sebab tak ada ajakan atau pamitan apapun pada dirinya.

"Mungkin Tuan dan Nyonya besar ada urusan bisnis yang gak bisa dicampuri orang lain, Non," jawab Bi Inah mencoba menenangkan Rere yang saat itu masih berusia sepuluh tahun.

"Tapi kan Rere gak bakal ganggu mereka, Bi," lanjut Rayinka yang mulai berkaca-kaca.

"Nona jangan sedih. Gimana kalau Bi Inah ajak jalan-jalan ke pasar malam nanti? Kita naik banyak wahana di sana,"

Mendengar ajakan itu membuat perhatian Rayinka teralihkan. Ia dengan sumringah menyambut ajakan Bi Inah. Rasa senang karena Rayinka belum pernah sekali pun ke pasar malam hingga usianya delapan tahun saat itu. Orang tuanya tidak pernah mengajak Rayinka liburan.

Agenda pasar malam itu akhirnya membuat Rayinka lupa dengan kesedihannya. Setelah kejadian itu, ia selalu percaya dengan ucapan Bi Inah yang mengatakan bahwa liburan Papi Maminya adalah untuk pekerjaan penting yang tidak bisa diganggu siapapun. Setiap pulang liburan, Rayinka mendapat banyak hadiah. dari mami papinya. Itu sungguh membuat Rayinka senang karena barang-barang yang dibawa orang tuanya begitu eksklusif.

Tapi semakin bertambah usia, Rayinka menjadi sadar bahwa liburan kedua orangtuanya benar-benar murni hanya untuk liburan. Meski ada kegiatan kerja sama, tidak mungkin itu akan terganggu karena kehadiran seorang anak di antara mereka. Rayinka pernah dengan terang-terangan meminta liburan ke luar negeri. Tapi jawaban orang tuanya malah menorehkan luka pertama di hati gadis yang saat itu berusia lima belas tahun.

"Rere gak usa banyak minta ya, Mami Papi ke sana untuk senang-senang karena udah penat sama kerjaan. Kalau Rere ikut, Mami Papi bakal kerepotan ngurusin Rere. Jadi Rere tunggu di rumah aja ya? Nanti Mami Papi bawain hadiah," ujar Maminya yang hanya diangguki tanpa kata oleh suaminya.

Perkataan itu sungguh membuat Rayinka terluka. Mungkin di usianya yang masih 8 tahun ia bisa memaklumi itu, sama seperti yang Bi Inah lakukan. Tapi ucapan itu muncul saat Rayinka sudah berusia lima belas tahun, ia mulai mengerti tentang kebohongan, keegoisan, dan perasaan rumit lainnya.

Rayinka sungguh tak habis pikir. Teman-teman di sekolahnya selalu pamer ketika liburan ke luar negeri. Mereka tampak bahagia dalam agenda liburan itu. Tapi Rayinka? Boro-boro liburan ke LN, di dalam negeri sendri pun Rayinka tak tahu ada keindahan macam apa di dalamnya.

Lara, Luka...

Hati temaram dalam gelap

merindu cinta dan cahaya

akankah aku temukan rumah

untuk pulang dan bahagia

Lara, Luka..

Senja dengarlah..

Hatiku terluka

Jiwaku tersiksa

Bisakah kau tetap tinggal?

Temani air mataku

Senja mulai beranjak dari tidurnya. Menciptakan seulas senyum perih di wajah perempuan rapuh itu. Melodi satu kian bermesraan dengan angin lembut di antara dedaunan.

Lara, Luka..

Senja dengarlah..

Hatiku terluka

Jiwaku tersiksa

Bisakah kau tetap tinggal?

Temani air mataku..

Dipejamkannya mata sembab yang entah sudah berapa kali mengalirkan air bening yang membawa luka itu. Imajinya berkelana. Mencari sebuah cahaya yang barangkali mampu membuatnya tersenyum bahagia.

Lara, luka..

Senja dengarlah..

Adakah hati penuh cinta?

yang mampu mendekap

aku.. yang terluka.

Air mata Rayinka lagi-lagi jatuh. Di antara kegelapan pandangannya, pelukan angin mendekap tubuh gadis bermata biru itu. Rayinka merasa damai. Tenang. Seluruh dirinya seakan terbang menari bersama daun yang berguguran. Dalam pejaman matanya, ia seakan melihat cahaya. Tangannya bergerak mengikuti cahaya itu.

Ting!

Usai jari manisnya menyentuh cahaya itu, melodi lagu-lagunya berputar tanpa ia nyanyikan. Suara siapa itu? Rayinka mendengar seorang lelaki yang menyanyikan lagunya dengan sendu. Sementara cahaya yang berpendar itu seakan memasuki aliran darahnya.

Rayinka merasa tubuhnya bergejolak. Ia memaksa membuka matanya tapi tak bisa. Sesuatu seakan sedang menjalar didalam daranya.

"Apa ini? Arrghhhhhh!!!" Dia kesakitan, lagu-lagunya terdengar makin jelas di telinganya.

"Ikuti lagunya, Ray. Tenangkan dirimu. Bernyanyilah."

"Sial!!! Apa yang sebenarnya terjadi... arrrkkhhh sakit!"

"Rayinka Aditama! Ikuti lagunya! Sadarlah! Ikuti lagunya!"

Desakan suara lelaki itu membuat Rayinka mau tidak mau mulai menyanyikan lagu ciptaannya. Lalu dirasanya genggaman tangan seorang lelaki. Ia ikut bernyanyi, tapi Rayinka bahkan tak bisa melihat wajahnya yang penuh cahaya itu.

"Bernyanyi bersamaku. Kita hadapi kesakitan ini bersama," ujarnya.

Maka kedua insan itu bernyanyi dalam dunia yang bahkan mereka tidak mengetahui satu sama lain. Mereka saling berpegangan tangan, menyanyikan lagu Lara dan Luka yang hari ini menemani gadis berambut pendek itu.

Tubuh Rayinka masih terasa sakit, cahaya itu seakan mengoyak tubuhnya. Dan lelaki itu... Rayinka merasakan kesakitannya. Ia tidak berteriak, hanya sesekali merintih sembari menggenggam erat tangan Rayinka. Mereka saling menghadapi kesakitan yang sama.

Hingga lirik terakhir selesai dinyanyikan, mata Rayinka terbuka lebar. Mata birunya menyinarkan cahaya. Perlahan ia melihat seorang lelaki yang keluar dari portal senja. Lelaki dengan wajah rupawan. Matanya menyiratkan selaksa kedamaian.

"Astaga... apakah Tuhan mengabulkan doaku?"

Mata Rayinka berkaca-kaca. Lelaki itu makin mendekat padanya. Tubuhnya yang sedari tadi penuh kesedihan dan kesakitan, kini berubah menjadi damai dan tenang.

"Kita berhasil, Re. Kamu hebat," ujarnya pelan.

Rayinka masih bingung dengan apa yang ia lihat. Mungkinkah ia bermimpi? Lelaki itu semakin dekat. Membuat hati Rayinka tak karuan. Sedih, bahagia, bingung, semua bercampur aduk jadi satu.

"Terimakasih sudah menjadi kuat," ujar lelaki itu lalu mengecup dahi Rayinka.

Entah bagaimana, perlakuan itu bukannya membuat Rayinka ketakutan, melainkan membuatnya merasa menemukan tempat untuk pulang. Air matanya jatuh, lalu perlahan gadis rapuh itu terjatuh tak sadarkan diri...

"Istirahatlah sebentar. Kita bicara lagi nanti," ucap pemuda itu pelan. Sedangkan yang diajak bicara sudah lebih dulu pergi ke alam mimpi.

Pemuda itu kemudian membopong Rayinka untuk tidur dengan nyamar di kasurnya. Ia tersenyum melihat perempuan di depannya itu. Ada rindu yang bergejolak di sana.

"Maaf sudah membuatmu kesakitan, Re," ujarnya lembut.

Argh, pemuda itu merasakan sakit di dadanya. Ia menghabiskan banyak energi untuk melintas ke dunia Rayinka. Maka diambilnya sebuah kain yang ia bawa dari dunianya. Ia harus mengobati dirinya sembari menunggu perempuannya bangun.

...****************...

Terpopuler

Comments

Bilqies

Bilqies

maksudnya ini gimana sih Thor, memangnya pemuda itu siapa kok beda dunia dengan Rere ??? 🤔🤔🤔

2024-04-28

1

Novi Kamila

Novi Kamila

smngatt kak nulisnya 🫰🏻😍

2024-04-24

1

Celine

Celine

mantap thor lanjutkan 👍

2024-04-23

1

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!