Akhirnya Fana bisa bernapas lega ketika mantan ibu mertuanya telah berlalu pergi.
Seperti ucapannya tadi yang ingin tinggal untuk sementara waktu di studio sembari menunggu rumahnya lalu terjual, Fana beranjak ke kamar untuk mengemas beberapa barang barangnya.
Usai memasukkan beberapa pakaiannya ke dalam koper, Fana lantas berlalu ke kamar mandi untuk membersihkan tubuhnya sebelum kemudian berangkat ke studio.
Tiga puluh menit kemudian Fana telah selesai mandi dan juga bersiap. Tanpa sarapan lebih dulu Fana segera meraih kunci mobilnya lalu kemudian berangkat menuju studio.
Di tengah perjalanan menuju studio tak sengaja Fana melihat mobil Indra ketika mobilnya berhenti di lampu merah. pria itu bersama dengan seorang wanita yang tak lain adalah Marisa, wanita yang telah menjadi istri sirinya. Tanpa disadarinya air mata Fana jatuh begitu saja ketika menyaksikan pemandangan yang membuat hatinya terasa begitu nyeri.
"Aku tidak boleh lemah, aku harus kuat!! Untuk apa aku masih memikirkan mas Indra yang kini justru sibuk bersama dengan istri barunya." batin Fana.
Ketika lampu lalulintas berubah hijau, Fana pun segera melanjutkan pergerakan mobilnya menuju studio miliknya. Tiga puluh menit kemudian kini Fana pun tiba di studio.
Mobil Chici yang kebetulan melaju di belakang mobil Fana segera turun dari mobilnya saat melihat sahabatnya itu mengeluarkan koper besar dari bagasi mobilnya.
"Kamu mau bepergian, Fan????." setelah berada dekat dengan Fana, Chici lantas bertanya.
Fana menggelengkan kepalanya.
"Jika tidak ingin berpergian lalu untuk apa kamu membawa koper sebesar ini????." kembali Chici bertanya.
"Mulai hari ini aku akan tinggal di studio untuk sementara waktu sembari menunggu rumahku laku terjual, Chi." beritahu Fana.
"Tapi kenapa, kenapa kamu ingin menjual rumah itu, Fan????." Chici terus menfokuskan pandangannya pada Fana tengah menutup bagasi mobilnya usia mengeluarkan koper besar miliknya.
"Rumah itu aku dan mas Indra yang membangunnya bersama sangat tidak adil rasanya jika aku menempati rumah itu sendirian sementara mas Indra tidak bisa menempatinya setelah kami berpisah, jadi akan lebih baik jika aku menjualnya." Fana menarik koper miliknya memasuki pintu masuk studio dan diikuti oleh Chici di belakang langkahnya.
Entah mengapa Chici merasa Fana tak sedang mengatakan alasan sebenarnya. Dan kini Chici justru kepikiran dengan mantan ibu mertuanya Fana, Wanita materialistis yang selalu membuat hidup Fana tertekan.
Chici terus mengikuti langkah Fana hingga beberapa saat kemudian gadis itu mencekal lengan Fana." katakan yang sejujurnya, apa mantan ibu mertua kamu yang meminta menjual rumah kalian?????." tanya Chici dengan tatapan curiga.
Fana memalingkan wajahnya seolah menghindari tatapan sahabatnya itu. Menyadari sikap Fana, Chici pun semakin yakin dengan dugaannya.
"Aku sungguh tidak mengerti dengan jalan pikiran ibunya mas Indra, setelah kalian bercerai pun sepertinya wanita itu belum puas juga menekan hidup kamu." raut wajah Chici berubah geram saat membicarakan tentang ibunya Indra, ia tidak habis pikir di muka bumi ini ada spesies seperti ibunya Indra.
"Sudahlah, Chi, sepertinya ibunya mas Indra benar aku tidak pantas tinggal di rumah yang merupakan hasil jerih payah mas Indra, sedangkan aku tidak bisa memberikan keturunan untuknya." setiap kali membahas tentang keturunan raut wajah Fana pasti akan berubah sendu.
Percakapan Chici dan Fana terhenti saat menyaksikan Riza yang baru saja menghampiri mereka. Pandangan Riza tertuju pada koper besar di tangan Fana.
"Mbak mau ke luar kota????." dengan menaikkan salah satu alisnya Riza bertanya.
"enggak kok, Za, mbak nggak mau ke mana-mana." jawab Fana dengan seulas senyum yang menghiasi bibir mungilnya.
"Lalu koper itu???." kini perhatian Riza kembali pada koper di tangan Fana.
"Oh ini, mulai hari ini mbak akan menempati ruangan yang kosong di lantai atas." jawab Fana, sebelum kemudian pamit pada Riza untuk segera ke lantai atas.
Riza masih diam di tempatnya sembari menatap punggung Fana yang semakin menjauh darinya. "Kenapa mbak Fana pindah ke studio, apa mantan suaminya telah mengusir mbak Fana dari rumahnya????." batin Riza menduga-duga.
"Melamun aja pagi-pagi, entar kesambet Loh bocil." seruan Luki sontak saja membuyarkan lamunan Riza.
"Bang Luki." Riza melempar pandangan ke arah Luki.
"Ada apa???." melihat raut wajah Riza hari ini terlihat berbeda, Luki lantas bertanya.
"Kenapa mbak Fana tiba-tiba pindah ke studio ya bang????." Riza berharap ia mendapatkan jawaban dari pria itu tentang alasan Fana sampai pindah ke studio.
"Oh itu, rencananya Fana akan menjual rumah mereka biar hasil penjualannya bisa di bagi berdua sama mantan suaminya. Sebenarnya sih mantan suaminya sudah memberikan rumah itu pada Fana, tapi sepertinya mantan ibu mertuanya yang tidak setuju dan meminta Fana untuk segera menjual rumah tersebut." sebelum berangkat ke studio beberapa saat yang lalu, Fana terlebih dulu menghubungi Luki meminta bantuan pada pria itu untuk membantu membersihkan ruangan yang kosong di lantai atas. dan saat itu juga Fana menyampaikan pada Luki tentang alasannya pindah untuk sementara waktu di studio.
Riza mengangguk paham usai mendengar penjelasan Luki. Setelah kepergian Luki, Riza menatap ke arah lantai atas, sebelum kemudian mulai mengayunkan langkahnya menapaki anak tangga.
"Ada yang bisa dibantu???." tanya Riza yang kini berdiri di ambang pintu.
Fana yang tengah menaiki kursi untuk meletakkan kopernya di atas lemari di buat hilang keseimbangan ketika hendak menoleh ke sumber suara. "Argh......" Fana berteriak seraya memejamkan matanya kala merasakan tubuhnya akan jatuh dari kursi. Jika Riza tidak dengan cepat berlari laku merangkul pinggang rampingnya mungkin saat ini tubuh Fana sudah mendarat di lantai.
Kini jarak Keduanya begitu dekat dengan posisi berhadapan, di mana Riza merangkul pinggang rampingnya dan tanpa sengaja Fana meletakkan kedua telapak tangannya pada dada bidang Riza.
Meskipun keduanya cukup dekat, namun berada di posisi seperti ini mampu menciptakan suasana canggung di antara keduanya.
"Maaf, tadi aku hanya ingin menolong mbak agar tidak sampai jatuh ke lantai." Riza terlihat mengusap tengkuknya untuk menghilangkan kecanggungannya.
Fana mengangguk paham. "BTW thanks, kalau tidak ada kamu mungkin pinggang mbak sudah patah karena jatuh ke lantai." ucap Fana yang disertai seulas senyum manis di kedua sudut bibirnya.
"Ya tuhan, indah sekali ciptaan mu." dalam hati Riza memuji senyuman manis tercetak di wajah cantik Fana, yang semakin membuat jantungnya berdebar tak menentu.
Hingga pamit kembali melanjutkan pemotretan, jantung Riza masih saja berdebar tak menentu. bayangan wajah cantik Fana ketika ia merangkul pinggang rampingnya masih teringat jelas di ingatan Riza.
"Kau sungguh membuatku gila." tanpa di sadari oleh Riza Gumamannya terdengar sayup oleh Luki.
"Siapa yang gila???." tanya Luki.
"Bang Luki." Riza begitu terkejut dengan keberadaan Luki di belakang tubuhnya.
"Memangnya siapa yang gila???." ulang Luki
Riza menggaruk dahinya berusaha mencari alasan untuk diberikan pada Luki.
"Oh itu bang, tadi ada orang gila lewat di depan." dusta Riza.
Riza menghembus napas lega saat melihat raut wajah Luki yang sepertinya percaya dengan ucapannya.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 103 Episodes
Comments
Fifid Dwi Ariyani
trussemangat
2024-04-19
0
nuraeinieni
ketiban rejeki si bocil,,,sempat menolong mba fana yg hampir jatuh
2024-04-11
0
Nayla Sasha
keren kamu za....lanjut lagi ya thorr
2024-02-07
2