Bagi Ha Yun, Chef Rian merupakan sebuah kenangan yang tak terlupakan baginya. Hal itu membuat pikiran Ha Yun terganggu hingga sekarang. Saat ia pulang dari rumah sakit, ia pun ke toko Ibu Merry untuk membeli bunga. Melihat Ha Yun yang datang Ibu Merry pun memilihkan sendiri bunganya untuk Ha Yun, Sambil memilih bunga, terlihat Ha Yun seperti orang tengah kebingungan.
“Mas Ha Yun cari siapa?” Tanya Ibu Merry.
“Karyawan Ibu Merry kemaren sepertinya ada yang pakai poni dan berkacamata deh,”
“Oh Sheny, dia sudah berhenti dari sini,”
“Berhenti?”
“Ya,”
“Kenapa?”
“Dia mencari pekerjaan yang gajinya lebih besar, karena dia harus bayar kuliahnya, juga sekolah adiknya, tapi kenapa Mas Ha Yun menanyakan Sheny?” tanya Balik Ibu Merry.
“Tidak, hanya kemaren kan dia yang antar bunga ke rumah sakit,”
“Oh...”
“Ya sudah aku ambil bunga mawar putihnya ini.”
“Wanita yang kamu sayang pasti senang, tiap hari di bawain bunga,”
Ha Yun hanya tersenyum mendengar ucapan Ibu Merry, segera Ha Yun bergegas pergi menemui wanita yang sangat Special baginya itu. Selesai membeli bunga ia langsung ke tempat wanita yang sangat ia cintai itu. Ia memberikan bunga itu. Selesai berdoa seraya berkata.
“Sudah lima belas tahun berlalu, Ha Yun belum benar-benar melupakan kejadian itu.”
Entah kenapa kejadian itu seakan terus membekas dalam ingatan Ha Yun.
“Ma Ha Yun pulang ya!” Pamit Ha Yun sambil memegang batu nisannya.
Ha Yun pun bergegas pulang, terdengar bunyi pesan WhatsApp dari ponselnya, segera ia mulai mengambil ponsel yang ada saku nya celana yang ia kenakan. Dalam pesan yang di kirim oleh asisten Pak Haris menuliskan jika ayah dari Ha Yun tengah sakit. Membaca itu, Ha Yun pun pulang untuk melihat keadaan sang ayah.
Sepanjang perjalanan ia begitu amat khawatir, namun sesampai di rumahnya semua pesan yang ia terima hanyalah sebuah kebohongan karena pada faktanya Pak Haris dalam keadaan baik-baik saja.
“Jadi ini hanya sebuah kebohongan?” Interogasi Ha Yun.
“Jika tidak seperti ini bagaimana mungkin kamu akan pulang,”
“Ha Yun bukan lagi bagian dari keluarga ini, jadi berhenti mengganggu Ha Yun,”
Pak Haris tersenyum mendengar ucapan putranya itu.
Ha Yun mengeluarkan dompet kemudian mengambil KTP miliknya seraya menunjukkan kepada Pak Haris.
Pak Haris masih melirik ke arah Ha Yun.
“Coba lihat!” pinta Ha Yun.
Pak Haris pun mengambil KTP Ha Yun yang sudah di letakkan di atas meja, sambil terus melihat ke arah Ha Yun. Mata Pak Haris langsung melotot setelah melihat KTP milik dari putra satu-satunya itu.
“Apa yang kamu lakukan?” tanya Pak Haris seraya beranjak dari duduknya.
Ha Yun mengangkat kepalanya kemudian berdiri, seraya berkata.
“Ha Yun bukanlah bagian dari keluarga Wiranja.”
“Jadi kamu mengubah nama kamu, apa ini hasutan dari Radit?”
“Saya melakukan ini atas kemauan saya sendiri, jadi tidak anda tidak perlu menyalahkan orang lain,”
“Ha Yun, apakah kamu begitu membenci Papa, sampai-sampai kamu melakukan hal ini, bahkan kamu tidak mau memanggil Papa dengan sebutan Papa?”
“Saya rasa anda sudah tahu jawabannya,”
Pak menarik napas.
“Jika tidak ada yang ingin di sampaikan, saya permisi.” Pamit Ha Yun.
Pak Haris memanggil seorang pengacara untuk menanyakan tentang bagaimana putranya bisa merubah namanya yang awalnya Ha Yun Wiranja menjadi Ha Yun Seckly. Wiranja adalah nama belakang Pak Haris sedangkan Seckly keluarga dari almarhumah Yunita Seckly.
“Sepertinya Ha Yun secara diam-diam telah mengajukan perubahan nama.” Terang sang pengacara.
“Tapi kenapa dia tidak bilang.” Ucap Pak Haris tak mengerti.
“Jika Putra anda sudah mengganti namanya berarti dia telah memenuhi syarat.”
“Apa saja syaratnya?”
“Mengajukan penetapan ke pengadilan, salinan penetapan perubahan nama dari pengadilan atau instansi yang berwenang.
Kutipan akta kelahiran asli dan fotokopi, Fotokopi kartu keluarga (KK) dan kartu tanda penduduk (KTP) yang masih berlaku.
Bawa semua ke dukcapil setempat.” Terang sang pengacara.
“Tapi kartu keluarganya ada di sini,”
Pak Haris masih terdiam.
Pak Haris pergi ke ruang kerja pribadinya, ia mencari berkas kartu keluarganya di sana, setelah mencarinya ia menemukan kartu keluarga telah berganti, di mana sebelumnya ada nama Ha Yun di sana, kini Pak Haris sendirian. Ia pun keluar dari ruang kerjanya dan menunjukkan kartu keluarga yang berubah padahal ia tak merubah nya.
“Berarti Ha Yun telah mengambil kartu keluarga milik Pak Haris tanpa sepengetahuan Bapak,” Terang Pak Ridwan sang pengacara itu.
Pak Haris pun memanggil para ART untuk menanyakan apakah Ha Yun pernah datang ke rumah ini tanpa sepengetahuan dirinya.
“Kurang lebih tiga bulan lalu Mas Ha Yun datang ke sini,” Terang salah satu dari mereka.
“Apa Ha Yun membawa sebuah berkas?” tanya Pak Ridwan.
“Ya, tapi saya tidak tahu itu berkas apa,”
“Ya saya juga melihat Mas Ha Yun datang kembali beberapa Minggu setelah itu, dia pun membawa sebuah berkas.” Terang satunya.
“Anak itu benar-benar kurang ajar,” Sungut Pak Haris.
Terlihat wajah para ART di rumahnya merasa takut.
“Sabar Pak,” Ujar Pak Ridwan.
Pak Haris membuang napas kesal.
“Kalian boleh pergi.” Titah Pak Haris kepada semua ART nya.
Keduanya mulai membahas kembali, di mana Pak Ridwan mengatakan jika Ha Yun di bantu oleh Pak Radit, Kakak dari almarhumah istrinya. Karena Ha Yun menggunakan nama keluarga mereka, pastinya Ha Yun mendapatkan persetujuan itu dari Pak Radit selaku kepala keluarga.
“Apa Pak Haris ingin mengajukan penuntutan kepada Ha Yun atau Pak Radit?"
“Tidak perlu, saya tidak ingin melawan putra saya sendiri, saya juga tidak ingin dia semakin marah kepada saya,”
“Baiklah, lebih baik Bapak tenangkan pikiran Bapak dulu, panggil saya jika butuh sesuatu, saya permisi pulang.” Pamit Pak Ridwan.
Sesampai di Apartemen nya Ha Yun merebahkan tubuhnya di atas sofa. Ia terus memikirkan bagaimana sebenarnya ia merindukan semua moment kebersamaan dirinya bersama Pak Haris, namun kejadian lima belas tahun lalu itu benar-benar membekas dalam pikirannya bahkan membuatnya trauma berat. Seakan tiap malam, setiap ingin tidur suara itu seakan teriang-iang di telinganya.
“Benar, mau aku berganti nama, dalam tubuhku tetaplah mengalir darah si Mafia, dan pembun*h itu.” Sungut Ha Yun dengan perasaan benci.
Mbok Darmi pun memberi tahu jika Ha Yun mendapatkan sebuah kiriman amplop.
“Amplop apa Mbok.” Tanya Ha Yun seraya mengambil amplop putih itu.
“Mbok juga tidak tahu,”
“Ya sudah Mbok bisa pergi,”
Mbok Darmi pun melangkah pergi namun langkah nya terhenti.
“Den Ha Yun mau makan apa besok?”
“Apa pun yang Mbok masak, Ha Yun pasti suka,”
“Ya sudah Mbok balik ke kamar.”
Ha Yun mengangguk kemudian memperhatikan amplop yang ia pegang sedari tadi.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 110 Episodes
Comments
Fhatt Trah (fb : Fhatt Trah)
yap, cewek mana yg gk suka bunga. tapi lebih bagus lagi bunga bank🤭
2024-06-02
0
Bilqies
aku mampir Thor
2024-05-24
0
anjurna
Papanya Ha Yun mafia?/Shame/
2024-04-23
0