MEMINTAH

" Bi, bi Tuti. "

Bi Tuti sang asisten rumah tangga itu berlari menghampiri Nucha yang sejak tadi hanya berteriak memanggilnya di ujung anak tangga.

" Ada apa mas Nucha? " Tanya bi Tuti keheranan sebab tak seperti biasanya Nucha memanggilnya seperti demikian.

" Bi, tolong siapkan pakaian Nucha selama selama dua ya bi. Sama sarapan pagi untuk Mia. Jangan lupa bangunkan dia untuk sarapan. Jangan sampai lewat sarapan paginya. " Ucap Nucha sembari melipat lengan baju dengan rapi.

" Baik mas. " Jawab bi Tuti seperti biasa.

Selesai mengerjakan tugasnya, bi Tuti menghampiri Mia yang masih terlelap di ranjang sang majikan.

Wajah cantik nan ayu itu terlihat tenang di sana dengan balutan gaun tidur yang cantik. Bi Tuti masih penasaran siapa sosok wanita di hadapannya itu yang mampu menarik hati sang majikan yang terkenal acu akan urusan asmara.

Dan lebih membuat bi Tuti penasaran adalah ketika pertama kali Mia datang ke rumah itu, Mia terlihat tidak baik baik saja. Bahkan Sering melamun dan menangis. Dan bi Tuti tidak melihat ada kekerasan ataupun keributan di antara keduanya.

Sungguh sangat mengusik rasa penasarannya. Bukan niat ikut campur, namun karena bi Tuti sudah di anggap ibu kedua oleh Nucha Ardian yang memang bi Tuti lah yang mengasuhnya sejak kecil. Dan bi Tuti sungguh sangat menyayangi Nucha seperti anaknya sendiri.

" Kopernya mana bi? Semua sudah bibi siapkan belum? " Pertanyaan Nucha yang muncul tiba tiba dari balik pintu kamar membuat bi Tuti terlonjak kaget.

" Loh bibi kenapa? " Tanya Nucha melihat reaksi terkejut bi Tuti.

" Mas Nucha bikin bibi kaget aja mas. " Jawab bi Tuti memegang dadanya.

Sedangkan yang berada di ranjang, tidak terusik sama sekali akan interaksi keduanya. Dan mata Nucha sesekali mengarah ke arah Mia.

Tanpa di pungkiri olehnya dan tanpa di sadari oleh bi Tuti, hati Nucha mengagumi kecantikan Mia saat tidur.

" Semua sudah bibi siapkan seperti biasa mas Nucha. Mas gak pamit sama non Mia mas? " Tanya bi Tuti melirik ke arah Mia dan di ikuti oleh Nucha.

" Gak usah bi. Kasihan kalau harus di bangunin. Nanti bibi jangan lupa bangunin dia buat sarapan. Jangan sampai dia melewatkan sarapannya. " Ucap Nucha sembari bergegas keluar kamar dengan koper di tangannya.

" Baik mas Nucha. Mas hati hati dijalan. " Ucap bi Tuti seperti biasa.

Nucha bukannya tidak mau pamitan secara langsung pada Mia. Hanya saja dia merasa berat untuk melakukannya. Entah apa yang dia rasa. Yang Nucha tahu, dirinya sungguh merasa berat meninggalkan Mia tanpa pengawasannya.

Sementara itu. Di negri matahari terbit, Beni sedang terbaring lemah di salah satu kamar rawat rumah sakit terbaik di sana.

Memorinya mengajaknya berkelana ke beberapa waktu kemarin. Dimana dirinya dan Mia sedang merayakan ulang tahunnya.

Bukan dirinya yang mendapatkan kejutan pada saat itu. Tapi dirinyalah yang memberikan kejutan lamaran pada Mia.

Dan saat itu, Mia dengan begitu bahagianya menerima lamarannya. Namun karena penyakit yang menyerangnya saat ini, memaksa dirinya mundur dengan rela hati.

Karena rasa cintanya yang begitu besar pada Mia, Beni memohon pada sahabatnya Nucha Ardian untuk menggantikan posisinya di samping Mia. Beni yakin Nucha adalah orang yang tepat untuk menjadi pendamping Mia.

Berbagai drama yang terjadi antara dirinya dan Nucha hingga pada saat dia terbaring di ruang inap rumah sakit dimana Nucha bertugas, ketika itu Nucha barulah luluh dengan permohonan Beni.

Meski masih berat karena ini bukan hanya soal tidak adanya cinta untuk Mia. Tapi juga soal orang tuanya dan keluarga besarnya.

Akan tetapi melihat ketulusan sahabatnya selama mereka bersahabat, dan juga Mia adalah wanita yang baik tanpa neko neko, membuat Nucha menerima permintaan terakhir Beni.

Nucha tidak ingin sang sahabat pergi dengan beban pikiran. Hanya ini yang bisa dia lakukan di sisa hidup sang sahabat. Menurutnya.

**

Waktu terus berlalu. Hingga sampai pada hari kedua Nucha berada di luar kota, Mia masih saja tetap dengan diamnya. Masih Tetap memilih menyendiri di kamar Nucha yang kini juga di tempati olehnya.

Bahkan dirinya tidak menanyakan dimana atau kemana Nucha berada. Mia tidak peduli. Bahkan setiap ketika bi Tuti mengajaknya ke ruang, Mia selalu mengabaikan dengan memilih diam di kamar.

Sehingga mau tidak mau bi Tuti harus mengantarkan sarapan, makan siang dan makan malamnya di kamar meski tak jarang makanan yang bi Tuti siapkan masih tetap utuh di meja.

Dan hari ini adalah hari ketiga dimana Nucha belum juga kembali di rumah itu. Bahkan susah di hubungi. Membuat bi Tuti merasa khawatir pada kondisi Mia.

Seperti saat ini. Mia tidak menyentuh makan malamnya sama sekali. Mia memilih duduk di sudut kamar dengan posisi bersandar pada dinding kamar menatap kosong ke arah luar jendela.

Bi Tuti sampai bingung sebenarnya apa yang terjadi pada wanita di hadapannya itu. Apa yang Nucha lakukan pada wanita itu, sungguh membuat bi Tuti ingin tahu.

" Apa yang telah kamu lakukan pada wanita ini mas Nucha? Kenapa dia terlihat hancur tanpa semangat untuk hidup seperti ini. " Monolog bi Tuti dalam hati.

" Non Mia. Bibi mohon makanlah meski sedikit. Bibi takut non Mia nanti sakit non. mas Nucha gak ada di rumah, bibi khawatir non kenapa napa. " Rayu bi Tuti menghampiri Mia dengan piring berisi nasi dan lauk di tangannya.

Namun harapan agar Mia mau menggubris ucapannya kandas juga.

BiTuti terpaksa ikut duduk di samping Mia seperti yang dia lakukan dulu pada Nucha kecil kala terpuruk atas kepergian sang adik tercintanya untuk selama lamanya.

Dengan harapan yang masih tetap sama. Yaitu Mia mau menanggapinya.

"Non. Tidak baik memendam sesuatu sendirian seperti ini." Ucap bi Tuti meraih tangan Mia dengan pelan.

Bruukk..

" Astagfirullah.. " Teriak bi Tuti karena terkejut dengan suara pintu di buka dengan kerasnya dari arah luar.

Sedangkan Mia. Dirinya seperti tuli saat ini. Jangankan kaget dengan suara pintu yang terbentur ke dinding kamar. Menengok pun tidak sama sekali.

" Mas Nucha sudah pulang?" Tanya bi Tuti tidak percaya saking terkejutnya akan kehadiran Nucha di ambang pintu kamar.

Dengan perlahan Nucha melangka masuk mengabaikan pertanyaan bi Tuti. Fokusnya tertuju pada sosok wanita yang berada di samping asisten rumahnya itu.

Bi Tuti yang paham situasi, memilih bangkit dari duduknya dan beranjak keluar dari kamar itu.

Tanpa izin, Nucha mengangkat tubuh ramping itu dalam gendongannya dan membawanya ke ranjang.

Perlahan air mata Mia menetes tanpa suara. Entah apa yang dia rasa. Namun reaksi tubuhnya pun hanya pasrah.

" Tidak baik diam seperti ini. Jika ingin marah, marahlah dengan lantang di depanku. Jika ingin menangis, menangislah sepuas hatimu." Ucap Nucha menatap wajah Mia yang basah dengan air mata itu.

" Kamu boleh lakukan apa saja, saya tidak akan melarang kamu. Kamu ingin apa, saya akan penuhi itu. Tapi tidak dengan cerai. Kamu Adalah tanggung jawabku sekarang. " Imbuhnya lagi

Mendengar kalimat terakhir dari Nucha, sudut bibir Mia terangkat. Bukan tersenyum manis, tapi tersenyum miring. Merutuki nasibnya yang malang.

Impian menikah dengan lelaki yang di cintai setelah dirinya di lamar dengan romantisnya, tapi justru berakhir penuh luka yang amat dalam.

Bukan hanya di campakkan, tapi juga di jebak dalam pernikahan dengan lelaki tidak di kenal. Seolah dirinya tidak berharga sama sekali.

" Jika saya minta mati, apakah anda akan mengabulkan? " Perlahan Mia mengalihkan pandangannya menatap wajah Nucha, menunggu reaksi dari suami dadakannya itu.

Bukan terkejut yang dia dapati dari reaksi Nucha akan ucapannya. Tapi kabut amarah yang terpancar lewat tatapan manik Nucha.

" Saya akan mengabulkan." Ucap Nucha dingin.

Mia tersenyum menatap kedua manik Nucha. Dengan air mata yang sekali lagi menetes tanpa permisi.

" Tapi kamu harus bisa menjawab pertanyaanku terlebih dahulu. " Imbuhnya kemudian.

" Pertanyaan apa? " Tanya Mia lirih hampir tidak terdengar.

" Apa yang membuatmu seperti ini? Apakah karena menikah denganku atau karena dia meninggalkanmu?. Beri saya satu jawaban. " Ucap Nucha tegas.

Mendengar itu, sontak membuat Mia menunduk dan memilih diam. Sungguh pertanyaan Nucha membuat lukanya semakin dalam.

Bukan Mia tidak ingin menjawab. Hanya saja mengingat kejadian itu, membuatnya semakin hancur.

" Karena kedua hal itu? " Desak Nucha.

" Dengar saya. Suatu saat saya akan menunjukkan sesuatu agar kamu tahu kenapa ini harus kamu lalui. Untuk itu, kamu harus tetap hidup." Ucap Nucha sedikit kesal.

.

.

𝘽𝙀𝙍𝙎𝘼𝙈𝘽𝙐𝙉𝙂

Terima kasih buat teman teman yang sudah mampir di karya saya ini.

Mohon dukungannya agar saya bisa lebih semangat lagi dalam UP episode selanjutnya.

💙💙🖤🖤

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!