PERTENGKARAN

" Ayah sudah katakan Nucha. Mama kamu tidak akan mau kompromi lagi kali ini. Jadi tolong kamu temui dia. Ayah janji tidak akan ikut campur. " Ucap dokter Anugrah meminta pengertian Nucha.

Nucha membuang nafas kasarnya sembari menyugar rambutnya dengan kedua tangannya. Hingga akhirnya dia mengangguk lemah menatap dokter Anugrah.

" Baiklah Ayah mau pulang dulu. Nanti jangan lupa nanti malam temui mama mu. Lagian sudah lama kita tidak makan malam bersama. Rasanya kali ini pasti ajan beda. " Ucap dokter Anugrah tersenyum senang menepuk pundak sang anak.

" Iya yah, hati hati. " Jawab Nucha juga ikut tersenyum menatap sang Ayah.

*

Setelah mengantar sang Ayah di depan rumah, Nucha berniat kembali ke kamarnya. Namun baru beberapa langkah, matanya menangkap sosok yang ingin di temuinya itu tengah berjalan menuju ke arah dapur.

Nucha penasaran apa yang Mia lakukan disana. Jika sarapan, bukankah beberapa waktu lalu dia sudah menghabiskan semangkuk bubur ayam buatan bi Tuti.

Dengan langkah lambat, Nucha mencoba menyusul Mia. Dan ternyata Mia tidak berada di area ruang makan maupun dapur dimana bi Tuti sedang fokus dengan pekerjaannya di sana.

Dengan rasa penasaran yang memburu, Nucha terus mencari keberadaan Mia di sekeliling dapur di mana terakhir kali dia melihat. Namun tidak juga dia temukan.

Hingga akhirnya setelah beberapa menit berlalu, Mia muncul dari balik pintu kamar bi Tuti.

" Astaga Mia. Ngapain kamu disitu? " Tanya Nucha menghampiri dengan rasa penasarannya.

Seperti biasa, bukan Mia namanya jika tidak diam dan acu. Membuat Nucha melirik ke arah dalam kamar bi Tuti seperti sedang mencari seseorang.

" Kamu ngapain di dalam? " Kali ini Nucha bertanya penuh selidik.

" Non Mia tadi minta pembalut sama bibi. Non Mia lagi datang bulan. " Jelas bi Tuti yang muncul dari arah belakang saat mendengar suara sang majikan disana.

Nucha sontak mengalihkan pandangannya ke arah sumber suara. Sesaat kemudian Nucha melihat sesuatu di genggaman tangan Mia.

" Bi, tolong bibi ikut Nucha sebentar. " Ucap Nucha dengan wajah datar.

Mia yang memang tidak terbiasa, sungguh merasa malu saat membahas pembalut di depan Nucha seperti itu.

Meski Nucha adalah lelaki halal, namun baginya Nucha tetaplah seorang pria asing untuknya.

Setelah beberapa langkah Nucha dan bi Tuti menjauh dari tempat Mia berada, Nucha mengeluarkan uang lembaran merah yang entah berapa jumlahnya. Semua itu tak luput dari pandangan seorang Mia.

Terlihat pula olehnya Nucha menugaskan sesuatu untuk bi Tuti yang entah apa. Sebab meski tidak terlalu jauh mereka berada darinya, Mia tidak dapat mendengar dengan jelas apa yang sedang mereka bahas.

Sesaat setelah bi Tuti pergi, Nucha kembali menghampiri Mia yang masih setia berdiri di depan pintu kamar bi Tuti.

" Romantis amat stay di pintu kamar nungguin bi Tuti kembali. Tenang aja, bi Tuti gak akan jauh jauh kok. " Canda Nucha tersenyum.

" Garing. " Celetuk Mia berlalu dari hadapan Nucha.

Nucha tertawa kecil karena telah berhasil membuat Mia merespon ucapannya. Bahkan saking senangnya, Nucha sampai lupa akan ucapan sang Ayah yang sebelumnya telah menjadi beban pikirannya.

Dengan berlari kecil. Nucha menyusul Mia menaiki anak tangga menuju kamarnya. Nucha dapat mendengar suara gemercik air di dalam kamar mandi. Dan sudah pasti itu adalah Mia.

Dengan sabar Nucha menunggu Mia selesai dengan urusannya di dalam sana. Hingga akhirnya Mia muncul dari balik pintu.

" Mia. Sini sebentar. Saya mau bicara sesuatu yang penting. " Panggil Nucha lembut namun dengan wajah serius.

Tak ingin ada masalah, Mia menuruti perintah Nucha. Menghampiri dan ikut duduk di ujung sofa dimana Nucha berada.

" Mia. Ada banyak hal yang mau saya bahas sama kamu. Dan ada satu hal yang ingin saya sampaikan untuk kamu. " Ucap Nucha membuka percakapan dengan wajah serius.

Beberapa hari bersama dengan Nucha, tinggal serumah dengan Nucha, namun tidak pernah Mia melihat Nucha bicara seserius sekarang ini. Dengan ekspresi yang sulit di tafsirkan olehnya.

Meski demikian, Mia tidak tertarik dengan apa yang mau Nucha bahas tersebut. Hingga dia hanya diam dan pura pura menyimak agar cepat selesai.

" Tapi untuk saat ini, saya baru bisa membahas tentang keberadaan kamu di rumah ini sebagai apa dan siapa."

" Saat ini kamu adalah istri saya, meski kuta menikah dengan cara yang tidak seharusnya. Dan kamu disini adalah nyonya. "

" Besok akan ada asisten baru yang akan bekerja di rumah ini, untuk membantu kebutuhan kamu. Dan akan ada juga supir pribadi jika kamu ada keperluan di luar rumah"

" Dan satu hal penting yang mau saya sampaikan sama kamu, tolong jangan membenci Beni. Kamu boleh marah, tapi tidak untuk membenci. " Ucap Nucha panjang lebar.

Di luar dugaan. Mia justru tertawa mendengar ucapan Nucha. Bahkan sesekali Mia menoleh menatapnya dengan ekspresi mencibir.

" Kamu pikir saya senang dengan status yang anda beri? " Anda pikir saya bahagia menjadi ratu di rumah ini? TIDAK! " Sarkas Mia penuh penekanan.

" Bahkan jika boleh memilih, lebih baik saya tinggal terkatung katung di luar sana. " Imbunya lagi menatap sinis wajah Nucha.

" Rupanya hati kamu bukan hanya terluka, tapi juga sudah di huni syetan sampai sampai nurani kamu tidak dapat membedakan lagi mana yang baik untuk kamu dan mana yang buruk. " Ucap Nucha mencibir.

" Menerima lelaki asing yang telah menjebak dalam pernikahan itu baik anda bilang? Haa? Apa itu yang di sebut baik untuk saya menurut anda begitu?" Sarkas Mia menahan amarah yang membara di dadanya.

Bukan ini yang Nucha harapkan dalam pembahasan. Nucha mengusap wajahnya dengan pelan. Menghadapi wanita terluka sungguh sangat sulit menurutnya.

" Mia. Saya ini lelaki baik baik. Saya juga tidak ingin mengambil keuntungan apapun dalam hal ini. Meski tidak ada cinta di hati saya, tapi saya akan tetap bertanggung jawab atas apa yang telah saya ambil ini. " Ucap Nucha mencoba membuka mata hati Mia untuk lebih tenang.

" Dan sayangnya, saya tidak butuh akan itu. " Celetuk Mia membuang pandangannya ke arah lain.

" Apa anda tidak punya kekasih atau jangan jangan anda tidak laku sehingga dengan teganya kalian menjebak saya seperti ini? " Ucap Mia menuduh.

Nucha tertawa kecil mendengar ucapan Mia. Bukannya tersinggung, justru Nucha merasa lucu akan ucapan istri dadakannya itu.

Sebaliknya. Mendengar tawa Nucha, Mia justru semakin kesal. Bahkan dengan cepat Mia beranjak dari duduknya dan ingin pergi dari hadapan Nucha.

Sayangnya, dengan gerakan cepat, Nucha berhasil meraih pergelangan tangan Mia sehingga tanpa di duga, Mia terjatuh di pangkuan Nucha.

" Lepas. Dasar, iihhkk. " Geram Mia berusaha beranjak dari pangkuan Nucha.

" Beni sedang koma. Dia sekarang sedang di rawat di jepang oleh keluarganya. Apa kamu tega membencinya sedalam itu? " Ucap Nucha tanpa basa basi lagi.

Nucha merasa harus segera menyampaikan hal itu pada Mia. Meski Beni sudah memohon untuk menutup semua cerita tentang dia kepada Mia.

Namun melihat sikap Mia kali ini, Nucha merasa Mia harus tahu keberadaan Beni saat ini.

" Apa urusannya dengan saya? Dia bukan siapa siapanya saya. Bahkan saya menyesal pernah mengenal lelaki pecundang seperti dia. " Ucap Mia dengan emosi tertahan.

" Jaga ucapan kamu Mia." Sarkas Nucha penuh penekanan.

Mia dapat melihat kabut amarah di mata Nucha untuknya. Namun bukannya takut, Mia justru tertantang untuk melanjutkan perdebatan itu.

Sebab baginya, percuma mengalah. Toh kebahagiaannya sudah di rampas oleh dua lelaki itu. Meski sejauh ini, Nucha tidak pernah bersikap kasar kepadanya.

Ketegangan di antara keduanya menurun saat terdengar suara ketukan pintu. Nucha tahu itu bi Tuti yang sudah kembali dari supermarket.

" Masuk bi. Berikan padanya. " Ucap Nucha saat pintu di buka dan bergegas pergi dari kamar itu meninggalkan pertanyaan di dalam benak bi Tuti.

Bi Tuti paham betul watak sang majikan sekaligus anak yang telah di asuhnya sejak kecil itu. Yang jika wajahnya datar dan nada bicaranya terdengar tegas, artinya Nucha dalam mode sensitif.

Dengan wajah bingung, bi Tuti masuk menghampiri Mia yang juga sedang dalam mode kacau.

" Non, ini keperluan non Mia semuanya ada disini. Termasuk pembalut. Mas Nucha yang minta bibi beliin tadi. " Jelas bi Tuti lalu bergegas pergi tanpa menunggu tanggapan Mia.

Tangis yang sejak tadi Mia coba tahan, akhirnya pecah juga. Mia merasa hatinya teramat sakit karena perdebatan itu.

.

.

.

BERSAMBUNG

Terima Kasih ya buat kalian yang sudah mau mampir di karya saya ini. 🥰

Mohon dukungannya dengan meninggalkan jejak lika di karya saya. Agar saya bisa lebih semangat lagi menulis. Terima kasih sebelumnya 🙏

💙🖤🖤

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!