Belanja Bersama

Bel pulang sekolah berbunyi nyaring, menandai akhir dari hari yang penuh drama dan peluh. Satu per satu siswa mulai membereskan tas, sementara doa bersama dipanjatkan dengan suara pelan dan serempak.

Di pojok kelas, Raisya dan Rissa terlihat sibuk dengan ponsel masing-masing, meminta izin kepada orang tua mereka untuk menginap di rumah Oliv malam ini.

Begitu izin didapat, ketiganya meluncur keluar gerbang sekolah. Raul, sang kakak tiri yang kini sudah berusia tujuh belas tahun dan memegang SIM sendiri, telah menunggu di parkiran dengan mobil hitam mengilap milik keluarga mereka.

Mobil meluncur mulus ke arah pusat perbelanjaan. Ini bukan kali pertama Raisya pergi berbelanja dengan sahabat-sahabatnya, tapi entah kenapa, hari ini terasa sedikit berbeda—mungkin karena Raul ikut serta, atau mungkin karena sejak pagi, perasaannya tak pernah benar-benar stabil.

Setibanya di mall, Raul meminta Raisya untuk menemaninya terlebih dahulu. Sementara itu, Oliv dan Rissa diberi kebebasan untuk menjelajahi butik-butik favorit mereka dengan janji akan saling kabar jika sudah selesai.

“Emang Abang mau belanja apa sih?” tanya Raisya dengan mata menyipit curiga, seolah sedang menyelidiki sesuatu yang mencurigakan.

“Valentine bentar lagi, gue mau beliin kado buat Annisa. Dan lo cewek, jadi lebih ngerti lah,” jawab Raul enteng.

“Cieeeeee…” goda Raisya spontan, lalu tertawa.

“Udah-udah, bantuin pilih aja biar cepet,” timpal Raul, pura-pura kesal.

Raisya mulai memikirkan berbagai ide. “Gimana kalo… anting? Nggak terlalu mencolok, tapi tetap romantis. Terus boneka, buket bunga, baju mungkin? Tapi jangan yang terlalu ribet.”

“Anting... boleh juga,” sahut Raul, mengangguk setuju.

Mereka pun melangkah masuk ke toko perhiasan bermerek, pencahayaan mewah membuat setiap kaca dan logam tampak berkilau memanjakan mata.

Raisya memilih anting-anting berdesain bunga kecil berwarna emas, menurutnya cocok dengan kulit kuning langsat khas Sunda milik Annisa.

“Ini, bagus nggak?” Raisya menyodorkan anting pilihan.

“Lumayan,” jawab Raul pendek seperti biasa.

“Ya udah, jadi beli ini gak?”

“Iya,” jawabnya singkat.

Setelah urusan perhiasan selesai, mereka bergerak ke toko boneka dan florist. Buket bunga penuh nuansa pink dan putih jadi pilihan Raisya. Boneka beruang besar bermantel pita pun ikut dibawa.

“Bang, traktir ya?” pinta Raisya sambil tersenyum manis.

Raul hanya mengangguk sambil mendorong troli, tanda mengiyakan.

Tak butuh waktu lama bagi Raisya untuk menumpuk troli dengan segala macam camilan: keripik gurih, wafer cokelat, cookies, sampai aneka minuman. Tak lupa—dan tentu saja—es krim dalam berbagai ukuran, dari yang kecil hingga satu galon penuh.

“Dek, ini banyak banget. Lu mau dagang es krim keliling?” komentar Raul sambil melotot ke arah troli yang hampir tumpah.

“Sewot Bang?” balas Raisya santai.

Setelah memastikan semua yang diinginkan sudah masuk troli, mereka berdua menuju kasir. Raisya berjalan di belakang Raul dengan wajah bahagia, seakan-akan baru saja menang undian belanja gratis.

Bagi Raisya, ini bukan soal harga atau siapa yang membayar. Tapi karena Raul jarang-jarang mentraktirnya. Jadi, momen ini rasanya seperti hari raya.

“Bang, abang nggak mau beli apa-apa buat abang sendiri?” tanya Raisya saat antre di kasir.

“Masih banyak stok di apartemen,” jawab Raul.

Memang sejak usia lima belas tahun, Raul sudah memilih tinggal sendiri di apartemen. Berbeda dengan Raisya, yang meskipun pernah merengek ingin tinggal sendiri juga, selalu gagal karena orang tuanya tak sanggup jauh darinya.

Setelah semuanya selesai, Raisya menelpon Oliv dan Rissa.

> [Halo, Riss. Gue sama Abang udah kelar. Kita ketemuan di resto Chinese food lantai paling atas ya.]

> [Oke. Gue sama Oliv juga udah selesai.]

---

Resto bergaya oriental itu terletak di lantai tertinggi mall, dengan pemandangan jendela yang mengarah langsung ke cakrawala kota. Mereka berempat duduk menikmati makan siang, mengobrol ringan di tengah aroma sup panas dan mie yang mengepul.

Setelah makan, mereka kembali ke parkiran. Raul membantu membawa kantong-kantong belanjaan ke mobil.

“Ul, barang lu banyak banget!” seru Oliv, kaget melihat bagasi mobil hampir penuh.

“Bukan punya gue. Punya Ray ini,” sahut Raul sambil menyusun belanjaan.

“Lu beli barang sebanyak ini buat apa, Ray?” tanya Rissa dengan alis terangkat.

“Ya buat dimakan lah, masa dibuang?” ketus Raisya.

“Maksud gue, kita kan nginep di rumah Oliv. Mau taruh semua ini di mana?”

“Oh iya…” Raisya mendadak sadar. “Bang, nitip ya. Tolong anterin ke rumah Papa Mama. Bilangin aja ini belanjaan gue, tapi gue nginep jadi gak dibawa semua.”

“Eh, tapi… es krimnya aja deh yang ditinggal. Jajanan lainnya gue bawa ke rumah Oliv,” lanjutnya cepat.

“Iya, nanti gue anterin,” jawab Raul tenang.

Setelah semua beres, Raul mengantar ketiga gadis itu ke rumah Oliv. Sepanjang perjalanan, suasana di dalam mobil terasa akrab namun damai. Oliv dan Rissa bercanda, sementara Raisya hanya bersandar pada jendela mobil, menatap langit senja yang mulai oranye.

Setelah menurunkan mereka, Raul pun melanjutkan perjalanan—menuju rumah orang tuanya untuk menitipkan belanjaan Raisya, sekaligus melepas rindu karena sudah dua minggu tak mampir.

************

BERSAMBUNG...

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!