Dipanggil Guru BK

Seperti biasa, ketika tiba di kantin, Oliv langsung mengambil alih peran sebagai pemesan makanan untuk kedua sahabatnya.

“Mau makan apa?” tanyanya sambil menatap Raisya dan Rissa.

“Bakso sama es teh,” jawab Raisya tanpa menoleh, matanya masih terpaku pada layar ponsel.

“Mie goreng, ya,” timpal Rissa.

Tanpa banyak bicara, Oliv pun melangkah menuju stand makanan. Setelah memesankan makanan mereka bertiga, ia kembali ke meja, duduk dengan santai sambil menunggu pesanan.

Tak berselang lama, pesanan pun tiba. Mereka bertiga mulai menyantap makanan masing-masing dengan tenang. Setelah perut kenyang, mereka tak lupa membayar terlebih dahulu dan membeli beberapa camilan ringan untuk dibawa ke kelas.

Di perjalanan menuju kelas, suasana hati ketiganya tampak santai. Canda tawa kecil kadang menyelip, menghangatkan udara siang yang mulai terik.

“Eh, guys…” ucap Raisya pelan, membuka percakapan.

“Hm? Kenapa, Ray?” tanya Rissa, memiringkan kepala.

“Gue kayaknya—”

Namun sebelum kalimatnya selesai, suara laki-laki memotong ucapan itu.

“Raisya…”

Raisya menoleh dengan cepat. Suara itu sangat familiar.

Raul Andrian Cody.

Raisya mendengus kecil. “Ya, kenapa?”

Raul, kakak tiri Raisya, berdiri tak jauh dari mereka. Anak angkat keluarga Cody yang diadopsi sebelum Raisya lahir—saat Robert dan Angel masih berjuang mendapatkan keturunan. Baru satu tahun setelah mengadopsi Raul, Angel hamil dan melahirkan Raisya. Sejak itu, Raul menjadi bagian dari keluarga Cody, meski darah mereka tak sama.

“Ray, nanti temenin gue ke mall, ya?” pinta Raul, nada suaranya memohon.

Raisya mendesah malas. “Gue, Oliv, sama Rissa juga mau ke mall. Jadi ya sekalian aja ikut. Tapi kalo lo nggak mau, ya udah. Nanti malem gue nginep di rumah Oliv.”

“Huh… iya, iya. Gue ikut,” jawab Raul dengan malas sambil bersungut-sungut.

“Ya udah, kalau gak ada penting lagi, pergi sana. Hush! Hush!” usir Raisya sambil mengibas-ngibaskan tangan seperti mengusir kucing liar.

“Masih, kok.”

“Apa lagi sih?!” Raisya mulai jengkel.

“Lu tadi berantem lagi, ya?” tanya Raul dengan nada serius.

“Iya. Emang kenapa? Pasti lo mau ceramah lagi, kan?!” sahut Raisya, sudah tahu arah pembicaraan ini.

“Udah gue bilang berapa kali, Ray! Gak usah berkelahi! Lo tuh cewek. Kalau ada apa-apa, kan ada Papa atau gue. Lo gak usah maksain jaga diri sendiri!”

“Ihhhhh!! Pergi sana, nyebelin!” omel Raisya sambil menatap ke arah lain, menahan amarah.

Meski sering beradu mulut, Raisya sangat menyayangi Raul. Di luar rumah, ia memang keras, kadang brutal. Tapi di depan keluarga, ia tetap menjaga sikap. Hanya kepada Raul-lah ia bisa bertingkah sedikit lebih lepas—meski tetap saja dimarahi oleh orang tuanya jika Raul mengadu.

“Dih, ngusir gue!” sungut Raul, lalu pergi meninggalkan mereka bertiga.

Rissa dan Oliv hanya bisa saling pandang dan menggeleng-gelengkan kepala, sudah terbiasa dengan dinamika kakak-beradik satu itu.

“Lu tadi mau ngomong apa, Ray?” tanya Oliv.

“Gak jadi,” jawab Raisya singkat.

“Yah, lemah,” sahut Oliv, menyunggingkan senyum kecil.

Mereka melanjutkan makan camilan yang tadi dibeli.

“Bukannya tadi kita juga beli jajan dari pagi ya? Tapi gak dimakan?” ucap Rissa mengingat-ingat.

“Eh iya! Gara-gara si Aldo b*jingan itu!” gerutu Raisya.

“Heh! Jaga mulut lu, Ray!” semprot Rissa.

“Kayaknya bentar lagi lu bakal dipanggil Bu Ina, deh,” gumam Oliv tiba-tiba.

“Pasti,” jawab Raisya, sudah pasrah.

Benar saja, tak lama kemudian, suara nyaring dan khas terdengar dari depan kelas.

“Eh… guyyss… Di sini ada Raisya nggak? Gawat! Gawattt!” seru seorang cowok dengan gaya lemah gemulai. Kevin—siswa eksentrik yang selalu muncul di saat yang tak terduga.

“Nih,” jawab Oliv, menunjuk Raisya yang sedang minum.

“Rayyy… Bu Ina manggil lu tuh,” ujar Kevin dengan gaya khasnya.

“Iya-iya, gue udah tahu,” desah Raisya sambil berdiri.

“Tungguin, Ray!” panggil Oliv sambil mengejar langkahnya.

---

Sesampainya di ruang BK, Raisya langsung duduk di samping Aldo tanpa perlu disuruh. Ia sudah tahu pola mainnya.

“Kamu lagi, kamu lagi,” cibir Bu Ina.

“Kalau ibu gak mau ketemu saya, jangan panggil saya dong, Bu,” jawab Raisya ketus.

“Kamu ya, nggak sopan!” bentak Bu Ina.

“Kalian ini kenapa sih?! Cuma karena kertas basah aja sampai berantem!” ujar Bu Ina kesal.

“Bu, kalau barang penting ibu dirusak orang, ibu marah nggak?” tanya Raisya, tajam.

“Ya marah lah,” jawab Bu Ina.

“Ya udah. Itu juga tugas penting buat saya. Masa dibilang cuma kertas? Kalau gitu ibu nggak hargain kerja keras saya dong,” balas Raisya.

“Aldo, kamu tadi bilang itu cuma coretan?” tanya Bu Ina.

“I-iya, Bu. Saya salah ngomong,” jawab Aldo dengan gugup.

“HEH ANJ*NG!! Cuma coret-coret? SINI MUKA LO GUE CORET-CORET!!” teriak Raisya sambil menarik rambut Aldo.

Aldo tak mau kalah. Ia balas menarik rambut Raisya.

“Cowok kok main jambak?!”

“Emang cuma cewek yang boleh?!”

“CUKUPPP!!!” bentak Bu Ina, berdiri dengan wajah merah padam. “KALIAN YA! SUDAH SALAH, BUKAN NYELESAIN MASALAH MALAH TAMBAH MASALAH! KALIAN BERDUA BERSIHKAN GUDANG SEKOLAH SAMPAI KINCLONG! KALO NGGAK, NGGAK BOLEH PULANG!”

Tanpa membantah, mereka pun melangkah menuju gudang sekolah yang terletak di pojok paling sepi dan lembap.

---

Raisya kebagian membersihkan gudang peralatan olahraga, sedangkan Aldo membersihkan peralatan kesenian. Bagi Raisya, pekerjaan itu bukan masalah besar. Ia terbiasa hidup disiplin dan rapi, bahkan mengerjakan pekerjaan rumah tangga bukanlah hal yang aneh baginya, walaupun ia adalah seorang anak dari orang kaya.

Sebaliknya, Aldo tampak bingung. Tumbuh besar dalam kemewahan membuatnya tak tahu cara menyapu yang benar, apalagi menata ulang gudang yang berantakan.

Sementara itu, pelajaran olahraga sedang kosong karena guru mereka tengah cuti menikah. Mereka hanya diberi tugas dari guru piket untuk tetap melakukan aktivitas fisik.

Ketua kelas pun menuju gudang untuk mengambil alat olahraga. Siswa perempuan akan bermain voli, sedangkan para laki-laki bermain sepak bola.

Begitu pintu gudang dibuka, ia mendapati Raisya sedang berusaha menjangkau kemoceng di rak paling atas. Namun karena posisi rak yang tak stabil dan tinggi, ia kesulitan.

“Aw… susah banget, sih…” gerutunya sambil berjinjit.

Tanpa disadari, rak itu mulai miring...

“AaaaAAAAAAWWWWW!!!” jerit Raisya, panik melihat rak bergoyang dan hendak tumbang ke arah dirinya.

************

BERSAMBUNG

Terpopuler

Comments

Không quan tâm🧚‍

Không quan tâm🧚‍

Suka alur ceritanya.

2024-02-01

0

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!