Deket Bangettttt!!!! Gilaaa!!!!

“AaaaaAAwWw!!!!”

Jerit Raisya menggema, memantul di antara dinding-dinding gudang yang pengap. Rak besi yang tinggi dan sarat dengan perlengkapan olahraga mulai bergoyang tak stabil, mengancam akan tumbang menimpanya.

Namun sebelum rak itu benar-benar rubuh, sebuah tangan kuat dengan sigap menahannya dari belakang.

Raisya membatu. Ia membuka matanya perlahan, mengira dirinya sudah tertimpa. Namun yang ia lihat adalah punggung seorang laki-laki yang berdiri di antara dirinya dan rak besar itu—menahannya hanya dengan satu tangan.

“Lu nggak apa-apa?” tanya pemuda itu, masih memegang kuat sisi rak agar tak jatuh.

Suara itu… Raisya merasa sangat familiar. Dengan jantung yang berdegup kencang dan telapak tangan mulai dingin, ia mendongak. Dan benar saja…

Seseorang berdiri di hadapannya. Seseorang yang selama ini ia hindari untuk diperhatikan. Rambutnya acak-acakan, kaus olahraganya basah oleh keringat, dan napasnya masih terengah karena aktivitas fisik. Tapi wajah itu… terlalu sempurna untuk dilewatkan.

Arka.

Cowok cuek yang sering bikin Raisya jengkel. Cowok yang—entah kenapa—akhir-akhir ini sering muncul dalam pikirannya. Dan kini, dia berdiri di hadapannya. Menolongnya. Membuat jantung Raisya semakin tidak stabil.

(Ni jantung kenapa lagi sih?! Jangan bunyi kenceng-kenceng dong! Ntar kedengeran sama dia!) batin Raisya kalang kabut.

(Kenapa juga dia yang harus nolong? Mending kejatuhan rak sekalian deh… daripada ditolong sama dia!)

“I-iya… Gue nggak apa-apa,” ucap Raisya terbata, buru-buru berdiri sambil membantunya menegakkan rak kembali.

Ia sengaja membelakangi Arka. Tak berani menatap. Ia bisa merasa betapa panasnya wajahnya saat ini.

“Lu beneran gak apa-apa?” ulang Arka, nadanya tetap tenang.

“Udah gue bilang, gue gapapa!” sergah Raisya keras, lebih ke panik daripada marah.

“Lu kayak demam deh.”

“Dah lah, sana. Tapi makasih…” Raisya buru-buru menyudahi interaksi itu, menunduk sambil kembali fokus pada tugasnya. Ia masih bisa merasakan detak jantungnya berloncatan seperti drum di konser rock.

Namun tak lama, suara itu terdengar lagi—kali ini sangat dekat di belakangnya.

“Minggir, gue mau ngambil bola voli.”

(Ya ampun… kan tempat buat ngambil bola luas, kenapa harus PERSIS di belakang gue?!)

(Dekeeeet bangetttt!! Parah!)

Raisya nyaris kehilangan akal sehatnya. Tubuh Arka hanya berjarak beberapa senti dari punggungnya. Ia bahkan bisa mencium aroma sabun dan keringatnya yang bercampur entah kenapa… menyenangkan.

Raisya kaku. Tak mampu bicara. Wajahnya semakin merah seperti kepiting rebus.

Begitu Arka selesai mengambil bola voli dan bola basket, ia langsung keluar tanpa sepatah kata pun lagi.

Baru setelah pintu gudang tertutup kembali, Raisya menghembuskan napas keras-keras. Ia duduk lemas di lantai gudang, memegang dadanya.

“Tu orang, hobinya bikin deg-degan orang apa gimana, sih?!” gumamnya sebal, sambil merapikan barang-barang yang sempat berjatuhan.

 

Setelah menyelesaikan tugas membersihkan gudang, Raisya bergegas menuju ruang BK.

“Permisi,” ucapnya sambil mengetuk pintu.

“Masuk,” jawab Bu Ina dari balik mejanya.

Raisya masuk dengan tenang dan memberi tahu bahwa tugas bersih-bersihnya telah selesai.

“Heh… bersih katanya. Anak orang kaya mana bisa pegang sapu sama kemoceng,” cibir Bu Ina tanpa melihat ke arahnya.

Raisya menahan emosi. Ia menarik napas dalam-dalam.

“Kalau Ibu nggak percaya ya sudah. Yang penting saya udah lakuin,” balas Raisya tenang, tapi dingin.

Bu Ina malas mengecek gudang olahraga karena jaraknya yang cukup jauh. Ia hanya mengibaskan tangannya.

“Ya udah, balik ke kelas sana. Tapi saya peringatin ya, kalau sampe ketahuan berkelahi lagi, bukan cuma gudang. Tapi semua ruang kosong di sekolah juga bakal kamu bersihin sendiri! Ngerti?!”

“Baik, Bu,” jawab Raisya singkat lalu pamit.

 

Di kelas…

Oliv dan Rissa duduk berdampingan di bangku belakang. Mereka sedang menonton drama Korea lewat ponsel milik Rissa, lengkap dengan ekspresi yang ikut terbawa alur cerita.

“Kok Ray belum balik-balik, ya?” tanya Rissa sambil melirik ke pintu.

“Mungkin dia disuruh bersihin gudang lebih lama,” sahut Oliv, masih fokus ke layar.

“Eh, itu dia!” seru Rissa sambil menunjuk ke arah pintu. Raisya muncul dengan langkah santai, wajahnya masih menyimpan jejak panik yang belum hilang.

“Balik juga lu, Ray. Dari tadi kami nungguin,” sambut Oliv sambil bergeser sedikit memberi tempat duduk.

“Apaan… dari tadi juga lu berdua nontonin drakor di HP Rissa,” cibir Raisya.

“Kok ku lama dari tadi? Kenapa?” tanya Rissa penuh rasa ingin tahu.

“Gue tadi… hampir ketimpa rak BESAR banget!” Raisya membentangkan tangannya untuk memperagakan ukuran rak tersebut.

“Ya ampun! Terus lu gak kenapa-kenapa? Ada luka?” tanya Rissa cemas.

“Enggak kok, gue diselametin orang,” jawab Raisya cepat, menunduk. Suaranya hampir bergetar.

“Siapa?” pancing Oliv sambil menyipitkan mata, curiga.

“Orang,” jawab Raisya singkat.

Oliv dan Rissa saling pandang. Mereka tahu ada yang disembunyikan sahabatnya itu.

"Eh tau gak?" ucap Rissa dengan antusias.

"Enggak," jawab Raisya.

Tentu saja Rissa langsung memberikan tatapan mata sinis kepadanya.

"Ya lu orang baru dateng ditanya, tau gak? Ya jelas enggak lah,"

"iya-iya..... Tadi.... Oliv ada yang nembakkk." Di ceritakan dengan begitu rinci dan detail oleh Rissa tentang kejadiannya.

"Ngapa gak lu jawab sih, Liv. Kan sayang," ucap Raisya.

"Belum gue jawab, ege. Bukan gue tolak," timpal Oliv.

 

Sementara itu…

Aldo sudah lama kabur dari tugas membersihkan gudang kesenian. Ia malah duduk di kantin sambil asyik bermain ponsel dan mengunyah keripik.

Seorang siswa melintas menuju toilet dan meliriknya.

“Do, lu dipanggil Bu Betty tadi. Gara-gara rusakin tugasnya Raisya.”

“Anjir… dasar cewek cepu!” umpat Aldo, langsung berdiri dan bergegas menuju ruang guru.

“Bukan Raisya yang ngadu, tapi Oliv,” sahut si siswa sambil berlalu.

“Ya sama aja lah bertiga itu! Apalagi si Oliv… bangsat satu itu,” gerutu Aldo sambil terus berjalan.

 

Namun karma tak pernah tidur. Begitu tiba, Bu Betty langsung menyuruh Aldo membersihkan gudang kesenian—kali ini di bawah pengawasan langsung.

Aldo tak bisa mengelak. Dengan wajah ditekuk, ia membersihkan gudang yang penuh debu, cat kering, alat musik tua, dan aroma jamur yang menyengat.

Walau tak biasa mengerjakan tugas seperti itu, Aldo tetap berusaha melakukannya dengan serius. Takut jika ia lalai, hukumannya malah akan bertambah.

Setelah dinyatakan cukup bersih, Bu Betty membiarkannya kembali ke kelas. Tapi alih-alih menuju kelas, Aldo malah balik lagi ke kantin.

“Sekolah ini tempat apa sih? Kayak penjara,” gerutunya, duduk santai sambil membuka bungkus jajanan dan kembali memainkan ponselnya.

************

BERSAMBUNG

Terpopuler

Comments

Eulalia

Eulalia

Ngakak sampe perut sakit!

2024-02-02

0

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!