Alloric berjalan keluar, sementara teman-teman Soman—Ceroz, Elisa, dan Hudson—mondar-mandir panik di luar. Sepertinya mereka menunggu Soman atau pun Alloric.
Ketika Alloric akhirnya muncul, dia langsung disambut dengan berbagai pertanyaan.
"Bagaimana dengan Soman?" tanya Elisa terburu-buru saat melihat Alloric keluar.
"Apa dia baik-baik saja?" sambung Hudson.
"Apa yang terjadi dengannya?" potong Soman dengan khawatir.
"Tidak ada masalah, dia hanya belum sadarkan diri. Tapi sebentar lagi dia mungkin akan sadar," jawab Alloric.
"Mungkin?" tanya Soman dengan nada cemas.
"Ia mungkin akan sadar karena sihir yang ku gunakan sangat kuat. Tapi jangan khawatir, aku menjamin dia akan sadar," ujar Alloric dengan percaya diri.
Ceroz, yang tampak marah, berkata, "Kau berani-beraninya bicara seperti itu! Bagaimana jika Soman tidak sadar?"
Alloric menenangkan situasi, "Aku masih punya penawar. Tidak perlu mengamuk seperti ini. Kau ingin membunuhku?"
"Diam!" bentak Elisa.
"Kami ingin melihat Soman," bantah Elisa dengan tegas.
"Alloric, tidak bisakah lebih cepat?" tambah Hudson.
Alloric tersenyum, "Tentu saja, tapi ingatlah bahwa semuanya memerlukan waktu."
Alloric berdiri di depan pintu yang ingin dikuatkan dengan sihirnya yang kuat. Dengan suara tegas dan penuh kekuatan, dia mulai membacakan mantra kuno yang akan mengunci pintu itu dengan kekuatan magis yang tak terkalahkan. Aura kegelapan mulai menyelimuti ruangan saat Alloric memusatkan energinya untuk menciptakan perlindungan yang tak tertembus.
Pintu itu pun mulai bersinar dengan cahaya magis yang mempesona, menandakan bahwa sihir perlindungan telah berhasil diterapkan. Bahkan Elisa sendiri, penyihir terkuat diantara mereka itu, merasa terpaku oleh kekuatan sihir yang diciptakan oleh Alloric. Tak ada yang bisa menembus perlindungan yang telah diciptakan, membuat pintu itu menjadi tidak hanya fisik, tetapi juga spiritual tak terkalahkan.
Dengan penuh keyakinan, Alloric menatap pintu itu dengan mantap, mengetahui bahwa perlindungan yang dia ciptakan akan menjaga rahasia dan keamanan di balik pintu itu dengan sempurna. Dan begitulah, kekuatan sihir Alloric membuat pintu itu menjadi sebuah benteng yang tak tergoyahkan, bahkan bagi sihir Elisa sekalipun.
"Sial sihirku tidak mampu mematahkan sihir Alloric," ujar Elisa.
"Biar aku coba," seru Hudson. Arbergyron. Dengan menggabungkan kekuatan bayang tingkat kedua, Hudson menyatu dengan tubuhnya, berubah menjadi seorang golem. Namun, sekuat apapun tahap kedua sihir bayang Hudson, ternyata tetap tidak mampu menembus sihir yang dibuat oleh Alloric.
"Cihh, sihirnya kuat sekali," desis Hudson sambil merasakan kesakitan pada jari-jemarinya yang terasa tertekan saat mencoba menembus perlindungan yang melindungi pintu tersebut.
Dengan kekuatan sihir yang begitu kuat, Alloric berhasil menciptakan perlindungan yang tak terkalahkan, bahkan bagi Elisa, dan Hudson yang merupakan penyihir-penyihir terkuat tak mampu menembus mantra. Pintu itu tetap terjaga dengan kokoh, melindungi Hudson yang berada di dalam.
Ketiga orang itu kembali duduk di bawah, menunggu kedatangan Alloric. Namun, jika Hudson mengetahui alasan di balik tindakan Alloric yang membuatnya tidak bisa membuat Soman sadar sihirnya sendiri yang akan menghabisi Alloric, begitu mereka tidak akan memaafkan Alloric. Rasa kekecewaan dan ketidakmengertian mulai terasa di hati Elisa,Ceroz, dan Hudson.
Hudson, dengan jari-jemarinya yang masih terasa sakit akibat upaya menembus sihir Alloric, merasa terpukul oleh kekuatan yang tidak bisa dilawan. Elisa dan Ceroz pun ikut merasa frustrasi karena perlindungan yang begitu kuat telah membuat mereka merasa tak berdaya.
Semua itu membuat ketegangan di antara mereka semakin terasa. Meskipun mereka menunggu kedatangan Alloric, namun rasa kekecewaan dan ketidakmengertian terhadap tindakan Alloric telah membuat hubungan di antara mereka menjadi gelisah.
Ketiga orang itu kembali duduk di bawah, menunggu kedatangan Alloric. Namun, jika Hudson mengetahui alasan di balik tindakan Alloric yang membuatnya tidak bisa membuat Soman sadar sihirnya sendiri yang akan menghabisi Alloric, begitu mereka tidak akan memaafkan Alloric. Rasa kekecewaan dan ketidakmengertian mulai terasa di hati Elisa,Ceroz, dan Hudson.
Dalam suasana tegang dan khawatir, Elisa, Ceroz, dan Hudson menunggu kedatangan Alloric yang belum juga muncul di tempat itu. Mereka merasa frustrasi dan tak berdaya di hadapan sihir penghalang yang begitu kuat.
“Kurang ajar, aku sudah tidak bersantai seperti ini,” ujar Ceroz sambil bangkit dari duduknya, siap untuk menghancurkan sihir penghalang di pintu tersebut.
“Jangan gegabah, sihir yang menghalangi pintu itu sangat kuat,” tegur Elisa sambil berdiri, diikuti oleh Hudson.
“Kita hanya akan membuang-buang tenaga saja,” sambung Hudson mencoba menenangkan Ceroz.
“Bagaimana aku bisa tenang sedangkan sahabatku berada di dalam sendirian. Jika dia tidak apa-apa, bagaimana kalau dia kenapa-napa, sahabat mana yang tidak panik saat sahabatnya dalam bahaya,” ucapku sambil mengepalkan tangan dengan penuh kegelisahan.
Saat ketegangan mencapai puncaknya, Alloric tiba dan bertanya, “Eh, kalian apa yang kalian lakukan di sini?”
Ceroz yang emosi langsung menyahut, “Apa yang kami lakukan? Kau masih bisa bertanya bodoh seperti itu ya?”
Alloric kemudian membacakan mantra untuk membuka sihir yang menjaga pintu itu. “Kalian tetap tunggu di sini sebentar ya, biar aku yang masuk ke dalam melihat Soman. Tenang saja, aku sudah menyiapkan penawarnya,” ujar Alloric sambil mengangkat botol itu. Muncu kembali harapan bagi Elisa, Ceroz, dan Hudson. Mereka menunggu dengan penuh keyakinan dan kekhawatiran di luar pintu, berharap agar segala sesuatunya akan segera membuat Soman baik baik saja.
Alloric kemudian membacakan mantra untuk membuka sihir yang menjaga pintu itu. “Kalian tetap tunggu di sini sebentar ya, biar aku yang masuk ke dalam melihat Soman. Tenang saja, aku sudah menyiapkan penawarnya,” ujar Alloric sambil mengangkat botol itu. Muncul kembali harapan bagi Elisa, Ceroz, dan Hudson. Mereka menunggu dengan penuh keyakinan dan kekhawatiran di luar pintu, berharap agar segala sesuatunya akan segera membuat Soman baik-baik saja.
Aku memasuki ruangan untuk melihat Soman yang masih terbaring tak sadarkan diri.
“Soman,” ucapku sambil menggunakan sihirku untuk membuatnya sadar, dan juga memberikan ramuan yang kubuat untuk membantu Soman kembali sadar.
Dengan hati-hati, aku menuangkan ramuan itu perlahan ke dalam mulut Soman, dan melihat matanya mulai terbuka perlahan.
“Alloric,” suara pertama kali terdengar dari Soman.
Aku segera menahan Soman agar tidak duduk terlalu cepat, “Jangan duduk dulu, tenagamu belum pulih sepenuhnya. Minumlah ramuan ini dulu,” ujarku sambil memberikan ramuan tersebut ke Soman untuk diminum.
“Istirahatlah, aku akan memanggil teman-temanku. Oh, kamu sudah kembali normal. Aku sudah selesai,” lanjutku sambil memastikan kondisi Soman yang telah sadar kembali.
Dengan Soman yang telah kembali sadar dan dalam keadaan baik, aku segera keluar ruangan untuk memanggil Elisa, Ceroz, dan Hudson agar mereka bisa melihat sendiri bahwa Soman telah pulih dari keadaan tak sadar. Semua pun berakhir dengan baik, dan kekhawatiran mereka pun sirna dengan pulihnya Soman.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 34 Episodes
Comments