Ruang bawah kerajaan Bayang Ceroz, Soman, Hudson, dan Elisa. Mereka berkumpul bersama-sama. Mereka membahas rencana untuk pergi ke tempat di mana Panderwis berada, yaitu di ujung Gelareos. Hudson meletakkan peta di atas meja dan berkata, "Pertama-tama, kita berada di sini," sambil menunjuk ke arah tertentu.
"Jalan pertama yang harus kita ambil adalah seperti ini," kata Hudson sambil menunjuk pada gambar hutan di peta. Namun, hutan tersebut diberi tanda silang merah.
"Apakah tanda silang merah ini?" tanya Ceroz.
"Itu adalah tanda bahaya. Hutan ini dikenal sebagai Hutan Kematian," ujar Elisa.
"Hutan Kematian?" serentak Ceroz dan Soman.
"Hutan ini disebut Hutan Tengkorak karena banyak mayat penyihir yang telah menjadi tengkorak. Mereka semua mati karena gagal melewati jebakan-jebakan yang ada di dalam hutan tersebut," lanjut Hudson.
"Tidak ada jalan lain untuk melewati hutan ini?" tanya Caroz.
"Tidak ada. Kita berada di timur laut, tepat di tengah Hutan Tengkorak," jawab Elisa.
"Susah juga ya," ucap Ceroz.
"Kita hanya butuh kerjasama dan keberanian," tambah Soman.
"Baiklah, besok kita akan mulai berangkat," ujar Soman.
"Aku setuju, tapi ingat, ayahku tidak boleh tahu bahwa kita ingin pergi ke tempat penderwis," peringatkan Elisa.
"Baiklah," mereka sepakat untuk menyembunyikan rencana ini dari ayah Hudson.
Keempat anak itu keluar dan bersikap seolah-olah tidak ada yang direncanakan, menutupi semuanya dengan rapat.
Sebelum matahari terbit, mereka sudah bersiap-siap dengan alat-alat dan bekal yang akan mereka bawa.
"Kalian sudah siap?" tanya Hudson.
"Siap!" seru anak-anak itu bersemangat untuk berangkat ke ujung Gelareos.
"Kalian mau kemana?" tanya Zone, keluar dari kamar bersama istrinya, Oriona, yang berada di samping.
"Pagi buta begini sudah mau pergi," sambung Oriona.
"Perjalanan kami jauh, ayah ibu, jadi harus pergi cepat," jawab Hudson singkat.
"Mau kemana?"
"Berpetualang," jawab Hudson sekadar.
"Berpetualang saja, kan? Tidak sampai ke ujung Gelareos," kata Zone sambil menaik-turunkan alisnya.
"E- enggak kok, ya," jawabnya gagap.
Mereka berempat saling tatap-tatapan satu sama lain.
"Yaudah, kalau begitu."
Akhirnya, Zone memberikan izin kepada anaknya untuk pergi.
"Lucu ya mereka," ujar Zone sambil melihat kepergian Hudson dan teman-temannya.
"Iya, seperti kita tidak tahu saja tujuan mereka mau kemana."
"Biarlah, anak itu pasti takut kalau kita tidak mengizinkan mereka pergi."
"Memang ya, anak laki-lakimu tahu di mana ujung Gelareos?" tanya Oriona, baru menyadarinya.
"Hudson pasti tahu letaknya. Dia punya peta salinan yang dicurinya dari Kerajaan Utama," jawab Zone.
***
"Kita tidak punya uang untuk naik kapal ke seberang. Harga kapal ke seberang sekitar 700 koin emas. Aku sudah menanyakannya," ungkap Hudson.
"Kita tidak bisa berjalan ke sebrang. Berjalan kaki ke sana butuh waktu 12 hari baru sampai."
"Aku tidak sanggup," ucap Soman jujur.
"Lagi pula, siapa yang akan menempuh kesana?" ungkap Hudson.
"Jadi, bagaimana?"
"Aku ada cara. Sebentar," Hudson maju beberapa langkah ke depan dari tempatnya. Ia melafalkan mantra: I'r adderson Quertro.
Sebuah sihir berbentuk burung elang raksasa terbentuk dari bayang-bayang yang sangat besar.
Soman, Ceroz dan Elisa terkejut melihat burung elang raksasa yang muncul dari sihir Hudson. Mereka tidak pernah melihat makhluk sebesar itu sebelumnya.
"Bagaimana ini bisa terjadi?" tanya Soman dengan suara gemetar.
"Aku menggunakan bayang bayang untuk membentuk elang raksasa ini. Aku hanya mengucapkan mantra yang pernah kudengar dari seorang penyihir tua di desaku. Dia bilang itu mantra untuk memanggil bantuan dari alam semesta, aku tidak pernah memakai mantra ini sebelumnya," jawab Hudson.
"Apakah kita bisa naik ke atasnya?" tanya Soman, menatap burung elang itu dengan harap.
"Sudah pasti bisa. Ayo, cepat, sebelum sihirnya hilang," Hudson menarik tangan Soman, dan lainnya dan berlari menuju burung elang itu.
Mereka berdua berhasil naik ke punggung burung elang itu, dan merasakan angin yang berhembus kencang di wajah mereka. Burung elang itu melambaikan sayapnya yang lebar, dan terbang menuju seberang sungai yang jauh. Soman, Elisa, Ceroz dan Hudso bersorak gembira, merasa seperti mimpi. Mereka berharap burung elang itu bisa membawa mereka ke tempat tujuan mereka, tanpa ada halangan atau bahaya di perjalanan.
Namun, mereka tidak menyadari bahwa ada sesuatu yang mengintai di langit. Sebuah naga hitam yang mengeluarkan api dari mulutnya, mengejar burung elang itu dengan marah. Naga itu merasa terganggu oleh kehadiran burung elang itu di wilayahnya, dan ingin menghancurkannya. Naga itu mendekati burung elang itu dengan cepat, dan bersiap untuk menyerang. Soman dan Hudson melihat naga itu, dan ketakutan. Mereka tidak tahu apa yang harus dilakukan. Mereka hanya bisa berdoa, dan berharap burung elang itu bisa meloloskan diri dari naga itu.
Saya mengerti bahwa Anda ingin saya memperbaiki tanda baca pada teks Anda, dan menulis lanjutan dari narasi Anda. Ini adalah hasil karya saya:
Burung elang yang mereka naiki perlahan kehilangan keseimbangan. Hudson mencoba mengendalikan elang itu dengan semua kekuatan sihirnya. "Sial, aku tidak bisa menyerang," ujar Hudson dari depan. "Aku akan mencoba menyerang naga kurang ajar itu," Elisa mencoba berdiri dengan bantuan tangan Soman. Elisa mengatur keseimbangan tubuhnya untuk berdiri lurus. Akhirnya, Elisa berdiri meski dalam pegangan Soman. Elisa membacakan mantra sihirnya. Bola kekuatan bercahaya hitam putih yang menyatu di telapak tangannya dilemparkan hingga mengenai naga tersebut. Kekuatan magis Elisa yang kuat membuat naga tersebut terjatuh ke bawah.
Soman dan Hudson bersukacita melihat naga itu jatuh. Mereka berpikir bahwa mereka sudah selamat dari bahaya. Namun, mereka salah. Naga itu tidak mati, hanya terluka. Naga itu bangkit dengan marah, dan mengeluarkan api yang lebih besar dari mulutnya. Api itu menyambar burung elang yang mereka naiki, dan membuat bulu-bulunya terbakar. Burung elang itu menjerit kesakitan, dan mulai jatuh ke tanah. Soman, Elisa, Ceroz dan Hudson panik, dan mencari cara untuk menyelamatkan diri. Mereka tidak punya payung terjun, atau sihir yang bisa membuat mereka terbang. Mereka hanya bisa berharap ada keajaiban yang bisa menyelamatkan mereka dari kematian yang pasti.
Saat mereka jatuh, untung saja Hudson sempat mengeluarkan kekuatan sihirnya untuk menampung mereka. Dia membuat sebuah perisai berbentuk kubah yang melindungi mereka dari benturan dengan tanah. Mereka berempat terdampar di sebuah padang rumput yang luas, namun masih dalam jangkauan naga itu.
"Terima kasih, Hudson. Kamu menyelamatkan nyawa kita," ucap Soman dengan bersyukur.
"Tidak ada apa-apa. Aku hanya berusaha sebisaku," balas Hudson dengan rendah hati.
"Kalian berdua, diam sebentar. Kita belum aman. Lihat itu!" seru Ceroz, menunjuk ke arah langit.
Mereka menoleh, dan melihat naga itu masih mengejar mereka. Naga itu terbang rendah, dan menghembuskan api ke arah mereka. Mereka berempat segera berlari mencari tempat berlindung. Mereka melihat sebuah gua di dekat bukit, dan berlari ke sana.
"Masuk, cepat!" ujar Hudson, mendorong mereka masuk ke dalam gua.
Mereka berempat masuk ke dalam gua, dan bersembunyi di balik sebuah batu besar. Mereka berharap naga itu tidak melihat mereka, dan pergi. Mereka berempat menarik nafas, dan berdoa. Mereka tidak tahu apa yang akan terjadi selanjutnya. Mereka hanya bisa berharap ada keajaiban yang bisa menyelamatkan mereka dari naga itu.
Mereka berempat bersembunyi di dalam gua, dan menunggu naga itu pergi. Mereka mendengar suara naga itu mengaum dan menghembuskan api di luar gua. Mereka merasa ketakutan, dan berpelukan.
"Tidak ada jalan keluar. Kita terjebak di sini," ucap Soman dengan putus asa.
"Jangan menyerah, Soman. Kita pasti bisa menemukan cara untuk lolos dari naga itu," ujar Elisa dengan berusaha memberi semangat.
"Bagaimana caranya? Kita tidak punya senjata, atau sihir yang cukup kuat untuk melawannya," kata Ceroz dengan pesimis.
"Kita harus berpikir kreatif. Mungkin ada sesuatu di dalam gua ini yang bisa kita gunakan," kata Hudson dengan optimis.
"Seperti apa?" tanya Soman.
"Aku tidak tahu. Ayo, kita cari tahu. Mungkin kita bisa menemukan sesuatu yang berguna," Hudson bangkit dari tempatnya, dan mengajak mereka berempat untuk menjelajahi gua.
Mereka berempat berjalan di dalam gua, dan mencari sesuatu yang bisa membantu mereka. Mereka melihat banyak batu, tanah, dan akar pohon di dalam gua. Mereka tidak melihat apa-apa yang menarik, atau berharga.
"Kita tidak akan menemukan apa-apa di sini. Ini hanya gua biasa," ucap Ceroz dengan kecewa.
"Tunggu, lihat itu!" Hudson menunjuk ke arah sebuah dinding gua yang berkilau. Mereka mendekati dinding itu, dan melihat sesuatu yang mengejutkan mereka.
Di dinding gua itu, ada sebuah lukisan yang menggambarkan sebuah pedang.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 34 Episodes
Comments