Taurus bertahan kokoh. Ia menggunakan kekuatan tangannya menyilangkan seperti bentuk X untuk menutupi wajahnya dari kekuatan sihir yang menyerangnya barusan.
"Sial," umpat Taurus.
Lelaki yang ada di depan Taurus hanya menatap datar, begitu pun para penonton dan juga adik-adik Taurus yang berdiri khawatir terhadap kakaknya. Sedangkan Soman sendiri berlari untuk menyelamatkan Ceroz.
"Ceroz, kau tak apa-apa?" tanya Soman sambil mengeluarkan sihir semampunya untuk mengobati Ceroz.
"Aku tidak apa-apa, siapa orang itu?"
"Aku juga tak tahu," jawab Soman.
Mereka berdua kembali memperhatikan seksama dan mengingat sesuatu bahwa itu adalah orang yang menyerang Elisa.
Kedua mata anak itu melotot melihat hadirnya kakak Elisa.
"Tandinganmu bukan anak-anak itu!" seru Arsel.
"Apa hakmu untuk mengaturku? Kalau begitu," Taurus menyerang tanpa aba-aba ke bagian perut Arsel, namun Arsel mampu menahan sihir Taurus.
"Kau benar-benar ingin bermain-main ya," Arsel melakukan aksinya. Ia menyerang Taurus dan membuat gumpalan abu hitam menghalangi pandangan semua orang. Barulah ia menyelamatkan Soman dan Ceroz. Arsel membawa mereka ke tempat yang aman.
"Kalian aman di sini," ujar Arsel.
"Tapi bagaimana dengan Elisa? Karena sihirmu, ia sampai sekarang tak sadarkan diri," bantah Soman.
"Aku tidak tahu, tapi kalian adalah temannya, jadi berusahalah untuk mencari jalan keluar sendiri."
"Bedebah! Kau sendiri adalah kakaknya. Seharusnya aku tadi mendapatkan penawar itu, tapi karena kau datang, semuanya hilang," senggakku masih tak terima karena Arsel.
"Oh ya? Bagaimana bisa kau mau melawannya? Kau saja tidak memiliki sihir apa pun. Tadi saja kau hampir mati. Mungkin saja di arah timur laut ada hal yang dapat menyembuhkan Elisa," ujar Arsel kemudian ia terbang ke atas.
"Oiiy, kalau terjadi apa-apa terhadap Elisa, aku akan menyerangmu dan tidak akan memberimu ampun," ancamku kepada Arsel.
Setelah mendengar ucapanku, aku melihat Arsel kembali turun ke bawah.
"Tekad yang bagus. Kau lupa kami adalah penyihir kubu elit yang tak terkalahkan. Aku tadinya mengira adikku akan bertemu dengan orang-orang pecundang, ternyata aku salah."
"Apa maksudmu?"
"Kau ini, meski tak memiliki sihir, kau tetap bertekad kuat untuk menghabisi seseorang. Aku tidak bisa membilang kalian lemah lagi. Maaf," tiba-tiba saja Arsel menundukkan kepalanya meminta maaf pada Ceroz dan Soman.
"Aku akan memberitahu di mana kalian bisa mendapatkan ramuan untuk membuat Elisa sadar, yaitu dari penyihir pengobat sendiri."
"Tapi kami sudah kalah bertarung dengannya. Kita juga sudah jauh lokasinya dari tempat tinggal penyihir pengobat."
"Kekuatan sihir mereka menyembuhkan? Sama seperti kau," menunjuk ke arah Soman.
"Benar."
"Lalu kenapa kau tidak menyembuhkan dirimu sendiri?" tanya Arsel.
"Bagaimana mungkin aku bisa melakukannya?"
"Semua hal bisa dilakukan di dunia ini selagi kau mencobanya."
"Tapi aku sudah pernah mencoba. Sihirku sangat lemah."
"Aku akan mentransfer sihirku, namun manaku sudah menipis buatku transfer."
"Tidak perlu, itu akan mengurangi kekuatanmu."
Arsel menatap ke langit melihat langit sudah mau sore hari. Ia pun berkata, "Kalian berdua jangan bertele-tele lagi. Dalam satu bulan, jika Elisa tidak tertolong, maka ia akan benar-benar mati. Aku kemari bukan mau menolong, hanya karena perintah ayahandaku," jelasku.
"Ayahanda?" tanya kami serentak.
"Jadi begini."
Flash back
Setelah Arsel berhasil menyerang Elisa, ia pun kembali bersama pasukannya ke kerajaan penyihir putih tempat mereka tinggal. Sampai di situ, Arsel dan pasukan penyerang Elisa barusan mengadakan pesta minum bir.
Sore harinya menjelang malam, ayah mereka pun pulang. Pimpinan penyihir putih, Daxton, meletakkan hewan buruannya ke dapur.
"Ayahanda," ujar Arsel mengagetkan. Ia sengaja melakukan itu. Lalu Arsel tersenyum gembira melihat raja terkejut.
"Kamu ini ya, untung saja aku tidak kena serangan jantung," mengusap lembut dadanya.
"Maaf, aku ada kabar gembira," Arsel kembali tersenyum manis.
"Kabar apa yang ingin kau beritahukan kepadaku?"
"Bahwasanya aku berhasil menghabisi Elisa," ungkapku bangga.
"Apa!" nada membentak seketika keluar dari mulut raja setelah mendengar kabar dari Arsel.
"Ayahanda?" Arsel tampak bingung.
"Kau menghabisi Elisa? Berani sekali kau," tiba-tiba Raja mengeluarkan mantranya dan menyerang sihir ke Arsel hingga sedikit melukai Arsel.
"Aghh," rintih Arsel kesakitan.
"Ayah, kenapa menyerangku? Harusnya ayah senang mendengar kabar dariku," rintihan Arsel kesakitan.
"Anak bodoh, aku memintamu buat menahannya, bukan menyerangnya. Bagaimanapun juga, Elisa anakku. Sekarang, aku perintahkan kau untuk mencari Elisa. Jika Elisa tidak dapat, maka kau yang akan kubunuh dengan sihirku sendiri," ancamku.
"Ba-baiklah," Arsel langsung bangkit meskipun ia harus menahan rasa sakit.
Akhirnya, karena kekuatan sihir yang dapat mendeteksi penyerangan sihir dari musuhnya, Elisa Arsel dengan mudah mengetahui keberadaan penyerang dan menghindar hingga ia harus berada di daerah penyihir pengobatan.
"Sudah, aku tidak bisa banyak cerita lagi. Aku harus kembali ke istana kami. Kalian pergilah ke arah timur laut dan siapa tahu di sana ada yang bisa menolong," ujar Arsel buru-buru pergi.
Tanpa berpikir dua kali, mereka mengikuti ucapan Arsel dan bergerak menuju arah timur laut. Sesampainya di tempat yang dimaksud, mereka terkejut melihat pemandangan yang tidak sesuai dengan harapan.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 34 Episodes
Comments