Magic
Negeri Gelareos.
Dunia ini sudah busuk. Negeri yang dikatakan sebagai tempat untuk hidup nyatanya sangatlah mematikan. Kekuatan dan sihir sudah melewati batas logika, menjadikan Gelareos bukan lagi tempat bagi orang-orang lemah seperti aku, khususnya kalangan bawah yang tak memiliki sihir maupun kekuatan. Mereka selalu dihajar oleh pemilik sihir putih maupun sihir hitam dengan karangan rendah yang ditempatkan di sisi barat Gelareos.
Tempat yang seharusnya menjadi tempat berlindung bagi para kubu putih maupun kubu hitam, justru menjadikan tempat tinggal mereka sebagai tempat latihan, dan kota tempat tinggal sungguhlah mengerikan. Banyak bangunan yang rusak, asap yang membuat sesak nafas, dan tak adanya fasilitas apapun, membuat penduduk selalu dijadikan alat latihan oleh penguasa sihir. Sihir mereka lemparkan seperti liur ke aku, dan ke penduduk kalangan rendah.
"Ah, ah... sakit sekali," saat ini aku juga terkapar lemah di hamparan jalan dan di tengah gerombolan asap dari gedung-gedung yang baru saja tumbang. Ini semua akibat adu sihir antara sihir hitam dan sihir putih. Untung saja tubuhku masih bisa bertahan untuk hidup. Banyak di antara kami yang sudah tak mampu bertahan hingga pada akhirnya mereka mati dalam keadaan konyol.
Ceroz, begitu aku biasa dipanggil. Aku merasa bingung saat mendengar suara memanggilku dari kejauhan, tapi tak bisa melihat siapa yang memanggilku. Suaranya terdengar akrab bagiku, namun sepertinya ia sengaja menghindar ketika aku mencoba menemukan asal suara itu.
Sementara aku masih berusaha mencari sumber suara tersebut, suara itu kembali mendekat dan terdengar semakin jelas. "Roz," katanya lagi. Aku masih tak bisa melihat siapa yang memanggilku. Suara itu terdengar dekat, tapi aku tak bisa melihat orang yang mengucapkan kata-kata tersebut.
"Tunggu... Soman?" akhirnya aku mengenali suara itu dan baru menyadari bahwa itu adalah sahabatku sejak kecil.
"Duh, kenapa kau tidak menyahutku Roz," keluh Soman, "Apa kau terluka parah?". Aku tidak bisa menyembunyikan keheranan dan kebahagiaanku tidak bisa diungkapkan.
Aku mengatakan padanya bahwa aku baik-baik saja, hanya agak tersesat di dalam awan debu, kabut, dan asap dari gedung-gedung yang roboh. Soman menepuk pundakku dan tertawa geli karena kekonyolanku. Seketika itu, aku merasa bahwa aku tidak lagi sendiri dan merasa lebih kuat berada di sisi Soman.
Saat Soman menjatuhkan tongkatnya ke bawah, aku melihat kakinya yang cacat. Soman harus menggunakan alat bantu untuk berjalan, yaitu tongkat. Meskipun Soman memiliki kekuatan sihir, orang tuanya membuang Soman dan tidak mau merawat Soman karena cacat. Akibatnya, Soman tumbuh besar di kalangan terendah di barat Gelareos.
Kami berdua saling menatap satu sama lain, saat Soman turut berbaring di tengah hamparan jalan sebagai tempat istirahat kami. Sambil menatap langit yang tertutup asap, aku bertanya pada Soman. "Apakah kau baik-baik saja?"
"Aku baik saja, kau tidak lihat aku masih bisa berjalan, tidak seperti kamu yang langsung tepar ke tanah," kata Soman sambil tertawa kecil.
Meskipun ucapan Soman itu sedikit menghibur aku, aku masih merasakan sakit dari kekuatan sihir kubu putih yang menyerang tadi.
Soman membuka telapak tangannya dan perlahan membacakan sebuah mantra. Aku melihat pancaran warna kuning bercahaya muncul di telapak tangannya. Aku tahu Soman memiliki kekuatan sihir, bahkan sihirnya mampu buat mengobati orang yang terluka namun sayangnya karena Soman tidak pernah berlatih sihir, sihir dia sangat lemah.
Dia hanya bisa memulihkan sebagian kekuatan tubuhku dengan melemparkan cahaya sihir itu ke sekitar tubuhku. Ini sudah cukup bagi aku, meskipun belum sepenuhnya pulih, tapi aku merasa sedikit membaik.
"Sekarang bagaimana?" tanyaku. Aku sama sekali tidak yakin apakah sihirku mampu mengobati luka-luka di tubuh Ceroz, apalagi aku hanya bisa menggunakan sihir terjangkau.
"Sudah lumayan," sahut Ceroz sambil mencoba duduk.
Saat Ceroz mencoba bangkit, Soman segera menjulurkan tangan kanannya untuk membantunya bangkit juga. Saya melihat keduanya saling membantu seperti selalu, meskipun mereka berbeda dalam kekuatan sihir yang dimilikinya.
Secara perlahan, kami berdiri dan melanjutkan perjalanan.
"Tolong..." suara rintihan minta tolong memecah keheningan di tengah perjalanan aku dan Soman. Aku berhenti sejenak dan mendengarkan suara minta tolong tersebut. Setelah kami menelusuri sumber suara tersebut, kami menemukan seorang lelaki terjebak di dalam runtuhan bangunan.
Aku langsung berlari untuk menyelamatkannya, meninggalkan Soman yang memiliki keterbatasan. Aku mencoba mengangkat batu reruntuhan yang menimpa kakinya selama beberapa detik, dan akhirnya berhasil. Orang itu terselamatkan dan aku bertanya apakah dia baik-baik saja.
"Tidak apa-apa," jawab orang tersebut, sambil membaringkan dirinya. Namun, ketika aku menggulung celana orang tersebut, aku melihat bagian pergelangan kakinya memerah akibat terkena batu reruntuhan.
Soman baru saja tiba dan terkejut melihat kondisi orang tersebut. "Ya Tuhan," ujarnya.
Namun, orang tersebut menenangkan kami dan meminta kami untuk mencari persembunyian, karena bisa saja sebentar lagi para penyihir lain datang untuk latihan dan menimbulkan kembali kekacauan.
"Sudah tidak apa-apa, kalian berdua pergi dan selamatkan diri kalian. Biarkan aku di sini. Aku tidak apa-apa selama kalian berdua selamat," kata orang tersebut.
Namun, kami tidak bisa hanya meninggalkannya begitu saja. Ceroz menjulurkan tangan untuk membantu membawa orang itu. Namun, orang tersebut menolak dan mengatakan bahwa dia akan membaik sendiri. Kami berterimakasih pada orang itu atas nasihatnya dan meninggalkannya agar bisa menyelamatkan diri kami dari kekacauan di Gelareos
Sebelah BaraGelareos
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 34 Episodes
Comments
Mirabella
Cerita dunia sihir ya? Menarik.
2024-02-29
0