Kediaman penyihir gelap

Istana penyihir gelap

"Kamu baru pulang? Setelah dari semalam pergi?" ucap seorang wanita tengah merapikan gelas-gelas berantakan.

"Iya, ibu. Maaf," Hudson menundukkan kepalanya.

"Siapa mereka ini?" tanyaku, melihat tiga orang anak yang dibawa Hudson.

"Mereka teman-temanku, bu."

"Anak-anak ini siapa namanya?"

"Aku Ceroz."

"Aku Soman."

"Yang pingsan ini siapa namanya?"

"Ini Elisa."

"Kalian manis-manis sekali. Pasti kalian capek, kan? Istirahat saja dulu di kamar tengah, apalagi anak yang pingsan ini."

"Ibu, dia bukan pingsan, tapi koma," potong Hudson.

"Waduh, kenapa dia bisa koma seperti ini? Kasihan."

"Diserang abangnya sendiri."

"Ya ampun, tega sekali. Eh, sudah-sudah, ajak teman-temanmu ke kamar mereka," perintahku.

Akhirnya, Hudson pun menuntun Ceroz, Soman, dan Elisa ke kamar.

"Kalian tidur saja dulu. Istirahat."

"Baiklah."

Aku meletakkan tubuh Elisa di kasur yang berada di dekat dinding, sedangkan aku tidur di tengah dan Ceroz tidur di pinggir sebelah kananku. Karena rasa lelah yang begitu sangat, akhirnya aku tertidur pulas.

Tek-tek-tek, suara tongkat Soman.

Soman melihat wanita tadi sedang duduk di sofa sambil menikmati teh hangatnya.

"Loh, anak yang pakai tongkat ini kenapa keluar kamar?" tanyanya.

"Saya tidak ngantuk," jawabku.

Aku keluar dari kamar sengaja karena aku ingin mencari tahu mengenai penyihir gelap yang banyak diceritakan oleh masyarakat maupun penyihir-penyihir lainnya.

"Kalau begitu, sini duduk. Jangan berdiri-berdiri saja."

Akhirnya, aku pun duduk di sampingnya. Ada sedikit rasa canggung dalam diriku. Namun, ternyata ibunya Hudson dapat memecahkan kecanggungan itu.

"Ini tehnya, diminum dulu."

"Oh, iya. Hudson kemana? Kok gak kelihatan?" Yang dari tadi hanya berdiam diri di rumah ini hanya ibunya Hudson. Bahkan, ayahnya dari tadi tidak terlihat sama sekali.

"Hudson keluar. Ya, biasalah, patroli keamanan."

"Kalian bertemu Hudson di mana?" sambungku.

"Di bagian jalan tadi, memasuki kota ini."

"Kenapa kalian kemari? Tidak takut dengan apa yang diceritakan para penyihir dan warga mengenai tempat penyihir bayang?"

"Kenapa harus takut? Apa yang mereka ucapkan belum tentu sesuai dengan kenyataannya."

Oriona, ibu Hudson, terdiam mendengar apa yang dikatakan Soman.

"Lalu, kasih tahu aku, apalagi cerita-cerita yang kau dengarkan mengenai penyihir bayang di luar sana? Ya, meskipun itu menjelek-jelekkan kami, tapi aku pengen mendengarnya langsung darimu."

"Katanya, penyihir bayang adalah penyihir yang penghianat kesatrianya. Mulai dulu, mereka telah mengambil sihir-sihir warga. Namun, karena ketahuan, dia malah menuduh orang lain. Cerita yang kudengar lagi, katanya kalau datang ke pendiaman penyihir gelap, orang tua akan dibunuh tanpa ampun. Tapi, aku tidak mempercayai apa yang mereka katakan. Karena, aku sendiri pun tahu bahwa bukan seperti itu kejadian yang sesungguhnya," aku menceritakan semua sejarah palsu yang telah disebarkan selama ini kepada penyihir bayang langsung.

"Fitnahan itu memang kejam sekali."

"Tapi, kenapa kalian tidak membalas mereka saja? Buktiin kalau kalian benar. Terus-terusan diasingkan juga tidak enak, kan?"

***

“Mana ramuan-nya, biar aku lihat,” ucap Zone, melihat botol tertutup rapat dengan segel tersebut.

Lelaki itu memejamkan matanya dan melafalkan mantra. Perlahan, sebuah cahaya masuk ke dalam botol tersebut. Saya dengan mantranya, maka Zone menuangkan air tersebut pelan-pelan ke dalam mulut Elisa.

Awalnya, Elisa seperti orang yang sedang kejang-kejang. Setelah itu, Elisa kembali tak sadarkan diri. Tetapi, tak berapa lama kemudian, jari tangan Elisa bergerak. Di situ, kami benar-benar mengharapkan secercah harapan untuk Elisa sadar kembali seperti semula.

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!