Rintangan terakhir

"Cih, sialan mereka bisa melewatinya," ujarku.

"Kali ini kalian pasti tidak bisa melewatinya. Bersiaplah untuk mati di hutan ini ke 996 yang aku berkata seperti ini."

Lagi-lagi mereka bisa melewati tantangan yang ke-997 ini. Aku sudah hampir 10 hari lebih memantau mereka, mulai dari awal hingga saat ini. Tiada henti aku memantau dari atas.

"Ini sudah tantangan ke-997," ujar Soman.

"Hanya tiga tantangan lagi, kita akan berhasil keluar dari hutan ini," ujar Ceroz.

"Sumpah, aku capek sekali," Elisa meletakkan tubuhnya ke tanah.

"Bagaimana kalau kita istirahat dulu, sekalian mengumpulkan tenaga lagi?" sambung Elisa.

"Kaki ku juga sudah pegal," Soman meletakkan tongkatnya duluan, barulah ia duduk ke bawah.

Kami berdua benar-benar sangat capek. Butuh banyak tenaga dan sihir dalam menghadapi rintangan ini.

"Kalian istirahatlah dulu, aku ingin melacak tempat ini," ujar Hudson, langsung melompat ke ranting pohon, meninggalkan Elisa, Soman, dan Ceroz.

"Tunggu, anak itu mau kemana? Aku harus mengikutinya," aku juga pergi mengikutinya.

Anak itu sangat cepat; ia bahkan tampak tak tergoyahkan. Dia seolah memiliki kekuatan yang tak biasa, mampu melompat dari satu ranting pohon ke ranting lainnya dengan lincah. Jejak-jejak yang ditinggalkan orang itu semakin samar.

Aku hampir ketinggalan langkahnya, untung saja aku cepat menyusul.

"Sepertinya di area ini aman," monologku.

"Tapi sejak tadi aku merasa ada yang aneh, seperti ada orang yang mengikutiku, tetapi bukan ada siapa-siapa di hutan ini," batinku.

Aku kelihatannya sudah cukup jauh dari ketiga temanku, aku pun berputar balik untuk bergabung dengan mereka bertiga.

***

"Gila!" seruku dalam hati ketika burung dan serangga seperti lebah menyerang kami. Aku sudah mendeteksi bahwa jika tergigit, bisa membuat seseorang langsung mati.

Elisa, teman seperjalanku, memberikan perintah, "Hudson, ada baiknya kau menciptakan perlindungan dari bayangan. Kita perlu memikirkan cara melawan para serangga dan burung ini."

Aku mengangguk dan segera menciptakan lingkaran bayangan yang melindungi kami dari serangan burung dan serangga-serangga tersebut. Namun, pertanyaan Elisa menghantui pikiranku.

"Bagaimana caranya? Kita kekurangan kekuatan. Terus begini, sihir kita akan berkurang dan kita tidak akan bisa menggunakan sihir lagi," ujarnya dengan cemas.

Kami berada dalam situasi yang sulit. Hanya aku yang memiliki kekuatan sihir, dan Elisa pun memiliki sedikit sihir, meskipun tidak mampu digunakan secara berlebihan karena bisa membuatnya pingsan.

Kami harus berpikir cepat. Perlindungan bayangan hanya sementara, dan serangan burung dan serangga semakin intens. Kami perlu menemukan cara untuk bertahan hidup dan mengalahkan musuh-musuh ini. Mungkin ada cara lain untuk mengatasi situasi ini, tapi waktu terus berjalan, dan kami harus bertindak sekarang juga.

Setelah berpikir panjang, mereka menemukan cara untuk mengalahkan burung dan serangga-serangga itu dengan menyatukan kekuatan sihir Elisa dan pedang bayang Hudson, seolah melawan naga.

Semua rintangan pun berhasil mereka lewati sebelum akhirnya mereka benar-benar keluar dari hutan.

"Tidak mungkin," gumamku, merasa semuanya seperti mimpi. Mereka berhasil melewati rintangan dalam hutan tengkorak yang kubuat, tanpa ada yang menjadi korban.

Akhirnya, aku membuka jaketku dan turun ke bawah. Kehadiranku sepertinya mengejutkan bagi mereka.

"Siapa kau?" tanya Elisa dan Hudson, keduanya waspada dan siap menyerang dengan sihir mereka.

"Selamat kalian yang berhasil melewati rintangan di hutan tengkorak ini," ucapku dengan suara mengantuk. "Huwaa."

Elisa membentak orang tersebut,"Jawab pertanyaanku, siapa kau?"

"Aku Alloric, jawabku. "Aku yang menciptakan semua rintangan di hutan ini. Sudahlah, ayo kerumahku. Aku sangat mengantuk." Mataku benar-benar berat. Beberapa hari ini, aku tidak fokus karena terus mengawasi mereka.

***Karya ini telah kontrak dengan NovelToon, dilarang membajak karya seperti mencetak ulang tanpa izin.***

***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***