014

Di saat dirinya hendak menampar pipi Giovanno, ada orang yang langsung menghentikan pertengkaran antar pemuda namun di saat orang tersebut belum mendekati ke arah mereka, tanpa sadar Giovanno menangkis serta menepis tamparan yang hendak dilayangkan kepadanya.

“Apa?! Kau berani menepis serta menangkis tamparanku?! Kau ini benar-benar minta dihajar ya!” ucap pemuda tersebut yang merasa tersinggung atas tindakan Giovanno yang menurutnya terlalu kurang ajar kepadanya.

Di saat dirinya hendak melayangkan pukulan kembali, sekelompok guru serta satpam menghampiri gang sempit yang merupakan tempat mereka melakukan perundungan serta melakukan kekerasan kepada beberapa korbannya.

”Berhenti kalian! Apa-apaan, kau ini? Orang tua kalian akan dipanggil oleh kami, pihak sekolah,” ucap guru serta satpam sekolah sesampai di gang tersebut.

Mereka menangkap basah para pembuli tetapi kelompok tersebut tidak takut dengan gertakan dari guru serta satpam yang menghampiri mereka.

”Buat apa Ibu dan Bapak guru serta Bapak satpam kemari? Sepertinya kami tidak membuat keonaran,” ucap siswa yang memimpin kelompoknya maju menghampiri salah satu guru yang paling dekat dengannya.

”Kamu berani bilang jika kamu tidak membuat keonaran?! Korbannya sudah ada dua dan itu bukan keonaranmu?” tanya guru tersebut dengan nada marah tetapi ditatapi tajam oleh ketua pembulian sehingga membuat guru serta satpam ciut.

“Ada apa? Dari tadi sepertinya Bapak berkoar-koar terus tetapi sekarang diam? Apa Bapak sudah kehabisan kata-kata?” ejek siswa yang berpenampilan tidak rapi juga ketua dari kelompok pembulian.

Sementara Giovanno serta anak yang menerima banyak pukulan sudah tidak berdaya dan tergeletak di sisi jalan gang sempit.

Para guru serta satpam tidak berani karena tatapan anak yang menjadi ketua geng tersebut terus menatap mereka dengan tatapan tajam. Pada saat bersamaan, seorang siswa yang sepertinya lebih tua dari para kelompok pembulian maupun Giovanno dan siswa yang menjadi incaran geng tersebut maju mendekati perkumpulan di dalam gang yang cukup sempit.

“Ada apa ramai-ramai begini?” tanya kakak kelas tersebut kepada salah satu guru di dekatnya.

“Di sini ada perkelahian, korbannya ada dua dan keduanya berbeda sekolah dengan kelompok yang suka membuat keonaran dengan cara membuli anak-anak sekolah lain,” ucap guru tersebut menjelaskan kepada siswa tersebut.

“Begitu ya, apakah kelompok tersebut tidak dihentikan?” tanya siswa tersebut yang ingin tahu mengapa sampai sekarang kelompok tersebut tidak dibubarkan.

“Sudah, tetapi kebandelan mereka sudah tidak bisa ditangani lagi,” ucap guru tersebut dengan nada sedikit takut karena mendengar rumor mengenai kelompok tersebut yang sudah membuli beberapa guru yang menghukum mereka.

“Begitu ya, menarik juga, Bu, apakah boleh saya melawan kelompok tersebut? Saya melihat korbannya tergeletak, kasian jika tidak diobati,” ucap siswa tersebut yang menyampaikan keinginannya.

Guru tersebut terkejut mendengarkannya dan menoleh ke arah siswa yang berani menantang melawan kelompok tersebut dengan seorang diri. Setelah meliha baik-baik serta membaca tag nama siswa tersebut, terkejutlah karena siswa tersebut terkenal sebagai penyabet beberapa medali di lomba berbagai bela diri di sekolah.

“K—kamu? Siswa kelas XII IPA 4 yang selalu menang lomba berbagai bela diri dari kelas X, bukan?” tanya guru tersebut memastikan apakah benar anak di depannya benar anak yang dia kenal.

“Iya, saya siswa kelas XII IPA 4 dan selalu menang lomba,” ucap siswa tersebut yang mengiyakan perkataan ibu guru yang bertanya kepadanya.

“Baiklah, tetapi ingat cukup buat mereka menurut kepadamu saja, jangan pakai kekerasan,” ucap guru tersebut yang memberi izin kepada siswa tersebut untuk membuat perkumpulan pembuli takut tanpa memakai kekerasan.

“Tenang saja, Bu, saya memang tidak ada berniat berkelahi, niat saya adalah membawa kedua korban pembulian agar bisa dirawat oleh pihak UKS,” ucap anak tersebut yang membuat beberapa guru di sekitarnya mengangguk menyetujui ucapan siswa tersebut.

“Hati-hati, Nak, saya tidak mau jika kamu terkena masalah, kamu adalah kebanggan sekolah,” ucap guru di sebelah kirinya yang tidak ingin anak tersebut terkena masalah.

“Baik, Bu, Pak, saya akan berhati-hati karena saya public figur sekolah,” ucap anak tersebut yang mengerti jika dia adalah public figur.

......................

Sementara itu di markas rahasia yang terlihat bangunan tersebut cukup terawat, didatangi oleh seseorang dengan menggunakan mobil yang cukup bergengsi.

“Sudah lama sekali aku tidak mampir ke tempat ini, bagaimana kabar anak-anak zamanku dahulu ya?” gumam orang tersebut ketika turun dari mobilnya sembari memandang bangunan tersebut yang terlihat tidak terlalu besar tetapi tetap cukup mewah.

Orang tersebut bergegas masuk ke dalam melewati pagar tersebut sembari memberikan password agar bisa masuk dikarenakan dijaga oleh penjaga yang pastinya disewa oleh temannya.

“Permisi, Pak, tidak sembarang orang bisa masuk ke tempat ini,” ucap pengawal tersebut yang menahan orang tersebut karena peraturannya.

Senyum mengembang di wajah tampan orang tersebut meski terlihat sedikit kerutan di wajahnya karena termakan oleh usia.

“Diamond Piece, ketua,” ucap orang tersebut yang membuat pengawal sedikit terbelalak mendengarkannya karena tidak disangka jika pangkat orang tersebut lebih tinggi karena ketua dari tempat yang dijaga oleh orang yang menyewa mereka.

“Silakan masuk,” ucap kedua pengawal sewaan tersebut sembari membungkuk badan mereka mempersilahkan orang itu masuk ke dalam bangunan yang masih terawat meski sudah tidak dikunjungi lagi.

Pria tersebut masuk ke dalam bangunan tersebut begitu dipersilakan masuk. Di dalam bangunan tersebut, isinya masih sama dan tidak ada yang berubah meski sudah tidak dikunjungi lebih dari usia anaknya.

Serasa kembali ke zaman dahulu saja, alangkah bahagianya zaman dahulu meski terkadang terlibat perkelahian tetapi zaman SMA tetap paling enak.

Pria tersebut melangkah ke ruangan yang di mana dulunya dipakai sebagai perkumpulan atau rapat dadakan dengan anggotanya. Dibukanya pintu ruangan tersebut membuat orang-orang yang sudah menunggunya langsung saja memberikannya salam seperti zaman SMA.

“Bos, kau sudah datang? Sudah hampir lima belas tahun, sebentar lagi akan enam belas tahun tidak bertemu,” ucap pria yang usianya hampir sebanding dengan usia pria tersebut.

“Haha… bos apaan, sudah pensiun kali, gak zamane pakai panggilan bos lagi, lagi pula aku juga sibuk jadi maklum saja kalau gak bisa nyempatin tongkrongan ini,” ucapnya sembari duduk di kursi yang terlihat lebih bagus jika dibanding dengan kursi-kursi lainnya.

“Apalagi sudah menikah dengan istri cantik dan pintar meski awalnya kalian pasangan dijodohin.” ledek pria lainnya yang mengetahui kebucinan pria yang baru datang itu dengan sang istri.

“Irinya, gak kayak bojoku yang setiap hari kerjanya saja marah-marah karena aku mabuk,” omel yang lain yang meratapi nasibnya.

“Haha… makannya mbok ya kebiasaan mabukmu iku kurang ana, pantes bojomu ngamuk lah kon ya gak mbok kurangin,” komentar lainnya.

Mereka sibuk berbincang melepaskan kerinduan sembari mengomentari nasib mereka masing-masing entah itu nasib baik atau buruk, mereka omongkan meski terkadang ngalur ngidul di luar batas topik.

...****************...

Penasaran nih? Maaf Auhtor gantung dahulu ya. Jangan lupa dukung selalu Auhtor Bam25 dengan cara beri like, rate, vote, gif dan comment. Kalian bisa juga follow akun IG Auhtor : @yoru_bam25 dan tiktok Auhtor: @reviewnovel, jangan lupa like dan follow ya. Arigatou gozaimasu.

Terpopuler

Comments

pecahan_misteri

pecahan_misteri

lemah pantas sepi mcnya pengecut bego penakut

2024-05-09

0

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!