"Senja!" panggil suara yang sudah begitu akrab di telinga Senja.
"Eh, ada apa, Ca?" tanya Senja ketika Rebecca sudah mendekat kepadanya.
"Lo udah mau pulang?" tanya Rebecca.
"Iya. Udah nggak ada kuliah juga. Mau langsung pulang, ada banyak tugas, ehe~"
"Mmm~," Rebecca ragu-ragu ingin mengatakan sesuatu.
"Kamu mau ngomong apa? Aku nggak buru-buru kok," ucap Senja yang tampak mengerti keragu-raguan Rebecca.
"Beneran?" tanya Rebecca memastikan. Senja mengangguk mantap.
"Ikut gue sebentar yuuk," ajak Rebecca sambil menggandeng Senja masuk ke gedung seni rupa.
Entah sejak kapan, sepasang mata tajam mengintai Senja dan Rebecca.
'Apa Rebecca kenal cewek itu? Keliatannya akrab,' batin Dona sambil mengikuti Senja dan Rebecca di jarak yang aman.
Rebecca dan Senja berhenti di salah satu ruangan. Rebecca mengajak Senja masuk ke ruang itu.
"Dulu kan lo pernah bilang ke gue kalo lukisan 'Refleksi' gue bisa menang lomba antar SMA dan beneran menang. Gue yakin lo punya mata seorang kurator. Menurut lo, lukisan gue yang ini gimana?" tanya Rebecca sambil membuka kanvas yang ditutupi kain putih.
Senja tertegun melihat lukisan itu. Perpaduan warna jingga, pink, ungu, dan hitam jadi satu. Nampak wajah seseorang yang dia kenal.
'Rona?'
"Gimana, Nja? Gue mau daftarin lukisan ini ke ajang seni tahunan yang diselenggarakan universitas kita. Biasanya dari universitas lain juga ada yang daftar. Kalo menurut lo lukisan ini oke, gue langsung daftar hari ini," jelas Rebecca.
"Kenapa kamu masih nggak yakin dengan kemampuan kamu sih, Ca?" tanya Senja heran, masih sambil menatap lukisan bergaya vektor yang ada dihadapannya.
"Entah kenapa, kalo lo yang bilang bagus, gue jadi tambah percaya diri. Tadinya gue mau daftarin yang 'Dua Rona Senja', tapi itu udah menang expo kemarin, jadi keknya gue butuh karya yang lebih dari itu buat ikut kompetisi kali ini," jelas Rebecca.
Senja tak pernah sangsi dengan kemampuan dan bakat seni Rebecca. Rebecca tak pernah gagal menyabet juara ketika mengikuti kompetisi apapun. Begitu juga dengan lukisan Rebecca kali ini. Senja sangat terkesima dengan bagaimana cara Rebecca memulas kanvasnya sehingga lukisannya begitu hidup. Ekspresi Rona dalam lukisan itupun terkesan sangat nyata.
"Kamu beri judul apa lukisan ini?" tanya Senja akhirnya.
"Masih bingung sih. Ada beberapa judul. Tapi belum tau mau yang mana. Lo ada saran?" tanya Rebecca memancing Senja.
"Rona Jingga," gumam Senja lirih.
"Eh, apa, Nja?" tanya Rebecca memastikan apa yang didengarnya tidak salah.
"Eh? Nggak... Nggak apa-apa. Bagus kok. Insyaallah bisa menang juga kali ini," ucap Senja, memberi penilaian terhadap lukisan Rebecca.
Rebecca tersenyum. Bukan hanya karena penilaian dari Senja tentang lukisannya. Melainkan juga karena dia berhasil mengetahui sesuatu.
'Lo udah mulai masuk dalam pikiran Senja, Beb,'
***
Dona sedari tadi menguping pembicaraan Rebecca dan Senja. Dari apa yang dia dengar Rebecca dan Senja adalah teman SMA.
'Temen biasa? Temen deket? Atau... Sahabat?' pikir Dona.
'Kalo sahabat, gue selama ini nggak pernah ngeliat mereke sedeket ini. Apa gara-gara Rona? Rebecca temen SMA Senja. Rona deket sama Rebecca. Rebecca bisa jadi penghubung antara Rona dan Senja. Tunggu... Tunggu... Buat apa Rebecca jadi mak comblang Rona sama Senja? Kan Rebecca juga deket sama Senja,' pikiran Dona dipenuhi dugaan-dugaan yang membingungkan dirinya sendiri.
"Makasih ya, Nja!" ucap Rebecca kepada Senja sambil mengantar Senja keluar ruangan.
"Sama-sama. Aku duluan, ya," pamit Senja.
"Eh, wait! Gue anter. Tunggu sebentar, gue beresin dulu peralatan gue," ucap Rebecca.
Belum sempat Senja menjawab Rebecca sudah kembali masuk ruangan membereskan peralatannya. Senja lalu melihat Dona yang berdiri di dekat pintu tengah memperhatikannya. Senja mengangguk tanda menyapa. Dona hanya diam.
"Yuk!" ajak Rebecca ketika keluar ruangan.
"Eh, ngapain Don?" tanya Rebecca pada Dona setelah sadar akan kehadiran Dona disana.
"Nggak apa-apa kok, Ca. Cuma mau kuliah di ruang sebelah," ucap Dona asal memberi alasan.
"Oh~ Yuk, Nja!" ajak Rebecca sekali lagi.
'Akrab banget mereka,' batin Dona.
"Cuma si Dona ceweknya Rona yang tolol," ucap Rebecca ketika sudah menjauh dari Dona.
"Eh?" Senja bingung.
"Ruangan sebelah tadi nggak pernah dipake kuliah. Ruangan itu biasanya dipake latihan seni pahat. Gue yakin, Dona tadi nguping apa yang kita omongin," jelas Rebecca.
"Caca... Siapa tau dia cuma lewat aja kan?" ucap Senja.
"Duh, Nja. Emang dari dulu susah ngomong sama lo soal yang beginian. Nih ya, lo harus inget-inget wajah si Dona tadi. Dia bisa aja mencelakai lo," ucap Rebecca memperingatkan Senja.
"Mencelakai aku? Emang aku kenapa?" tanya Senja bingung.
Rebecca berhenti berjalan, memastikan tak ada orang lain yang akan mendengar apa yang akan dia bicarakan setelah itu.
"Elo sama Rona mau nikah kan? Nah cewek yang tadi itu tergila-gila banget sama Rona. Gue yakin dia mulai mencurigai sesuatu antar lo dan Rona. Kalo nggak, nggak mungkin dia sampe nguping di luar ruangan tadi," ucap Rebecca setengah berbisik.
Senja menelan ludahnya dengan berat.
'Tergila-gila? Duh, gawat!'
"Tapi tenang. Selama ada gue, gue bakal lindungi lo dari si nenek sihir itu," ucap Rebecca menenangkan Senja yang terlihat pucat.
"Tapi... Dona kok bisa curiga ya sama lo? Yang tahu berita ini cuma gue dan gue nggak cerita ke siapa-siapa," tanya Rebecca lebih kepada dirinya sendiri.
Senja pun ikut berpikir, karena kalau sampai ada yang tahu tentang rencana pernikahannya denga Rona, Senja tak bisa bayangkan akan seperti apa dia menjalani hari-harinya di kampus.
"Udah yuk! Keburu hujan," ajak Rebecca sambil menggandeng tangan Senja.
Dari kejauhan, Rona melihat dua cewek yang dikenalnya sedang bergandengan tangan. Rona tersenyum licik, lalu mengambil ponsel dari sakunya.
"Beb, ketemu di Black&White. Gue tunggu. Sekarang," ucap Rona via panggilan telepon. Rona langsung menutup teleponnya tanpa menunggu lawan bicaranya menjawab. Rona kemudian melajukan motor kerennya ke Black&White Cafe.
Di sisi lain, Rebecca terlihat bingung setelah mengangkat panggilan telepon dari Rona.
"Ada apa, Ca?" tanya Senja yang melihat ekspresi bingung Rebecca.
"Eh? Nggak apa-apa," jawab Rebecca masih sambil berpikir kenapa tiba-tiba Rona mengajaknya ketemuan. Rebecca melirik Senja yang berjalan di sampingnya. Seperti tahu sesuatu, Rebecca melihat-lihat di sekitar siapa tahu Rona sedang melihatnya bersama Senja.
'Apa gue perlu ajak Senja?' pikir Rebecca.
"Eh, Nja, lo buru-buru nggak? Gue perlu mampir dulu sebentar," tanya Rebecca akhirnya.
"Aku pulang sendiri aja nggak apa-apa, Ca. Biasanya juga pulang naik bus. Nebeng sampe halte depan aja," ucap Senja menenangkan Rebecca.
'Nggak! Gue kudu bawa lo,'
***
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 101 Episodes
Comments