Sepasang mata sedari tadi memperhatikan gerak gerik Rona dan Senja di seberang taman. Tak disangkanya, cowok yang selama ini dia idam-idamkan tengah mengejar cewek yang menurutnya jauh dari kriteria sang cowok pujaan hatinya.
"Sial! Siapa cewek sok suci itu?!" gerutu Dona, cewek yang sedari tadi memperhatikan Rona dan Senja.
Hujan sudah mulai membasahi bumi, dan Dona melihat Rona masih berdiri di tengah hujan. Bergeming. Seolah tak mempedulikan hujan. Baru kali ini Dona melihat Rona sepeti itu. Tak berdaya karena seorang cewek, yang menurut Dona nggak banget.
Dona tahu dirinya bukan satu-satunya cewek yang berkencan dengan Rona. Tapi mengetahui Rona terlihat mengejar cewek berhijab besar itu membuat hatinya panas. Kenapa dia nggak rela? Padahal kalau melihat Rona jalan dengan Rebecca, Dona bisa ikhlas. Apa karena Rebecca lebih tinggi levelnya dibanding Dona? Dona menyadari Rebecca cewek paling berkelas. Selain karena kecantikannya, Rebecca adalah salah satu mahasiswi terbaik di jurusan seni rupa. Dona cukup tahu diri untuk bisa menyaingi Rebecca dia harus jauh lebih pintar daripada yang sekarang.
Dona mulai berpikir, kenapa Rona sampai mendekati cewek seperti Senja. Apa yang menarik dari cewek itu? Dari penampilannya saja tidak menarik. Kepintarannya? Ayolah, Rona cowok playboy yang paling selektif dalam memilih cewek. Kecantikan dan kepintaran adalah paket yang harus dimiliki cewek yang ingin lebih dekat dengan Rona. Katakanlah dia pintar, tapi penampilannya? It's a big NO buat Rona.
"Gue harus cari tahu tentang cewek itu," gumam Dona, lalu berlari meninggalkan taman, menghindari hujan yang semakin menderas.
Sementara itu, Rona yang sudah basah karena hujan, akhirnya beranjak dari taman. Rona melajukan motornya membelah hujan deras. Tak peduli rasa dingin yang menusuk tulangnya. Rona masih terbayang wajah tersipu Senja yang menggemaskan. Meski Senja menyembunyikannya, tapi Rona melihatnya dengan jelas. Pipi Senja yang memerah. Tangannya yang berusaha menenangkan dirinya sendiri. Seandainya hujan tidak turun, Rona pasti akan sudah bisa membuat Senja jatuh ke dalam pelukannya.
'Lihat saja, Senja...'
***
"Dia tadi siapa, Nja?" tanya Violet penasaran. Ketiga sahabat itu kembali ke kantin perpustakaan sambil menunggu hujan reda.
"Temen ku. Satu jurusan," jawab Senja singkat, tidak mau menjelaskan lebih panjang.
"Temen? Tapi kok keknya dia gimana gitu. Auranya serem banget pas deketin kamu," komentar Embun.
"Iya, bener. Makanya gue jadi nyolot tadi. Terus terus? Ada urusan apa dia?" tanya Violet ingin tahu.
"Nggak apa-apa. Cuma urusan kuliah aja," jawab Senja, berusaha menutupi masalah apa yang sebenarnya dia hadapi.
"Dia nyuruh lo ngerjain tugas? Meras lo? Apa gimana?" Violet terus bertanya.
"Bukan, Vi. Dia itu salah satu mahasiswa terbaik di jurusan ku. Nggak apa-apa, bener. Nggak ada yang serius," Senja berusaha meyakinkan Violet agar sahabatnya itu tidak bertanya lebih jauh.
"Tapi, Nja, omong-omong, cakep juga temen kamu, hihi," komentar Embun.
"Yaelah, Mbun. Dia nggak cakep. Emang cowok-cowok di fakultas lo aja yang cupu-cupu," ejek Violet.
Senja hanya tersenyum mendengar kedua sahabatnya saling berargumen. Namun, Senja masih memikirkan pertanyaan Rona tadi. Sebenarnya dia sangat ingin tahu alasan Rona menerima perjodohan itu. Tapi, entah kenapa, Senja jadi diam membisu ketika Rona mendekat ke arahnya. Biasanya dia tidak seperti itu ketika bersama Rona. Ada apa dengan dirinya?
"Nja?" panggilan Violet menyadarkan Senja.
"Hmm?"
"Malah melamun,"
"Ehe~ Maaf. Gimana?"
"Kamu dapet undangan nggak dari Nina?" tanya Embun.
"Undangan apa?" tanya Senja
"Pernikahan laaah..."
"Bukannya dia masih kuliah?" tanya Violet.
Senja langsung terdiam. Topik itu adalah topik yang sangat dia hindari saat ini.
'Kenapa jadi ngomongin ini juga sih akhirnya,' batin Senja sambil menyeruput teh hangat pesanannya.
"Ya nggak apa-apa kalik masih kuliah udah nikah. Malah bagus dong, biar nggak terjerumus," komentar Embun.
"Ya kalo misal yang nikah Senja sih gue percaya kalo alesannya biar nggak terjerumus. Lah ini Nina yang nikah. Dulu SMA aja dia pernah digosipin aborsi. Sekarang bisa jadi hamidun duluan, makanya nikah," komentar Violet.
"Nggak boleh su'uzon, Vi," ucap Senja.
"Gue nggak su'uzon, Nja. Kan dulu lo yang satu kelas sama dia. Pernah kan dia nggak masuk sekolah lama? Nah itu gosipnya dia abis aborsi. Ada yang bilang abis keguguran gitu. Nggak tau deh mana yang bener," jelas Violet.
"Kan kamu sendiri juga nggak tau mana yang bener. Jadi, ya jangan menyimpulkan sendiri. Mungkin dulu memang sakitnya agak parah, jadi lama nggak masuk sekolah. Dan sekarang mungkin memang Nina pengen nikah muda aja," ucap Senja.
"Oke deh, malaikat berkedok manusia. Gue nyerah deh kalo ngomong soal berbaik sangka sama lo. Lo emang manusia yang nggak pernah bisa mikir jeleknya orang," ucap Violet.
"Kalo belum kelihatan jeleknya ya jangan dipikirin, Vi, bikin penyakit," ucap Senja santai. Embun hanya terkekeh melihat Violet dan Senja.
Di sudut lain kantin, diam-diam ada yang sedang mendengarkan obrolan remeh temeh Senja dan kawan-kawannya. Ya, Dona yang bermaksud berteduh di kantin tak sengaja melihat sosok cewek yang tadi bersama Rona di taman.
'Ternyata dia anak sastra Inggris juga,' batin Dona. Dari percakapan yang Dona dengar, Dona dapat menyimpulkan kalau cewek berhijab besar itu seperti yang dia bayangkan. Sok agamis. Sok suci. Sok baik. Dan sok-sok yang lain yang membuat Dona muak. Rasanya Dona ingin menjambak hijabnya yang besar itu dan menariknya. Namun, Dona masih menahan diri. Dia belum tahu persis bagaimana hubungan Rona dengan cewek itu. Dona tidak ingin jadi cewek kampungan yang asal tuduh tanpa bukti.
"Eh, udah reda. Pulang yuk!" ajak Embun.
"Iya, keburu hujan lagi. Vi, nebeng sampe halte depan kampus, ya?" tanya Senja
"Gue anter aja sampe rumah. Sekalian gue mau mampir toko kue deket rumah lo," jawab Violet.
"Ati-ati, masih mendung. Kalo ujan neduh dulu," ucap Embun.
"Elo udah pantes jadi emak-emak, Mbun," komentar Violet.
"Calon guru SD. Maklum, Vi," tambah Senja.
Ketiga sahabat itu keluar kantin bersama menuju tempat parkir sepeda motor Embun dan Violet. Dona yang memperhatikan targetnya beranjak, ikut keluar dari kantin, masih coba memperhatikan dari jarak aman. Dona masih ingin tahu lebih banyak tentang cewek berhijab besar itu. Apa yang dia bicarakan dengan Rona di taman? Kenapa ekspresi keduanya begitu janggal? Kenapa cewek itu tidak membahas apapun tentang Rona dengan teman-temannya tadi? Apakah mereka hanya sebatas teman satu jurusan? Atau tidak?
'Gue harus selidiki lebih lanjut,'
***
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 101 Episodes
Comments