'Kira-kira, dia mau ngomong apa ya?' batin Senja yang masih berdiri di depan kelas.
"I just want to say that you are brilliant to omit some sentences which aren't really important to translate. It makes your translations very good. Since some people will be hesitant to reduce or even omit sentence. You're doing great! Thank you," komentar Rona disambut tepuk tangan riuh seisi kelas. Senja tidak menyangka Rona akan memuji hasil terjemahannya.
"Yup. It's true. Thank you, Rona. Jadi, dalam menerjemahkan suatu teks, selain kita menggunakan teknik-teknik terjemahan yang ada, kita juga butuh yang namanya feeling. Apakah kata atau kalimat ini penting untuk diterjemahkan? Misalkan kita hilangkan, apakah akan menghilangkan akurasi dari makna keseluruhan teks? Begitu, ya? Paham?" jelas Pak Rio.
"Pahaaam~,"
"Okay. Thank you, Senja, silakan kembali duduk. Kita sudah lihat hasil terjemahan dari kelas B. Sekarang kita beralih ke Rona dari kelas A. Silakan, Rona," ucap Pak Rio mempersilakan.
Rona dengan mantap maju ke depan, mepersiapkan tugasnya untuk dipresentasikan. Dengan suara bassnya, Rona berhasil membius seluruh isi kelas. Senja melihat ke seluruh isi kelas. Tidak ada seorang cewek pun yang tidak memperhatikan Rona, kecuali dia. Senja mendengarkan penjelasan Rona dengan seksama, melihat ke arah LCD yang menampilkan hasil terjemahan milik Rona. Rona sekilas melihat ke arah Senja yang tidak melihat dirinya seperti semua cewek di kelas itu.
"That's all. Thank you," Rona menutup presentasinya.
"Good job as always, Rona! Ada yang mau menambahkan?" tanya Pak Rio kepada para mahasiswanya. Rona melihat ke arah Senja yang sibuk menulis sesuatu di bukunya.
'Dia nggak tertarik sama gue?' pikir Rona.
"Tidak ada yang mau memberi tanggapan? Kalau gitu..." kata-kata Pak Rio terputus.
"Excuse me, Sir," ucap Senja menyela Pak Rio sambil mengangkat tangan.
"Oh, ternyata Rona yang lain. Silakan," ucap Pak Rio dengan nada becandanya yang khas.
"Thank you, Sir. There are some things that I wanna ask you. First, why did you prefer to translate the second sentence partly? Is that not really important to translate? Second, why didn't you combine the fourth and the fifth sentences in the second paragraph into one sentences? I think it will be more readable if you did that. That's all. Thank you," komentar Senja, sambil membawa secarik kertas catatan.
Rona cukup terkesan dengan pertanyaan Senja. Selama ini, kalau dia mempresentasikan tugasnya di depan kelas tidak ada yang mau menanggapinya. Terlebih para cewek. Mereka hanya fokus melihatnya tanpa memperhatikan apa yang dipresentasikannya.
"Please answer her, Rona," pinta Pak Rio.
"Okay. Well, thank you for your questions. First, I only translated the second sentence partly because I think it's more readable that way. And why I didn't combine the two sentences, because I wanted to highlight the importance of the previous statement. And I think it's readable enough. That's all. Any other questions?" jawab Rona mantap.
"No, thank you," jawab Senja kemudian sibuk lagi menuliskan sesuatu di catatannya. Rona memperhatikan Senja. Dia sedikit heran, baru kali ini ada cewek yang tidak tertarik dengannya.
Sembilan puluh menit telah berlalu. Kuliah translations ditutup Pak Rio dengan memberi tugas menerjemahkan potongan novel karya Dan Brown.
"See you next week," Pak Rio menutup kelasnya kemudian berlalu dari kelas, diikuti para mahasiswa yang keluar satu per satu.
Rona terlihat masih duduk di bangkunya, asyik ngobrol dengan beberapa sahabatnya. Rona yang duduk menyamping, sesekali melirik ke arah Senja yang tengah sibuk memasukkan buku-buku ke dalam tasnya.
"Kita duluan ya, Nja," pamit Aida dan Lena yang dibalas anggukan oleh Senja yang masih sibuk dengan buku-bukunya.
Senja menutup tasnya dan membiarkan satu buku novel karya Dan Brown, berjudul The Lost Symbol, tetap di luar tasnya. Senja beranjak dari tempat duduknya sambil menenteng bukunya. Rona memperhatikan Senja sedari tadi.
"Woy, bro! Dari tadi lihatin Senja terus," komentar Nino, salah satu sahabat Rona.
"Gue pikir, cewek yang berpenampilan kek dia tuh, cupu, cuma pinter masalah agama, dan nggak tertarik hal-hal yang selain tentang agama. Ternyata nggak juga,"
"Oo... Jadi mulai suka sama cewek religius nih?" goda Ringgo.
"Bukan gitu. Ya jadi merubah penilaian gue aja," elak Rona.
"Senja tuh asyik orangnya, bro. Tapi emang dia nggak sembarang ngobrol sama cowok," kata Nino.
"Lo kenal dia?" Rona cukup terkejut mendengar perkataan Nino.
"Kenal lah. Masa-masa ospek dulu, gue duduk sebelahan sama dia," aku Nino.
"Duduk sebelahan? Kok dia mau?" tanya Rona heran.
"Emang kenapa?" Nino balik bertanya ke Rona.
"Ya kan, secara cewek berjilbab syar'i gitu, masa' duduk sebelahan sama cowok?" jelas Rona.
"Iya kan nggak berdua kan? Satu baris kan ada berapa kursi dulu tuh jaman ospek, kebetulan gue duduk sebelahan sama dia, di sebelah-sebelahnya dia cewek-cewek semua, baru dari kursi gue ke samping gue isinya cowok-cowok. Kan dulu duduk aja diatur sama panitia ospek, mana bisa nolak,"
"Oh ya waktu di ruang auditorium gedung 3 itu?" tanya Ringgo memastikan dia nggak salah momen.
"Yup. Senja tuh asyik kok. Sempet ngobrol banyak dulu," kenang Nino.
"Hmmm~" gumam Rona sambil memikirkan kira-kira apa yang dibicarakan Nino dengan Senja, sampai-sampai Nino mengatakan Senja orang yang easy going.
"Namanya sama lagi kek nama lo, bro. Cuma beda satu kata aja," komentar Ringgo.
"Iya. Gue baru inget kalo nama dia ada Rona nya juga, dan nama lo ada Senja nya juga," Nino menimpali.
"Jodoh tuuu..." goda Ringgo yang tahu kalau Senja bukan tipe Rona. Rona hanya mendengus mendengar komentar Ringgo.
"Allahuakbar... Allahuakbar..." suara adzan ashar berkumandang.
"Solat dulu, bro," ajak Nino. Rona segera beranjak berjakan menuju mushola kampus.
Rona jarang sekali solat di mushola yang ada di fakultasnya. Dia lebih sering solat di masjid kampus dimana dia tidak kelihatan terlalu mencolok. Sampai di mushola fakultas, Rona tidak langsung mengambil air wudhu. Dia masih duduk-duduk di teras mushola bersama Nino dan Ringgo.
"Hei Beb. Ntar jalan yuk!" ajak Rebecca, seorang cewek berbadan aduhai dengan pakaian yang cukup sexy untuk dipakai di kampus, kepada Rona.
"Boleh. Gue solat dulu tapi. Lo mau ikut?" ajak Rona dengan nada menggoda.
"Apaan sih, Beb. Kek nggak tau aja," jawab Rebecca. Rona tersenyum.
"Gue tunggu di kantin ya," ucap Rebecca kemudian, sambil berlalu ke kantin. Rona hanya mengangguk.
"Lo masih jalan sama Rebecca?" tanya Ringgo.
"Masih," jawab Rona santai.
"Ardiana gimana?" tanya Nino.
"Masih juga," Rona kembali menjawab dengan santai.
"Lah yang kemarin?" giliran Ringgo bertanya.
"Dona?" tanya Rona disusul anggukan dari kedua sahabatnya.
"Masih juga," jawab Rona sambil berlalu mengambil air wudhu, meninggalkan dua sahabatnya yang geleng-geleng melihatnya.
"Ganteng. Wajar," komentar Ringgo sambil menyusul mengambil air wudhu. Nino hanya cengar cengir mengekor di belakang Ringgo.
Senja yang sedari tadi khusyuk membaca novel di teras mushola tak sengaja menguping, ketika mendengar suara Rona di sana.
'Cakep, sopan, pinter, solat, tapi... Playboy? High quality playboy,' batin Senja lalu kemudian menutup novelnya dan mengambil air wudhu.
***
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 101 Episodes
Comments