Selama mengerjakan berkas-berkas, omongan Sri terus terbayang-bayang di otak Kenan.
'Mamah dan Papah berharap pernikahan kalian sampai maut memisahkan.'
Sungguh, bukannya Kenan meragukan pernikahan nya bersama Ayana. Tetapi, sampai detik ini saja dia belum bisa membuka hatinya untuk Ayana. Ia masih bingung. Semuanya terjadi begitu cepat sehingga Kenan belum menyiapkan perasaan dan juga kesiapan atas pernikahan.
Ingat saat Kenan mendapatkan pesan di kantornya? Pesan itu berisikan tugas-tugas seorang suami yang di berikan Tito.
Selama ini ia hanya mengikuti alur, biarkan berjalan sesuai waktu. Kenan juga berharap Ayana adalah satu-satunya wanita di hidupnya. Namun, tak bisa di pungkiri kalau Kenan juga merasa pasrah jika semuanya berakhir. Belum lagi apakah Ayana juga berharap kalau Kenan adalah satu-satunya pria di hidupnya? Atau ada pria lainnya? Entahlah. Memikirkan itu semua membuat kepalanya pusing.
Bertepatan dengan kedatangan Aura yang langsung duduk di depan Kenan.
"Aura? Lu kenapa kesini?"
"Memangnya kenapa? Gua gak boleh kesini, ya?" tanyanya dengan sedih.
"Bukannya gak boleh. Tapi, lu gak ke apartemen dulu gitu? Istirahat."
"Sudah tadi sebentar habis itu kesini lagi. Gua bosan banget Kenan, ajakin gua jalan-jalan kemana gitu." Kenan tertawa kecil membuat Aura kesal.
"Kok, malah tertawa? Ajakin gua jalan, yuk?"
"Gak tau. Kita lihat nanti, ya?"
"Ya sudah, pokoknya nanti lu ajakin gua jalan-jalan."
Kenan hanya mengangguk dan kembali mengerjakan pekerjaan. Tanpa di sadari Aura terus memperhatikan Kenan.
...*****...
Saat istirahat, Ayana sedang membaca buku di perpustakaan. Dirinya memang suka sekali membaca sehingga waktu istirahat di habiskan hanya dengan membaca buku. Dari arah belakang seseorang menepuk pundak nya hingga menoleh.
"Ayana, boleh aku duduk sama kamu di sini?"
"Oh, tentu saja Zahra. Sini duduk di sebelah ku."
Zahra adalah teman sekelas nya. Orangnya pendiam. Murid-murid selalu membully nya sebab Zahra di katain anak cupu. Ayana sering kali membela, walaupun ujung-ujungnya ia juga kena bully. Terlebih yang membully nya adalah Cika. Sudah di pastikan Ayana kena.
"Kamu gak ke kantin?"
"Tidak, aku takut di bully." Setiap ke kantin Zahra akan di bully oleh Cika. Entah itu di suruh-suruh ataupun di hina.
"Ya sudah, di sini aja sama aku sampai jam istirahat habis. Gimana?"
"Iya aku mau. Makasih ya Ayana kamu selalu belain aku. Maaf kalau kamu jadi di bully juga," ucap Zahra sedih. Ayana mengusap-usap punggung nya.
"Gak apa-apa. Oh iya, bagaimana kalau kita berteman sekarang. Kamu mau gak?"
"Ayana, nanti kamu di bully."
"Tenang aja. Kalau kita di bully mari hadapi sama-sama. Jangan takut, oke?"
"Oke. Makasih banyak Ayana."
"Sama-sama."
Semenjak itu, Ayana dan Zahra menjadi teman dekat. Bel pun berbunyi. Keduanya langsung menuju kelas. Saat masuk para murid menatap keduanya terlebih dengan empat orang di meja belakang.
"Wah, kayanya ada yang baru jadi sahabat."
"Cocok jadi sahabat. Sama-sama miskin!"
Semuanya tertawa. Zahra menundukkan kepalanya membuat Ayana mengusap tangannya.
"Sudah, jangan di dengerin. Ayo duduk."
Bangku mereka sampingan. Jadinya memudahkan keduanya untuk saling menguatkan.
...******...
Siang harinya Ayana baru pulang dari sekolah, ia melihat ada Sri yang sedang memandang tanaman.
"Assalamu'alaikum."
"Wa'alaikumsalam. Menantu Mamah pulang juga akhrinya."
Keduanya saling berpelukan. Sri mencubit pipi Ayana gemas.
"Mamah, kangen sama kamu."
"Aku juga kangen."
"Sekarang kamu ganti baju kita ngobrol di sini, ya? Mamah, tungguin."
"Oke, Mah."
Ayana langsung ke kamarnya untuk ganti baju. Setelah itu, ia kembali menemui Sri untuk mengobrol.
"Sayang."
"Ya, Mah?"
"Gimana sekolah nya? Baik-baik saja, kan?" Ayana tak pernah menceritakan apapun pada Sri. Termasuk dirinya yang suka di bully.
"Baik kok Mah, aku semakin semangat buat belajar."
"Syukurlah, kamu memang anak rajin. Mamah bangga banget punya menantu seperti kamu." Seketika Ayana terdiam. Ia kembali mengingat awal pernikahan mereka ini hanya sebuah fitnah.
'Maafkan aku Mah, maaf karena aku bohong.'
Sri mengelus rambutnya membuat Ayana memandang beliau sendu.
"Kenapa sayang? Apakah kamu baik-baik saja?"
"Aku baik. Cuma aku masih gak nyangka aja jadi menantu Mamah. Aku seneng banget punya mertua sebaik Mamah."
Sri dan Ayana pun saling berpelukan. Di dalam hati hanya bisa berharap semoga pernikahan dirinya dan Kenan seperti harapan kedua orang tua itu tadi pagi.
...******...
Di jam empat sore, ia duduk sambil menatap jendela sebab sebentar lagi Kenan akan pulang. Entah mengapa, Ayana ingin sekali melihat sang suami pulang kerja. Biasanya ia menunggu di kamar. Namun, kali ini Ayana ingin melihat secara langsung dan menyambut nya.
Tanpa disadari dari balik dinding Tito dan Sri tersenyum memandang punggung menantu nya.
"Pah, Ayana lagi menunggu Kenan bukan, ya?"
"Sepertinya iya."
"Mungkin Ayana mau menyambut, Kenan."
"Sudahlah Mah, kita ke kamar aja."
"Nanti dulu, Mamah mau samperin Ayana." Tito terlebih dahulu mencegah sang istri.
"Mau ngapain? Pasti kamu mau godain Ayana, kan?"
Sri hanya terkekeh dan Tito menggelengkan kepalanya cepat.
"Jangan Mah, yang ada nanti menantu kita malu dan malah masuk ke kamar."
Benar juga perkataan suaminya, Ayana masih malu-malu.
"Baiklah."
Tetapi, sudah jam tujuh malam Kenan belum juga pulang. Semua terlihat gelisah terutama Sri. Ayana juga khawatir. Namun, ia menutupinya dengan diam.
"Pah kok, kenan belum pulang? Apakah ada pekerjaan lain?"
"Tidak Mah, semuanya sudah Kenan kerjakan tadi sore. Dia laporan ke Papah." Tito hanya bertugas sebagai tanggung jawab atas semua kerjaan Kenan.
"Terus sekarang dia di mana? Ayana, kamu gak tau Kenan di mana?"
"Tidak Mah, aku gak tau."
"Kamu sudah telpon?"
"Aku ... gak punya nomornya mas Kenan." Keduanya terkejut mendengar ucapan Ayana.
"Kamu gak punya nomor nya?"
"Tidak, karena aku gak punya handphone."
"Astaga. Bisa-bisa nya Kenan tidak membelikan Ayana handphone." Tito menggaruk tengkuknya.
"Ya sudah, Mamah saja yang telpon."
Berkali-kali Sri menelpon Kenan. Namun, tidak di angkat. Sri menjadi kesal sendiri.
"Kemana sih, itu anak? Kenapa gak ada kabar?"
Ayana terdiam, ia juga khawatir terhadap Kenan. Tapi, bagaimana lagi. Dia tidak bisa melakukan apapun selain berdo'a agar suaminya baik-baik saja.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 56 Episodes
Comments