Pas istirahat Ayana pergi ke kantin untuk membeli roti karena belum makan sama sekali. Tadi pagi tidak ada makanan di rumah nya. Walhasil, ia berangkat sekolah tanpa sarapan.
Saat membeli roti tiba-tiba di kejut kan dengan suara teriakan para siswi dari belakang. Ia pun menoleh dan seketika matanya membulat sempurna siapa yang membuat mereka berteriak.
Di depan sana kepala sekolah sedang berjalan santai sambil mengobrol dengan Tito dan juga Kenan.
"Wah! Siapa pria tampan itu? Aku belum pernah liat!"
"Ya ampun itu kak Kenan! Ganteng banget dia!"
"Kira-kira roti sobek nya ada berapa, ya?"
Pertanyaan siswi itu malah membuat mereka semakin histeris karena membayangkan.
"Roti sobek? Maksudnya apa?" tanya Ayana pelan sambil menatap roti di tangan nya.
Kepala sekolah pun mengisyaratkan mereka untuk diam. Tito tertawa geli melihat nya.
"Sepertinya Kenan masih jadi idola, ya?" goda kepala sekolah.
"Tentu saja. Anak saya ini di manapun pasti jadi idola."
Omongan keduanya sama sekali tak di hiraukan olehnya. Malahan tatapannya kini tertuju pada gadis di belakang para siswi. Ayana yang merasa di tatap pun menjadi grogi. Ia melangkahkan kakinya pergi sambil menunduk. Tetapi, ia malah tidak melihat kalau Cika sengaja berdiri di depannya.
Selang beberapa detik bertatapan, tanpa kata Cika menarik tangan Ayana kasar menjauhi tempat itu. Kenan yang melihat pun kebingungan.
"Ayo kita sudahi kelilingnya." Tito menepuk pundak Kenan yang terdiam.
"Mari Pak, kita ke ruangan."
Sekali lagi Kenan penasaran mau di bawa kemana gadis itu?
...****...
Di taman belakang Cika mendorong Ayana hingga terjatuh.
"Lu masih bertahan juga ternyata?"
"Maksudnya?"
Cika menjambak rambut gadis itu dengan kencang membuat Ayana kesakitan.
"Tolong ... lepasin." Ayana berusaha melepaskan tangan Cika dari rambutnya.
"Lu itu seharusnya pergi dari sini! Lu gak pantes sama sekali! Sekolah ini khusus orang-orang kaya. Sedangkan lu? Lu cuma anak miskin!" teriaknya.
Ayana menutup matanya untuk menahan tangisnya keluar. Ia tidak boleh terlihat lemah. Ia harus bertahan walaupun tidak bisa melawan. Dengan kesal Cika tega menginjak kaki Ayana begitu keras.
"Tuh, rasain! Yuk, pergi dari sini."
Yang lainnya tertawa tidak membantu Ayana yang kesakitan. Gadis itu baru mengerti kalau Cika dan teman-teman nya lah yang membully dirinya beberapa waktu lalu karena melihat sepatu nya. Sama persis tak ada perbedaan.
Bel masuk kelas terdengar. Ayana buru-buru bangkit dengan kaki sedikit pincang. Ternyata saat di depan kelas guru sudah datang.
"Ayana, kamu dari mana?"
"Dari toilet, Bu." Guru itu menggelengkan kepalanya. Baru kali ini Ayana telat jadi di izinkan masuk.
"Masuklah. Pembelajaran belum di mulai."
"Terima kasih, Bu."
Para murid dan guru bingung melihat cara jalan Ayana yang pincang.
"Kaki kamu kenapa?"
Ayana tahu kalau Cika dan geng nya sedang menatapnya tajam. Ia menggelengkan kepalanya lemah.
"Karena ... terpeleset di kamar mandi tadi."
"Hati-hati lain kali kalau jalan. Kamu duduklah."
Ia duduk dengan perlahan karena kakinya masih terasa sakit. Cika dan teman-teman nya tertawa kecil.
...*****...
Setelah pulang sekolah, Ayana tidak langsung pulang ke rumah. Melainkan ke tempat kerja di sebuah cafe. Dewi yang paham jadi tidak khawatir.
Ya. Ayana di izinkan bekerja oleh seorang wanita bernama Della. Perempuan itu berbaik hati karena saat melamar pekerjaan kesungguhan Ayana membuat dirinya kagum. Hingga akhrinya Ayana di terima bekerja sebagai petugas bersih-bersih walaupun Della tau gadis itu masih sekolah.
Jam kerjanya pun di mulai dari pulang sekolah sampai jam sepuluh malam.
Selama bekerja, Ayana merasakan sakit di kakinya. Namun, dirinya tidak mau istirahat. Bos nya itu sudah beberapa kali menyuruhnya untuk istirahat terlebih dahulu. Begitu juga pekerja lainnya.
"Ayana, kamu istirahat sebentar sana. Kalau di paksa nanti kaki kamu malah tambah sakit," ucap Rana.
"Iya. Istirahat aja, Ayana," tambah Putri.
Jika di sekolah tidak ada satupun yang mengkhawatirkan dirinya, sangat berbeda saat di tempat kerja. Para pekerja begitu peduli dan perhatian terhadap gadis itu. Walaupun Ayana lebih muda, mereka begitu suka dengan sifat dan sikap baik Ayana.
"Aku gak apa-apa kok, Kak Rana dan Kak Putri."
"Bohong! Buktinya dari tadi Kakak denger kamu meringis kesakitan."
"Aku baik-baik saja masih kuat. Nanti kalau gak kuat baru aku istirahat."
Ya begitulah Ayana. Semangat berkerja yang begitu besar.
"Baiklah. Ujungnya kami kalah."
"Makasih ya, aku seneng banget jadi berasa punya Kakak." Ayana memeluk keduanya erat.
"Iya sama-sama. Kamu memang terpeleset di kamar mandi, kan? Bukan di bully lagi?"
Mereka tau kalau Ayana sering di bully karena setiap kali datang matanya selalu sembab karena menangis. Tapi, ya begitulah Ayana tidak pernah mau cerita.
"Enggak kok, ya sudah aku mau kembali kerja dulu. Nanti bos liat lagi."
Ketiganya kembali kerja masing-masing. Rana dan Putri bekerja sebagai kasir dan pelayan.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 56 Episodes
Comments