Tugas Seorang Istri.

Jam dua belas malam Ayana terbangun dari tidurnya karena merasa haus. Sesaat di pandang sebelahnya Kenan tertidur lelap sambil memeluk guling. Wajah Kenan benar-benar sangat tampan. Wajah tegas nya begitu mempesona hingga membuat Ayana terpukau.

"Mas Kenan sangat tampan," ucapnya tanpa sadar.

Entah kenapa, rasanya ia ingin sekali mengelus rambut suami nya itu. Namun, harus di tahan. Ia takut Kenan terbangun. Lama memandang akhrinya ia menyadarkan pikirannya sendiri.

"Apa yang barusan aku pikirkan? Aku harus fokus!"

Dengan segera ia melangkahkan kakinya menuju dapur. Saat lagi minum dirinya tak sadar kalau ada Aura di belakangnya.

"Ayana," panggilan Aura seketika membuatnya tersedak. Setelah reda Ayana langsung menoleh ke belakang. Keduanya saling berhadapan.

"Mbak Aura, belum tidur?"

"Saya kebangun. Kamu sendiri?"

"Sama, aku bangun karena haus."

Tidak ada percakapan lagi selama beberapa detik Ayana pamit terlebih dahulu.

"Mbak, aku mau balik kamar dulu. Permisi."

Baru beberapa langkah suara Aura memanggilnya kembali terdengar. "Ayana!"

Menoleh lagi ke belakang Aura berjalan ke arahnya. Namun, Ayana merasa kalau Aura memandangnya begitu lekat.

"Ya, Mbak? Ada apa?" Aura tak menjawab pertanyaan sama sekali membuat Ayana takut. Pandangan Aura benar-benar beda dari sebelumnya.

"Nikmati dulu semuanya Ayana, sebelum semuanya hilang," ucapnya sambil menepuk-nepuk pundak Ayana berkali-kali. Setelahnya Aura pergi meninggalkan Ayana yang kebingungan.

...*****...

"Kenapa mbak Aura, mengatakan itu? Apa maksudnya?"

Ayana yang masih memikirkan perkataan Aura hingga tak sadar kalau Kenan membuka mata dan menatapnya. Saat berbalik ingin kembali tidur, ia begitu terkejut.

"Astagfirullah. Mas Kenan, bikin aku kaget." Ayana mengusap-usap dadanya sambil menghembuskan napasnya berkali-kali.

"Kamu kenapa melamun?"

"Enggak, aku gak melamun, kok."

"Saya memperhatikan mu Ayana, kamu melamun."

Melihat istri nya hanya diam saja Kenan menghela napasnya. Ia berpikir harus belajar terbiasa kalau Ayana ini pemalu. Namun, sebaliknya. Ayana malah memikirkan perkataan Kenan kalau dia diperhatikan. Itu membuatnya sangat gugup sampai tak bisa berkata-kata.

"Tidurlah. Besok kamu harus bangun pagi buat sekolah."

Ayana mengangguk kecil sambil membaringkan tubuhnya membelakangi Kenan.

...*****...

Keesokan paginya, semua berkumpul untuk sarapan nasi goreng buatan Sri dan Ayana.

"Lihat, masakan Mamah dan Ayana sudah jadi. Silahkan di coba."

Sri mengambilkan sepiring nasi goreng buat Tito. Sedangkan Ayana juga mengambilkan nasi goreng untuk Kenan.

"Ini Mas, silahkan."

"Terima kasih."

Ayana hanya mengangguk sambil menatap Sri yang mengacungkan jempol. Saat memasak tadi Sri memberitahukan apa saja tugas seorang Istri, termasuk mengambilkan makanan untuk suaminya di meja makan sebagai tanda hormat.

Setelah itu ia duduk di sebelah Kenan. Saat mau mengambil nasi goreng matanya tak sengaja bertatapan dengan Aura. Teman suaminya itu pun menatapnya sambil tersenyum tipis. Aura yang menyadari Kenan ingin menegur Ayana langsung memakan nasi goreng nya.

"Ayana, ada apa? Kenapa kamu tatap Aura kaya gitu?" pertanyaan Kenan menyadarkan Ayana. Sri dan Tito juga ikut menatap Ayana bingung.

"Hah? Enggak. Aku ... cuma kagum saja sama wajah mbak Aura. Cantik banget."

Sri terkekeh mendengar ucapan Ayana. Beliau yang duduk di sebelahnya mencubit pipi menantunya gemas.

"Aura memang cantik. Tapi, kamu yang paling cantik. Iya kan, Pah?"

"Iya. Menantu kita memang cantik."

Semuanya ikut tertawa kecil begitu juga Kenan. Namun, Ayana kembali melihat sekilas Aura yang tersenyum tipis.

Setelah sarapan selesai, Ayana langsung buru-buru mandi lagi dan memakai seragam sekolah sebab dua puluh menit bel masuk dan Kenan sedang menunggu nya.

Dengan sedikit berlari ia sampai di ruang tamu. Namun, Ayana seketika terdiam karena terlihat Kenan dan Aura sedang mengobrol begitu asik.

Tanpa sadar, Sri dan Tito yang mau keluar kembali masuk kamar. Keduanya mengintip dari balik pintu.

"Pah?" tanya Sri khawatir.

"Tenang Mah, kita pantau dulu."

Kenan yang terlebih dahulu sadar kalau Ayana sudah berdiri di sana. Ia kembali menghembuskan napasnya pelan karena melihat istri nya termenung.

"Ayana, kamu melamun lagi?"

"Hah? Enggak."

"Ya sudah, ayo kita berangkat," ucap Kenan. Sri dan Tito akhrinya menghampiri mereka.

"Kalian berdua Hati-hati, ya?"

"Iya. Kami berangkat."

Sepasang suami istri itu pamitan. Sri mencium Kening Ayana, sedangkan Tito menepuk pundak anak semata wayang nya.

"Mamah dan Papah sangat berharap pernikahan kalian sampai maut memisahkan," ucapan Sri membuat Ayana dan Kenan saling memandang sekilas sebelum menundukkan kepalanya.

Sedangkan Aura terdiam sambil memandang semuanya lekat.

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!