Setengah jam kemudian akhrinya Ayana sampai di sekolah yaitu SMA Permata dalam keadaan lelah. Walaupun demikian, ia kembali menyemangati dirinya sendiri.
"Ayo semangat! Katanya mau jadi orang sukses ya harus semangat."
Selama di lorong para murid terus memperhatikan nya. Sudah biasa, setiap kali Ayana datang akan menjadi sorotan. Bagaimana tidak, sekolah itu memang elit, semua murid-muridnya berasal dari menengah atas. Ia bisa masuk ke sana karena jalur beasiswa.
Setiap tahun ajaran baru memang sekolah tersebut membuka pendaftaran gratis bagi murid kurang mampu yang ingin bersekolah di sana tanpa di pungut biaya sedikitpun sampai lulus. Namun, melalui jalur beasiswa.
Sebenarnya banyak murid yang sama seperti dirinya bisa masuk karena beasiswa. Namun, mereka semua memilih pindah karena malu bersekolah di antara orang-orang kaya, hanya Ayana saja yang tersisa.
Lebih tetap nya bukan malu, melainkan tak tahan karena selalu mendapatkan bully dari mereka. Ayana juga selalu di-bully. Namun, ia memilih bertahan.
Selama berjalan menuju kelas, para murid bergosip tentangnya. Termasuk tentang kehidupan nya saat berada di rumah. Saking niat ingin membully, mereka rela mencari tau kehidupan Ayana. Mereka tau kalau Herman sering mabuk.
"Tau, gak? Katanya kemarin ayahnya ngamuk-ngamuk lagi."
"Benarkah? Pasti minta uang buat mabuk."
"Ya jelas. Buat apalagi selain mabuk."
"Emang gak bener ya ayahnya itu. Gua rasa dia juga gak bener."
"Iya. Gua gak percaya dia polos. Gua yakin diam-diam dia juga mabuk."
Suara tertawa terdengar di telinga nya. Ayana hanya bisa pasrah mendengar omongan mereka. Ia tidak mau mencari keributan. Datang kesini untuk belajar apalagi sekarang ia kelas tiga SMA. Artinya sebentar lagi lulus.
Sesampainya di kelas, ia langsung duduk dan membuka buku karena hari ini ulangan harian matematika. Para murid masih memberikan tatapan sinis.
Walaupun Ayana miskin, ia di cap guru sebagai murid terpintar karena banyak prestasi yang di raih nya. Sering mengikuti lomba cerdas cermat antar sekolah. Dan yang pasti selalu menang juara satu.
Tak lama bel pembelajaran pun di mulai. Ulangan harian ini adalah matematika.
"Selamat pagi semua."
"Selamat pagi, Bu."
"Hari ini kita akan mengikuti ulangan harian matematika. Sudah belajar semua?"
"Sudah."
"Baiklah, mari kita mulai."
Ulangan pun di mulai. Para murid begitu serius mengejarkan. Ayana sangat fokus pada soal-soal itu. Ia bersyukur karena soal nya sama dengan materi yang ia pelajari semalam.
"Bismillah. Semoga nilai ku bisa memuaskan agar beasiswa ku tetap aman."
Ayana belajar dengan sungguh-sungguh karena takut nilai nya jelek dan bisa menghilangkan beasiswa nya. Peraturan bagi murid beasiswa yaitu setiap mata pelajaran harus nilai yang bagus. Tidak boleh memiliki penurunan. Jika itu terjadi maka beasiswa di cabut seratus persen.
Satu jam kemudian ulangan pun selesai. Mereka mengumpulkan hasilnya ke guru untuk di berikan nilai saat itu juga. Semua menunggu dengan perasaan tegang. Selama lima menit akhrinya guru pun selesai memberikan nilai.
"Saya bangga dengan hasil pembelajaran kalian. Tetapi, ada satu nama yang membuat saya merasakan puas." Guru itu mengambil kertas ulangan dan membaca namanya.
"Dia adalah Ayana Rosmalia. Selamat Ayana, nilai kamu sempurna. Seratus."
Mau tak mau para murid bertepuk tangan. Ayana sangat senang kalau dirinya mendapat nilai sempurna. Ia pun maju ke depan. Guru itu menepuk-nepuk pundak nya.
"Saya puas dengan nilai kamu, selamat ya. Semoga selalu seperti ini. Pertahankan nilai mu."
"Makasih Bu, saya akan mendengarkan ucapan Ibu."
Ia kembali duduk sambil menatap kertas ulangan nya. Habis ini ia akan pulang dan memberitahu nilai itu kepada ibunya.
...****...
Jam menunjukkan pukul empat sore waktunya pulang sekolah. Ayana membereskan buku nya sambil menatap jendela.
"Wah, gerimis. Aku harus cepat-cepat pulang biar gak kehujanan di jalan."
Tanpa ia sadari, beberapa murid menatapnya penuh amarah. Setelah itu ia buru-buru pergi meninggalkan kelas.
"Sepertinya dia sudah terlalu jauh. Mari kita hentikan langkahnya."
"Baiklah."
...****...
Saat di tengah jalan benar saja hujan deras disertai angin kencang pun turun. Ayana berteduh di sebuah toko tua. Ia sengaja tidak lewat jalan raya melainkan melewati jalanan yang lumayan sepi sebab jalanan tersebut lebih dekat sedikit ketimbang lewat jalan raya. Di sekeliling hanya ada lapangan rumput biasa tempat anak-anak main bola dan banyak pohon jambu.
Selama sepuluh menit hujan belum juga berhenti. Ayana menggosok kedua telapak tangannya untuk memberikan kehangatan. Tak lama sebuah mobil berwarna hitam berhenti di depannya.
Ayana berpikir kalau hanya sekedar berhenti. Namun, secara tiba-tiba empat orang keluar dari mobil tersebut dengan pakaian serba hitam menggunakan penutup wajah dan salah satu nya mendorong tubuh Ayana hingga terjatuh. Tak sampai di situ, tubuhnya di seret ke arah pohon jambu. Ayana berteriak minta tolong.
"Tolong! Tolong!"
Hujan dan angin kencang membuat para warga malas keluar rumah.
Begitu masuk ke dalam rindang nya pohon jambu, tubuh Ayana pun langsung di aniaya. Di tampar, di pukul, rambutnya di potong tak beraturan. Bahkan, saking tega nya ke empat orang itu menginjak perut Ayana hingga membuatnya kesakitan.
Terakhir adalah aksi keterlaluan mereka. Yaitu membuka paksa kancing seragam baju nya sampai terlepas. Rok sedengkul nya pun di potong sepaha. Setelah itu mereka tertawa sangat puas tak peduli keadaan Ayana yang menangis terisak sambil memegang perutnya.
"Rasakan! Makannya jangan sok pintar!"
"Betul itu! Rasakan!"
"Ayo kita tinggalkan dia."
"Bye Miskin!"
Keempat nya berlari menuju mobil dan kabur. Meninggalkan gadis bernama Ayana yang lemah. Sisa tenaga nya ia pakai untuk minta tolong, walaupun suara lirih.
"Tolong ... tolong aku ...."
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 56 Episodes
Comments
Selviana
Astaga tega sekali orang itu menyakiti Ayana
2024-05-07
0
Selviana
Kenapa Ayana minta tolong?
2024-05-07
0
Selviana
eh... jaga ya ucapan kalian.
2024-05-07
0