Rubiyati

Rubiyati

Bab 1 Transmigran

Tanjung Selor, 1951.

Sebuah kamp transmigran dari Jawa yang berada di Tanjung Selor, ibu kota Kabupaten Bulungan, Kalimantan Utara. Disana sedang ramai truk-truk dan para tentara yang sedang mengadakan sebuah apel pagi. Seorang Kolonel sedang memberikan sambutan pada para transmigran.

Sejak pagi sudah terjadi hiruk pikuk antara para transmigran yang dilema. Ada sebagian yang ingin tetap berada di Tanjung Selor. Ada juga yang ingin ikut ke Pulau Sumatera. Para veteran itu mendengarkan dengan seksama apa yang menjadi instruksi dari Kolonel Sohoed Pramoatmodjo, seorang Kepala Kem. Pertahanan B.P.B.A.T atau dikenal dengan Biro Penampungan Bekas Anggota Tentara)

"Sumatera adalah tempat tujuan kita, dikarenakan di tempat ini sudah penuh sesak oleh transmigran. Lahan juga sudah mulai di bentuk disini. Untuk kloter hari ini adalah kloter yang akan saya bawa ke God's Own Country.', yang juga Sumatera Selatan. Maka saya harap, dengan tiba disana, Kita sadar akan kebesaran Tuhan bahwa masih ada banyak daerah yang kaya akan kekayaan bumi yang tak terhingga. Agar kekayaan bumi kita tak kembali di jarah oleh orang luar. Bapak presiden juga menyampaikan dan berharap dengan adanya transmigran disana akan mempercepat proses pembangunan bangsa kita dewasa ini." Suara tegas dengan tubuh tegap sang Kolonel menyampaikan amanat pada Apel pagi sebelum para transmigran yang tak lain adalah para Veteran, bahkan diantara mereka ada yang pernah menjadi prajurit Panglima Soedirman.

Sesaat setelah apel, para transmigran naik ke atas truk yang akan mengangkut mereka. Di salah satu truk terdapat sepasang suami istri yang juga ikut rombongan. Pratu Surya Kusuma bersama sang istri bernama Rubiyati.

"Berapa lama mas kira-kira?" Tanya Rubi seraya duduk di sisi sang suami.

"Mungkin satu hari satu malam jika cepat. Tergantung kapalnya ada tidak." Ucap Surya.

"Kapal? Jadi kita akan menaiki kapal?" Tanya Rubi dengan kedua netra yang membulat.

Anggukan dari Surya membuat Rubi merasa senang. Ia penasaran seperti apa laut, seumur hidup ia tak pernah melihat sebuah lautan. Saat ke Kalimantan dulu, ia tertidur lelap sehingga tak sempat melihat indahnya laut biru yang membentang.

"Apakah pembagian tanah disana akan sama di Kalimantan?" tanya seorang Pratu yang tampaknya khawatir jika pembagian tanah berdasarkan jabatan. Maka bisa di pastikan jika pembagian tanah berdasarkan pangkat mereka, maka pangkat Pratu tentu paling sedikit dibandingkan dengan Letnan.

"Entahlah, tapi setidaknya tidak kalah indah seperti Kalimantan. Kabarnya disana juga kaya akan migas, emas dan batubara." Jawab Surya yang mengusap rambut buah hatinya, Bima. Anak pertamanya itu sedang terlelap dalam pangkuannya. Sedangkan putra keduanya sedang berada dalam gendongan Rubi. Dua bocah itu tampak lelah karena sedari tadi sibuk berlarian mengejar bola.

Berharap sebuah kehidupan lebih baik di Sumatera Selatan. Mereka melalui perjalanan dua hari dua malam. Tiba di sebuah kamp, rasa putus asa mulai menghantui para transmigran yang merasa justru di tempat ini sungguh tidak nyaman.

Sebuah kawasan hutan yang masih banyak pohon besar-besar dengan kera dan siamang yang masih bergantungan di ranting-ranting pohon.Belum ada padi di daerah itu, masih hutan belantara. Bahkan beberapa kali beruang tampak datang ke kamp pemukiman mereka. Mereka menetap di sebuah hutan belantara yang bernama Kungku.

Para transmigran itu adalah patriot. Karena di zaman revolusi mereka adalah patriot manusia-manusia yang imperialis dan di zaman pembangunan mereka adalah patriot yang melawan alam untuk menciptakan kemakmuran. Maka bangsa memberikan mereka kepercayaan untuk membuka jalan untuk merintis terciptanya sebuah kemakmuran.

Dimulai dari kemakmuran paling kecil yaitu kemakmuran keluarga. Layaknya untaian kalimat bahwa seorang pewaris akan berbeda dengan jalan hidup para perintis, begitu pula yang dialami Rubiyati dan Surya dalam mengarungi hidup rumah tangga mereka di tempat yang baru akan dirintis, dan keluarga mereka juga masih merintis untuk bahagia dan makmur.

Para perintis itu mulai dari membuka lahan untuk dijadikan tempat tinggal dan juga lahan untuk bertani hingga bisa bertahan hidup sebelum adanya pembukaan jalan dari pemerintah hingga terhubung dengan Jakarta. Walau mereka di tanah Sumatera, tapi adat budaya dan bahasa mereka masih menggunakan khas Jawa. Tetapi tidak melupakan bahwa mereka adalah satu, satu bangsa yaitu Bangsa Indonesia.

Hal itu yang selalu ditanamkan oleh Surya pada anak-anak nya. Kini mereka sudah satu tahun di tempat itu. Mereka tinggal di sebuah gubuk yang ditopang oleh Kayu Sengon dan berdinding bambu. Surya tampak duduk dengan meruncingkan bambu. Lalu ia pasangkan sebuah bendera merah putih ke bambu itu.

"Pak, katanya kita sudah merdeka. Tetapi kenapa kita masih suka lapar?" Tanya Bima yang sedang membuat mobil-mobilan dari debok pisang.

"Sudah merdeka, bukan berarti kita harus santai dan makan juga harus negara yang memberi. Maka itu perjuangan setelah merdeka lebih berat." Ucap Surya seraya berjalan ke arah jalan. Ia tancapkan bendera itu. Abimanyu, mengikuti dari arah belakang Surya. Ia memberikan hormat pada bendera itu.

"Besok, Abi ingin jadi tentara seperti Bapak." Ucap Abi penuh semangat seraya memberikan hormat pada bendera Merah-putih yang warna putihnya tak lagi terlihat cerah, jangankan untuk membeli bendera. Untuk makan sehari-hari saja keluarga mereka masih mengandalkan hasil kebun. Belum ada kendaraan dan akses jalan menuju kota, sehingga daerah mereka masih menggunakan sistem barter untuk mendapatkan sesuatu. Seperti sore hari,Rubi pergi ke warung Mbok Jum.

Ia menukar satu butir kelapa dengan sebongkah garam. Ia pulang dan bergegas menyiapkan makan, hari akan gelap. Belum ada listrik di daerah mereka. Maka malam hari hanya rumah mereka yang memiliki uang atau punya minyak tanah yang akan terlihat ada cahaya sentir atau sebuah obor dari bambu diberi sumbu kain lalu diberikan minyak lampu.

Bima dan Abi saling pandang menatap makanan di piringnya.

"Kapan kita bisa makan nasi ya Mak?" Tanya Abi yang masih berusia 6 tahun. Ya, satu tahun sudah mereka disana. Hanya oyek singkong yang bisa Rubi sajikan untuk makan sehari-hari keluarganya. Hanya satu atau dua kepala keluarga yang memiliki beras, dan itu bukan keluarga Rubi. (Oyek adalah Bahan dasar nasi yang terbuat dari ketela pohon/ubi kayu/singkong, yang berbentuk butiran bulat sebesar biji kacang hijau dan berwarna coklat kekuning-kuningan.)

"Hust, tidak boleh bilang begitu. Katanya Abi mau jadi Tentara. Jendral Sudirman makannya juga Oyek. Iya kan Pak?" Nasihat Rubi pada putranya yang mulai protes, karena ia mendengar satu temannya yang merupakan anak Mbok Jum, setiap hari makan nasi jagung.

"Iya, makan apa saja yang penting Halal. Itu yang diajarkan Jendral Sudirman pada prajuritnya ketika akan bergerilya." Kenang Surya.

Malam hari saat anak-anak mereka tertidur, Surya membuka obrolan dengan Rubi. Tanpa cahaya, karena malam ini Bulan masih malu untuk menunjukkan sinarnya.

"Mas ikut gesek kayu saja ya Dik? Biar bisa beli beras dan beli baju lebaran Abi dan Bima nanti pas lebaran." Suara Surya pelan.

Digenggamnya erat tangan suaminya.

"Lah nanti mas makannya apa? Di dapur tidak ada apa-apa mas. Cuma ada garam." jawab Rubi.

"Insyaallah, bukankah Tuhan menjamin hambanya di dunia ini. Hewan saja bisa makan setiap hari tanpa membawa keranjang. Kenapa kita manusia justru khawatir mati kelaparan. Selama mas berusaha, kamu berdoa. Insyaallah kita bisa melewati ini." Ucap Surya pada sang istri.

"Baiklah, doaku akan selalu bersama mu Mas. Aku akan ikut berjuang disini untuk membuka lahan. Karena kemarin Kolonel bilang, seberapa lebar lahan yang kita buka. Maka itu akan menjadi milik kita. Bulan depan mulai pembagian bibit karet." Ucap Rubi yang mencoba menahan kantuknya.

"Kamu berani ke hutan sendiri?" Tanya Surya.

"Ada Bima dan Abimanyu... Maka apa yang akan membuat aku takut... Hehehe..." Tawa Rubi ia paksakan. Sebenarnya ada rasa khawatir jika suaminya pergi merantau. Tetapi, bertahan disini membuat mereka justru semakin sulit, ia melihat banyak orang yang ikut menggesek kayu ke hutan lain dan membawa nya ke kota dengan di pikul, akan membawa pulang beras, dan anekah kebutuhan.

'Demi anak-anak mu, jadilah Rubiyati yang kuat... Kamu bisa Rubi... Demi anak-anak mu...' Cicit Rubi sebelum ia tenggelam dalam mimpinya.

Terpopuler

Comments

we

we

sedih nya ... 😭

2024-03-17

1

Ragil Jati Jati Jati

Ragil Jati Jati Jati

vtgggggfffffvhhgbzgvgfvtb,ggbgbttbgTtbzrzbtgTvbvvftvfvgbhuxfsdd stvdvryhyhuhnbbhbgbybzyhydbyhyb7nsgjwhhehgqngjajagjHAnhjjhmmnnmnbhkjjhghkjidjhksixvdvdbrbdgdhregsg5h89gidh

2024-02-24

0

naynay

naynay

hadir thor

2024-01-17

1

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!