Bab 18 'Kulo Manut Gusti..."

Bumi Transmigran, 1953.

Setiap keluarga memiliki rencana indah untuk masa depan keluarga mereka. Begitupun dengan Surya dan Rubi, mereka memiliki mimpi indah yang sama. Bisa memiliki kebun karet, rumah yang tak lagi doyong dan kebutuhan anak-anak mereka terpenuhi.

Surya menetap di desa, ia tak lagi merantau karena mengetahui kondisi sang istri dalam keadaan mengandung. Hampir satu tahun ia membuka ladang ditemani oleh Bima, sulung mereka. Rubi hanya dirumah, ia menanam sayur dan juga membuat berbagai kerajinan dari bambu untuk di jual. Pembangunan terus di gencarkan oleh pemerintah. Salah satu pembangunan yang mulai dirasakan oleh para veteran di desa Kungku adalah sebuah akses jalan yang sudah terbuka, walau hanya dilapisi oleh batu-batu besar. Tetapi desa mereka mulai sedikit ramai. Beberapa mobil mulai berdatangan ke desa mereka. Kondisi ekonomi juga mulai ada perubahan. Namun belum pada Rubi dan Surya. Perjuangan mereka masih panjang karena mereka selalu menimbang dengan matang setiap keputusan yang akan diambil.

"Tapi kalau racun rumputnya di jual, nanti lambat pertumbuhan untuk bibit karet kita mas..." Rubi mengeluarkan pendapatnya. Kondisi kian sulit, harga kebutuhan sehari-hari mulai naik. Sedangkan gaji Surya masih sama.

"Ya pelan-pelan saja Ru... Kan lumayan bisa kamu belikan susu untuk Narni." Ucap Surya pada Rubi yang masih menjalani masa nifas. Mereka telah dikaruniai satu anak perempuan yang di beri nama Winarni. ASI yang tak mampu Rubi Hasilkan membuat ia terpaksa membuat air tajin dan juga menukar obat racun rumput dengan susu bayi.

Sepasang suami istri itu tenggelam dalam pikiran mereka masing-masing. Surya masih terpikirkan untuk merantau ke Jambi. Temannya yang dulu mengajaknya merantau bertanya perihal minatnya untuk kembali menjadi buruh gesek kayu. Tapi melihat kondisi Rubi saat ini membuat nya tak mungkin membiarkan istrinya kembali berjuang sendiri dengan kondisi anak masih bayi.

Sedangkan Rubi, ia mulai membayangkan jika musim paceklik kembali tiba. Ia berharap bisa kembali menyambut upah sebagai apa saja, asal bisa membantu Surya mencukupi kebutuhan ekonomi keluarga mereka.

"Bagaimana jika kamu sudah betul-betul sehat, aku akan kembali menjadi buruh. Aku akan kumpulkan uang untuk membeli alat pertukangan Ru. Sehingga aku tidak lagi merantau nanti." Surya menatap bulan yang ada diatas langit. Malam ini rembulan menunjukkan wujudnya dengan sempurna. Rubi menatap ke arah dinding rumah mereka yang masih tak berubah setelah kejadian setahun lalu. Surya tak berani mengganti dinding itu. Ia hanya menambah penyanggahnya. Karena jika ia membongkar gubuk itu. Maka kembali ia harus merogoh kocek untuk membeli paku. Dulu mereka mendapatkan jatah paku juga tali untuk membuat tempat tinggal. Sedang sekarang untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari saja ia dan istrinya kewalahan.

"Tunggulah sampai si nduk berusia 4 Bulan. Aku akan mengajaknya ke ladang." Ucap Rubi. Surya hanya diam, ia sendiri hampir menyesali keputusannya untuk ikut pindah ke Jawa.

Satu usapan pada pundaknya membuat ia menghela napas panjang.

"Hhh...."

"Dulu, ku pikir menjadi transmigran itu enak. Dapat jatah tanah, bisa punya kebun, ada bantuan dari pemerintah... Nyatanya kini kita menjalani kehidupan tak seindah rencana pemerintah. Yang kaya tambah kaya, yang miskin tambah miskin." Keputusasaan mulai terdengar dari nada bicara Surya. Rubi tahu, jika suaminya yang hanya berpangkat Pratu tanpa sanak saudara yang berkuasa tentu kehidupannya tak seindah yang lain. Karena dua bulan setelah obrolan dua suami istri itu, datang berita dari pusat.

"Rapat apa mas?" Rubi sibuk menyalakan tungkunya dengan kayu ranting dari pelepah kelapa yang jatuh saat angin kencang.

"Kabarnya ada kebijakan pembagian sama rata oleh pemerintah. Tapi.. Sebagian warga tampaknya menolak Ru." Surya sibuk mengasah mandau nya yang biasa ia bawa ke kebun. Kini ia sudah berhasil menebas hampir 5 hektar total lahan hutan yang ia buka. Satu hektar sudah ditanami Rubi karet dan beberapa buah saat Surya merantau.

"Lalu timbal baliknya?,," Tanya Rubi yang ikut khawatir. Ia merasa kalau ia dan Surya paling banyak menebas Lahan. Maka jika terjadi pembagian akan merugikan mereka yang berhasil membuka lahan lebar. Beruntung yang tak membuka lahan banyak tapi mendapatkan bagian yang bisa di pilih sesuka hati.

"Yang mau ikut program itu akan mendapatkan jatah bibit, pupuk dan racun rumput juga sertifikat tanah dari negara. Tapi jika yang tidak mau, mereka tidak mendapatkan surat dan semua tadi. Maka status tanah yang sudah di garap tadi menjadi milik pemerintah." Kedua tangan Surya berhenti mengasah mandau nya. Ia menatap Rubi, ia menanti pendapat sang istri.

"Aku ikut apa kata hati mas."

"Tapi hampir sebagian lahan itu kamu yang membukanya Ru... Kamu rela kalau kita hanya dapat dua hektar dari 5 hektar tanah yang sudah di buka?" Surya menatap Rubi, ia khawatir istrinya merasa kecewa. Ia sendiri merasakan bagaimana kaki dan tangan yang menjadi kasar karena berhari-hari dengan sekuat tenaga menebang repuh dan kayu-kayu. Belum lagi mereka harus menggempurkan tanah hanya dengan bermodal alat seadanya. Kapalan di tangan kadang bernanah karena kerasnya kulit menggenggam alat pertanian dari pacul, arit, parang atau Mandau.

"Mas, kita ini bukan siapa-siapa dan tidak punya siapa-siapa. Kalau melawan kebijakan pemerintah nanti dianggap pemberontak. Mas tahu sendiri mantan pembelot bagaimana negara menghukum mereka hingga anak keturunan mereka sulit untuk mendapatkan pekerjaan bagian negara. Biarlah kalau memang saat ini kita mengalah, toh rezeki itu tidak pernah tertukar sekalipun punya kita diambil paksa." Ucap Rubi.

Disaat Abi dan Bima tertawa karena melihat Narni sudah bisa mengembangkan pipinya dan mengeluarkan suara dan bermain air liur dan mengeluarkan suara, 'Ebrem... Brem.' Bungsu Rubi itu terlihat menggemaskan. Kedua orang tuanya justru harus menahan rasa kecewa akan setiap kebijakan yang mungkin disalah gunakan oleh beberapa oknum di desa Kungku.

Mereka pun sepakat untuk 'nerima keputusan. Saat pulang dari perkumpulan Surya dengan wajah tertunduk lesu. Ia membawa satu lembar kerta dan saru karung pupuk.

"Kita hanya mendapatkan dua hektar Ru.... Ku minta yang sudah kamu tanami itu menjadi milik kita. Tapi...." Mata Surya merah, kerongkongan nya terasa tersekat untuk menyampaikan kenyataan jika satu hektar lahan yang sudah ditanami Rubi karet dan beberapa bibit durian di bagi kepada mereka yang lebih berwenang.

"Kita kebagian lahan yang paling ujung? Yang baru saja mas buka lahannya?" Lirih suara Rubi memandangi suaminya. Surya hanya mengangguk tanpa suara, ia bahkan tak kuasa menatap wajah Rubi. Bukan mudah membuka satu hektar lahan dengan bermodalkan alat seadanya lalu ditanami bibit karet yang di pilih juga dirawat Rubi dengan ekstra. Bahkan di saat musim kemarau ia dan kedua buah hatinya sibuk menyiraminya agar tetap hidup. Namun kini setelah bibit yang ditanam terlihat tumbuh tinggi, setinggi pinggul orang dewasa, lahan itu kini di bagi kepada orang lain.

"Kini aku tahu kenapa jangan para istri yang berangkat. Harus kami lelaki yang ikut rapat tadi... Karena jika kamu yang berangkat. Maka air mata mu ini pasti jatuh di hadapan banyak orang." Ibu jari Surya menghapus air mata yang telah mengalir dari sudut mata Rubi.

"Jika nenek Hasmi betul bahwa orang ngalah dan nrima itu lebih selamat... Maka aku rela akan keputusan hari ini... Aku nrima semua keputusan ini mas... Asal kita dan anak cucu kita lebih selamet... " Sepasang suami istri itu sama-sama tersenyum dan mengangguk bersamaan walau pipi mereka hangat karena di basahi air mata.

'Kulo manut Gusti... Jika memang itu perintah dari pusat atau jenderal... Aku rela kebun itu di bagi ke orang lain... Tapi jika itu karena keserakahan manusia... Aku tidak rela Gusti.....' Hati Rubi menjerit walau bibirnya terukir senyum. Hati yang teraniaya tapi masih mencoba berharap bahwa itu memang keputusan pimpinan teratas yang berwenang bukan dari mereka yang memiliki keserakahan akan dunia yang hanya sesaat.

Terpopuler

Comments

we

we

baca part ini nyesek😭😭

2024-03-19

1

Jihan Rafif

Jihan Rafif

percayalah pada author MB Ruby... semua akan indah pada waktunya 🤲🤲🤲🤲😀

2024-02-12

0

ifha latifa

ifha latifa

koq ngenes banget aku bacanya

2024-02-08

0

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!