Bumi Transmigran, 1956
Beberapa tahun di desa Kungku, pembangunan betul-betul mulai dirasakan. Beberapa alat-alat buatan Jerman sudah berbulan-bulan di Pulau Sumatera itu khususnya Provinsi Sumatera Selatan. Dari mulai beberapa unit traktor berukuran sedang, buldoszer yang berukuran medium, excavator, truk, scrapers, roadroller, steenberekers, semua di kerah kan untuk membuat akses jalan oleh P.J.M Soekarno. Tidak hanya itu beberapa alat sebagai tenaga pembangkit listrik juga di sediakan.
Pemerintah meresmikan tempat mereka bukan lagi menjadi kawasan hutan melainkan sudah menjadi sebuah objek pemukiman. Pemimpin Indonesia itu sendiri datang langsung untuk meresmikan Kungku dengan menanam kepala kerbau tepat di sebuah persimpangan.
Disaat semua pembangunan untuk mempermudah para transmigran melangsungkan kehidupan nya bisa makmur telah dilakukan pemerintah maka tinggallah pada keuletan para transmigran itu sendiri.
Surya dan Rubi termasuk orang yang ulet dalam bekerja untuk membuat lahan yang di berikan oleh pemerintah menjadi sumber mata pencarian mereka. Surya kini masih merantau guna mencari kerja lain, Rubi bertugas merawat kebun yang belum bisa di sadap. Tetapi ia memanfaatkan lahan di rumahnya. Semua transmigran mendapatkan total tanah sebanyak 3 hektar termasuk pekarangan. Rubi menanam berbagai buah atau apa saja yang bisa menghasilkan uang.
Bangsa Indonesia bukan bangsa yang menerapkan control birth. Maka jangan heran jika Rubi pada tahun ini sudah memiliki 4 orang anak dengan tiga anak laki-laki satu anak perempuan. Bima telah berusia 11 tahun. Tubuhnya kian gagah dan tegap. Pagi ini ia akan ikut Surya ke kota, menjual beberapa hasil panen mereka. Padi darat yang di tanam Rubi selama Surya merantau kini sudah di panen. Sebelum berangkat merantau, Surya memanfaatkan waktu mobil yang akan berangkat ke kota. Surya dan Bima duduk diatas hasil panen yang akan dijual di atas mobil truk. Bima memang sengaja di ajak oleh Surya karena ia harus membeli sepatu. Kaki sulung Surya itu begitu besar. Di warung Mbok Jum tidak dijual ukuran sepatu yang pas untuk Bima. Maka ia diajak oleh Surya.
Tiba di Kota Lubuklinggau, Bima betul-betul dibuat tercengang. Ia melihat banyaknya orang-orang berjualan, apa saja ada yang menjual. Belum lagi beberapa tentara tampak mondar mandir menbawa senapan di dada mereka. Surya saat turun dari truk harus menunjukkan Kartu identitas nya. Setelah itu ia diperbolehkan pergi.
"Dengar, jangan jauh-jauh dari bapak. Kita cari mesin potong kayu dulu. Setelah itu kita beli sepatu Bima dan Abi juga baju untuk Narni dan Bambang." Surya memberikan nasihat kepada Bima. Sulung Bima itu mengangguk. Hari itu ia terlihat sedikit tampan dari biasanya. Ia mengenakan baju yang biasa ia kenakan untuk ke langgar dan rambut yang mengkilap karena di oles minya buatan Rubi yang di berikan pandan dan beberapa bunga agar beraroma wangi.
Ayah dan anak itu masuk dari toko satu ke toko lainnya. Surya mendapatkan sebuah mesin potong kayu yang cocok dengan dirinya dan tentunya pas dengan uang yang ada di sakunya. Setelah itu ia mengajak Bima menuju toko yang menjual sepatu dan juga baju anak-anak. Bima berkali-kali mencoba sepatu yang berbeda hingga akhirnya ia menerima satu sepatu yang cocok untuk kakinya. Ukurannya lebih besar dari usianya. Ia sangat senang karena bisa melihat kota.
Saat kembali ke tempat yang biasa di sebut terminal, tempat mobil-mobil dari berbagai desa berhenti. Mereka duduk seraya menanti sang sopir memanggil mereka karena ia sudah menjual semua hasil kebun orang-orang yang dititipkan di mobilnya.
"Pak... itu apa?" Tanya Bima melihat sebuah benda yang dikerubungi banyak orang. Benda itu tampak mengeluarkan suara.
"Itu Radio. Dari benda itu kita bisa mendengarkan kabar bangsa kita termasuk di Jawa." Jelas Bima.
Bima melihat beberapa orang menikmati es warna warni. Air liurnya sudah hampir jatuh. Surya melirik ke arah Bima yang dari tadi tak pernah berhenti mengamati terminal itu, di sekitar mereka.
"Bima mau itu?" Tanya Surya.
Kedua bola mata Bima berbinar-binar. Ia cepat mengangguk. Sebenarnya dari pertama tiba di terminal itu tadi, ia sudah penasaran banyak makanan yang di jajakan penjual. Namun tak ada keberanian untuk meminta kepada Surya. Dari rumah ia sudah di pesankan oleh Rubi untuk ingat jika ikut ke kota hanya untuk membeli sepatu dan baju adiknya juga perlengkapan untuk Surya menggesek kayu. Maka sekalipun hati begitu ingin membeli hal-hal yang menggiurkan, Bima tak berani mengutarakannya. Maka saat sebuah es serut dengan warna merah dan aroma khas dari es itu membuat Bima begitu menikmatinya. Ia pelan-pelan sekali menikmati es itu. Hingga habis es tersebut, ia mengembalikan wadahnya kepada tukang es. Sontak tukang es itu tertawa.
"Hahaha... Adik ini baru pertama kali ke kota ya?" Tanya abang penjual es itu.
Bima menatap abang tersebut dengan tatapan heran. Ia kembali di berikan wadah yang mirip terompet itu.
"Itu bisa di makan... Makanlah." Ucap penjual Es seraya menggelengkan kepalanya. Ia tak habis pikir, sering sekali ia melihat orang-orang yang naik turun truk itu akan mengembalikan wadah es yang harusnya bisa dimakan bahkan saat bersama esnya.
Bima menjilati wadah es tadi. Tampak sedikit meleyot wadah es tadi. Lantas ia gigit sedikit ujungnya.
"Hem... " Ucap Bima merasakan manisnya dari wadah es itu.
'Andai bisa ku bawa pulang. Aku akan bagi dua untuk Abi dan Narni.' Batin Bima, ia bertanya apakah akan basi wadah es itu jika di bawa pulang.
"Hahaha... Tidak basi dik. Tapi akan lempam. Jadi keras dan sulit mengunyahnya." Lelaki penjual es itu semakin di buat sakit perut dengan pertanyaan Bima.
Surya dari kejauhan memanggil Bima karena mobil akan segera kembali ke desa. Mereka masuk ke dalam truk yang kini sudah penuh beberapa kebutuhan yang merupakan pesanan dari mereka yang tadi menjual hasil panennya.
"Bima, besok bapak akan merantau lagi. Nanti Bima harus jaga adik-adik dan bantu Mak selama bapak merantau ya." Ucap Surya. Bima menatap sepatu Surya yang sobek. Di dalam hatinya ada rasa perih karena ia membeli sepatu baru termasuk Abi. Tetapi Surya tak membeli sepatunya, padahal esok Surya akan kembali merantau dan tentu akan berjalan kaki menuju hutan.
"Kenapa bapak tidak beli sepatu?" Tanya Bima memegang ujung sepatu Surya yang sedikit sobek sehingga ujung jarinya terlihat menyembul.
"Uangnya belum cukup. Nanti kalau bapak dapat upah menggesek kayu, Bapak akan beli sepatu. Sekarang untuk Bima dan Abi dulu." Ucap Surya.
Bima duduk memeluk kantong kresek yang berisi sepatu nya dan Abi. Jika dulu ia berhasil mendapatkan hadiah dari nenek Hasmi dan menggantinya dengan sebuah baju kurung untuk Maknya sembahyang, kini ia ingin sekali bisa membelikan sepatu untuk ayahnya.
'Kemarin katanya ada lomba hapalan. Aku ikut saja, kalau aku yang terpilih untuk berangkat di kota. Aku harus menang, biar dapat hadiah uang.' Batin Bima yang kemarin sempat tak mau di ikutkan oleh gurunya saat diminta untuk lomba ke kota. Ia tak mau karena malu, sepatunya sobek. Di sekolahnya saja ia paling kusam bajunya apalagi nanti berangkat ke kota dengan sepatu sobek dan baju kusam. Namun saat melihat Surya mengalah untuk dirinya dan Abi. Bima justru terpacu untuk ikut lomba hapalan yang akan diadakan di kota seminggu lagi.
Tiba di rumah, Abi berlari dan menyambut kehadiran Bima dengan senang. Ia membuka kantung plastik yang di berikan oleh Bima. Namun kedua mata Bima di buat berembun saat Abi menunjukkan sesuatu kepada Bima yang akan pergi ke belik.
"Mas Bima.... Kok punya kak Bima kiri semua sepatunya..." Pelan suara Abi seraya menunjukkan sepatu yang ia jejerkan dengan miliknya.
Kedua mata Bima terbelalak dan cepat ia meraih sepatu itu. Masih tak percaya ia kembali mencobanya, betul saja yang dikatakan oleh adiknya. Sepatu miliknya kiri semua. Ia duduk dan memeluk kedua lututnya. Abi berteriak dan membuat Rubi dan Surya duduk di sisi Bima.
"Mak, Pak... Sepatu mas Bima kiri semua!" Teriak Abi.
Rubi dan Surya duduk di dekat Bima dan menatap satu sepatu yang tergeletak di lantai tanah rumah mereka.
"Hiks...Hiks.. Tadi pas di coba di toko sepasang." Tangis Bima yang merasa sedih.
Rubi menoleh ke arah Surya. Ayah Bima itu sedikit menyesal karena tadi tak memeriksa dulu.
"Ya sudah besok kita titip sama Pak Lek Tomo. Biar ditukar." Hibur Surya.
Bima menoleh ke arah Surya.
"Bisa pak? Bapak tidak marah?" Tanya Bima yang sebenarnya menangis karena ia tak punya sepatu. Ia tak terpikirkan jika bisa di tukar.
"Bukan salah Bima. Bapak harusnya tadi juga mengecek dulu sebelum pulang tadi. Ini bisa buat pelajaran Bima agar besok harus lebih teliti." Surya mengusap kepala Bima. Sedangkan Abi tertawa karena melihat sepatu Bima yang tidak sepasang suami. Butuh waktu satu hari untuk ke kota, maka tak bisa langsung di tukar. Malam harinya Surya dan Rubi khawatir jika tidak bisa ditukar bagaimana.
"Mudah-mudahan bisa Ru. Nanti mas beri uang lebih untuk Lek Tomo. Dia asal ada uang semuanya bisa." Suami Rubi itu dari tadi sibuk menyetel mesin potong kayunya yang akan di bawa ke hutan yang berada di Jambi esok.
Malam harinya mereka makan nasi jagung dengan
bonggol jagung dipotong dan diiris kecil-kecil lalu ditumis dengan sedikit sekali bumbu. Bambang terlihat lahap sekali makan pisang yang di kukus Rubi,bungsu Rubi itu sudah bisa duduk. Sedangkan Narni berjalan mondar mandir karena mengejar kunang-kunang yang tampak masuk ke dalam gubuk mereka.
Kehangatan dalam keluarga Rubi terus terasa, namun semangat kadang naik juga turun. Begitupun semangat Bima saat ia sudah belajar dengan giat, saat sepatu sudah baru.
Ia duduk di ambang pintu saat pulang sekolah. Rubi melihat puteranya yang bersedih, Rubi baru pulang dari ladang karena harus memberi makan Bambang yang ia titipkan pada Masriah.
"Ada apa Bima?" Tanya Rubi seraya mengeluarkan Bambang dari dalam buaian yang terbuat dari bekas karung gandum yang bergambar tanda segitiga.
"Hiks...Hiks... Bima tidak mau mengaji lagi." Tangis Bima pecah seraya membenamkan wajahnya diantara kedua lututnya.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 23 Episodes
Comments
naynay
authorrr
2024-02-20
1
Meriana Rante
lanjut thor
2024-02-19
0
Retno Endang
kok dari kemarin gak maju maju cuma jalan di tempat, bolak balik ku buka eeehh masih sama
2024-02-18
0