Di tengah heningnya desa yang Trans, sebuah desa dimana di huni para transmigran dari pulau Jawa, dimana rata-rata mereka adalah CTM Veteran, mereka yang ikut berjuang di garis terdepan untuk sebuah kemerdekaan. Namun nyatanya mereka masih harus menaklukan hutan yang berada di Provinsi Sumatera Selatan agar cepatnya pembangunan di seluruh pelosok tanah air Indonesia, mereka mungkin bisa kuat berjuang melawan penjajah hingga para penjarah kekayaan bumi Pertiwi pergi meninggalkan bumi Pertiwi. Akan tetapi ketika mereka berjuang menaklukkan alam, mereka butuh keteguhan cerita yang tersembunyi di balik rerimbunan pepohonan dan jalan-jalan berdebu.
Seperti saat ini, Abi dan Bima sedang mengupas kulit Ubi untuk meraka buat oyek. Namun Bima justru bingung dengan Rubi yang memarut Ubi Kayu atau singkong yang sudah di cuci.
"Mak... Kok diparut?" Tanya Bima.
"Mak akan coba buat kerupuk dari ubi. Kemarin Bibi Hasmi mengajarkan cara buatnya. Nanti ktia jual biar bisa beli beras dan garam juga gula." Rubi fokus pada parut ditangannya. Sebuah alat yang seadanya. Ia membuat sendiri parut itu, dari bekas kaleng susu milik seorang saudagar yang menjual minyak tanah ketika sebulan sekali ke tempat mereka.
"Awhhh..." Tiba-tiba Rubi merasakan jika ujung jarinya terkena tajamnya parut.
"Mak....!" Teriak dua bocah yang masih mengupas ubi kayu.
"Ndak apa-apa... Memang begini kalau marut." Jawab Rubi tersenyum. Ia cepat membalut jari telunjuk nya menggunakan selembar kain kecil.
Tiba-tiba terdengar suara beduk. Rubi cepat menyuruh anak-anaknya bergegas pergi ke langgar, ya Abah Manan mengatakan jika tempat mengaji anak-anak itu di sebut langgar. Karena sekarang, Abah Manan dan Nenek Hasmi tinggal di gubuk kecil tepat di belakang Langgar itu.
"Sudah tinggal saja. Nanti biar Mak yang selesaikan." Namun Bima tak bergeming.
"Bima..." panggil Rubi.
"Bima bantu Mak saja, biar Abi yang berangkat. Kita dari pagi sudah sekolah, mak belum sembuh betul kata Nenek Hasmi." Ucap Bima seraya mengupas kulit singkong tersebut.
"Bima... Mak sudah sehat, sayang kalau kamu tidak berangkat. Nanti ketinggalan." Ucap Rubi khawatir. Ia tahu bahwa dua putranya adalah anak yang cerdas, disamping itu Rubi khawatir jika kelak masa depan dua putranya sama seperti dirinya. Bagi Rubi, ilmu adalah suatu yang dibutuhkan untuk bekal Abi dan Bima. Ia merasakan bagaimana Nenek Hasmi bisa hidup di hutan belantara disaat belum ada satu pun jalan akses ke tempat yang saat ini menjadi sebuah desa untuk transmigran.
"Lihat Bibi Hasmi, karena beliau sekolah. Beliau bisa membaca dan tulis. Beliau bahkan bisa berbicara bahasa Belanda. Dan sekarang, Abah Manan banyak di datangi para lurah karena pandai menulis. Mak dan Bapak tak punya harta juga ilmu. Maka kalian harus belajar. Cepat tinggalkan ubi-ubi itu." Titah Rubi.
Bima tak berani membantah. Ia pun bergegas menyusul Abi yang lebih dulu pergi.
"Andai mereka tahu jika aku juga haus akan ilmu... Namun waktu ku tak lagi sama... " Gumam Rubi.
Ia memang begitu senang, semenjak Bima dan Abi belajar membaca Al Qur'an. Rubi pun diam-diam belajar dan mengikuti apa yang anak-anaknya baca. Rubi bahkan sering ikut belajar menulis huruf-huruf arab itu. Dan ketika kabar jika Nenek Hasmi di saat menjelang malam akan mengadakan belajar baca Alquran. Tapi metode nya berbeda. Rubi dan beberapa ibu-ibu hanya duduk dan menirukan Nenek Hasmi membaca kitab Al Qur'an. Satu hari 5 ayat. Ia juga begitu senang saat diajarkan nenek Hasmi membuat sebuah kerupuk dari ubi yang biasa di sebut Opak.
"Mudah-mudahan Opak ini laku, aku bisa minimal beli beras, bawang dan minyak. Bima dan Abi pasti senang..." Gumam Rubi membayangkan untungnya jika ia selesai membuat Opak.
Tidak mudah menghasilkan uang bagi Rubi. Ia bahkan kesulitan membuat opak. Karena setelah Ubi di parut, ia harus memeras Ubi-ubi halus itu dan menempelkan pada daun pisang lalu di kukus. Malam hari Bima dan Abi bahkan sibuk menemani Rubi. Mereka akan membantu Rubi dengan bersama-sama memutar sebuah kayu diatas plastik agar ubi-ubi yang halus tadi menjadi tipis seperti selembar kertas.
Abi dari tadi melirik Bima, kakaknya yang gendut itu dari tadi sibuk memakan opak yang sudah di kukus itu saat sudah dingin.
"Kak Bima... Nanti ini tidak jadi kerupuk kalau dimakan terus..." Gerutu Abi yang melihat hanya sedikit hasil yang ada di tampah.
"Habis enak... Lebih enak ini dari oyek..." Ucap Bima.
Dari temaram lampu ublik yang dipinjam Rubi dari Nenek Hasmi, Rubi tersenyum dan mengangguk saat tatapan Abi bertemu dengan tatapannya.
"Hem.... Iya Mak... Lebih enak ini... Lebih gurih..." Ucap Abi.
"Makanlah, nanti kalau sudah puas kalian akan bosan sendiri. Besok Bima bantu Mak. Kita gempurkan lagi tanahnya dan kita tanam bibit baru. Agar ketika yang satu baris kita panen, yang lain sudah tumbuh." Pinta Rubi.
"Ya Mak. Siap. Bima boleh sarapan ini saja besok Ma?" Tanya Bima. Rubi mengangguk.
Akhirnya selama 7 hari Rubi memarut dan membuat Ubi Kayu menjadi kerupuk. Ia bahkan di tertawakan beberapa orang saat melihat Rubi, Bima, Abi sibuk mengusir ayam yang sibuk memakan Opak yang masih basah saat di jemur.
"Rubi... Rubi... Mana ada orang yang mau beli itu...." Ucap para tetangga yang tak suka melihat orang lain mencoba hal-hal baru.
Bima menatap tajam orang-orang yang sering memandang rendah mereka.
"Mak... Sudah hampir sebulan Bapak merantau kenapa belum kirim uang ya... Teman-teman Abi dan Bima sudah dapat kiriman semua mak." Abi menatap dari kejauhan ada seorang anak yang dari tadi mondar mandir menggunakan baju baru dan sepatu baru. Ia mengatakan jika ayahnya mengirimkan uang lewat seorang pekerja yang pulang ke desa.
"Mungkin Bapak kumpulkan dulu uangnya biar sekalian pulang." Rubi mencoba memberikan harapan pada anak-anaknya yang memang sering di bilang 'letek'. Karena saat sekolah memang Abi dan Bima yang rambutnya tak menggunakan minyak, tak menggunakan sepatu. Karena satu Minggu ini anak-anak yang ayahnya bekerja sudah mendapatkan kiriman. Rubi tak berpikir aneh-aneh. Ia hanya selalu percaya bahwa suaminya pasti punya cara terbaik untuk membahagiakan mereka.
Berhari-hari membuat Opak hingga proses terakhir yaitu menjemur Opak itu selesai, Rubi membawanya kepada Nenek Hasmi. Ia menitipkan pada Nenek Hasmi. Ia hanya menukarnya dengan beras dan sebongkah gula. Namun Nenek Hasmi justru meminta Rubi menunggu.
"Tunggu lah dua tiga hari ini. Pak Nto akan kemari mengambil apa yang kita buat. Ia akan memberikan uang. Sekarang kita tidak lagi menggunakan sistem barter Rubi. Jadi tunggu Pak Ento saja. Rugi kalau kamu tukar." Ucap Nenek Hasmi. Rubi pun patuh, ia percaya pada yang dikatakan nenek Hasmi. Karena Nenek Hasmi terkenal dengan kejujuran dan kedermawanannya.
Rubi pun menanti hari itu. Saat Rubi mendapatkan kabar jika Opaknya laku. Ia bergegas ke kediaman Nenek Hasmi.
"Terimakasih Bi...." Teriak Rubi senang. Ia merasa senang karena mendapatkan uang dari Ubi yang ia olah menjadi Opak.
Rubi mendapatkan Rp. 20,00 dari semua Opaknya. Ia segera bergegas ke warung mbok Jum. Ia berniat membeli beras, karena ia tahu dengan uang tersebut ia akan mendapatkan 10 kg beras. Ia pikir itu cukup untuk menanti suaminya pulang. Anak-anak akan makan nasi, ia tak perlu lelah membuat Oyek. Ia akan fokus membuat lahan.
Namun saat akan ke warung, Mbok Jum ternyata pergi membeli barang. Ia pun kembali kerumah dan berniat untuk mandi terlebih dahulu. Sambil menunggu Abi dan Bima pulang dari langgar. Saat pulang, Rubi kebingungan. Ia kehilangan uangnya yang tadi ia simpan di dompet. Dompet itu kini bahkan tergeletak di bawah lemari pakaiannya.
"Ya Allah.... Sopo seng tegel.... Ya Allah apa salah ku... Kok yo tega..." Isak tangis Rubi. Ia merasakan betapa lelah mengolah Ubi menjadi Opak. Namun kini uang hasil jerih payahnya di curi.
Rubi menyesali tindakan bodohnya.
"Andai saja tadi ku bawa ke belik...." Gumam Rubi cepat menghapus air matanya. Ia tak ingin anaknya tahu bahwa ia menangis.
"Mak... Ada Pak Dolah... Tadi katanya ke rumah, Mak ndak ada..." panggil Bima saat Rubi pura-pura menyalakan api di tungku.
"Pak Dolah?" Alis Rubi bertaut. Ia sepertinya kenal siapa lelaki pemilik nama itu.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 23 Episodes
Comments
Sadiah
Ya allah sedih amat ya jaman dulu itu, sabar ya ruby,, 🥺🥺
2024-02-13
1
naynay
ya Alloh...
2024-01-17
1
mobie mz
klo ibuku bikinya pke kaleng susu jd rata besarnya.kadang pke tutup panci😂😂
2024-01-13
2