Bima merasa sedih melihat kondisi Emaknya yang sudah beberapa hari ini muntah-muntah. Rubi bukan perempuan yang manja, sedari bangsa Indonesia belum merdeka, ia ikut serta dalam memasok beberapa amunisi dan konsumsi bagi tentara yang gerilya kala mempertahankan kemerdekaan. Kala itu ia masih gadis, maka saat kini saat ia sudah menyandang gelar seorang istri. Maka Rubi pun menjelma menjadi perempuan yang tetap kuat walau fisiknya menuntut ia untuk beristirahat.
"Mak...." Panggil Bima saat Rubi sedang berusaha menghidupkan tungku yang basah. Ia melihat kotak korek apinya tak ada sebatang lidi korek pun di dalamnya.
"Sana ke rumah Bi Masriah, minta bara." Titah Rubi yang melihat jika dari arah gubuk Masriah telah mengepul asap.
Tanpa menjawab, Bima bergegas meninggalkan tikar yang menjadi alas tidurnya dan Abi. Ia bergegas mengambil sabut kelapa, ia berjalan dengan bulu kuduk berdiri, karena Bima masih takut dengan suasana pagi yang masih cukup gelap. Tiba di kediaman Masriah ia meminta api dengan menggunakan sabut kelapa yang ia bawa dari rumah.
"Bawalah sebatang kayu ini..." Ucap Masriah.
"Bima bawa sabut kelapa Bi." Tolak Bima. Ia sudah sering diingatkan oleh Rubi jika meminta api saat korek api dirumah habis. Jangan membawa kayu bakar Masriah. Karena Masriah juga hidup susah, ia tak ke ladang. Maka Bima akan membawa sabut kelapa untuk meminta bara api atau potongan kayu yang telah hangus terbakar. Sepanjang jalan bibir Bima maju mundur untuk meniup sabut kelapa di tangannya. Saat tiba dirumah, sabut kelapa di tangannya sudah menimbulkan api, sehingga Rubi tinggal memasukkan kayu ke tungku bersama sabut kelapa itu.
Sebagai seorang anak laki-laki, Bima dewasa lebih cepat dari usianya. Mengetahui jika Emaknya dalam keadaan tidak sehat, ia melaksanakan semua yang biasanya Rubi harus perintahkan. Pagi-pagi sekali ia sudah membangunkan Abi. Ia ajak adiknya untuk mandi dan membawa beberapa dirigen dan ember untuk kebutuhan memasak di rumah. Setelah mereka berangkat sekolah, Rubi akan membuat opak dan beberapa anyaman tenggok atau tampah untuk di jual. Ia sudah mencoba ke ladang, tetapi setelah pulang dari ladang, ia akan mengeluarkan cairan putih kental, khawatir akan kondisi janinnya, ia pun memutuskan untuk tidak ke ladang sementara waktu.
Sebagai seorang anak, Bima berpikir keras untuk membantu Emaknya. Saat pulang sekolah ia melihat beberapa anak saudagar dan pedagang yang datang ke tempat mereka sedang membenarkan sebuah alat dari kayu panjang dan terlihat sebuah benda kecil di berikan senar atau tali. Para lelaki itu akan memancing di sungai di sekitar desa Kungku. Dimana disana begitu banyak ikan Tangklesai atau dikenal gurame juga beberapa ikan lainnya seperti ikan Baung.
Bima menghentikan langkahnya, sayup-sayup ia mendengar pembicaraan orang-orang itu.
"Aku berharap mendapatkan ikan hari ini. Agar nanti bisa ku bawa pulang. Istriku sedang hamil. Kata ibu ku, ikan baik untuk ibu hamil." Ucap lelaki yang menarik ulur senar pancingnya.
"Mereka sedang buat apa Mas?" Tanya Abi yang mengikuti anak mata Bima sedari tadi memandangi lelaki itu.
"Itu alat untuk menangkap ikan. Pancing namanya... Tunggu dulu, mas ada ide." Ucap Bima. Ia seret tangan Abi untuk bergegas pulang.
"Ada apa Mas?" Tanya Abi heran. Tiba dirumah Bima cepat menyuruh Abi makan.
"Sudah makan saja cepat. Nanti mas Bima kasih kamu tugas." Perintah Bima. Abi pun makan dengan lahap, ia begitu lapar. Seharian ia hanya melihat anak-anak yang membeli ubi goreng, kerupuk, opak. Bima dan Abi juga beberapa anak yang orang tuanya dulu berpangkat Pratu tidak ada yang diberikan uang saku. Sudah untung mereka bisa sekolah yang tidak perlu membayar, cukup beli perlengkapan sekolah dan pakaiannya saja.
Saat selesai makan, Bima berpamitan pada Rubi.
"Mak, Bima mau ambil air sekalian nanti Bima mau pergi mencari kayu. Kayu bakar kita tinggal sedikit kan mak?" Pamit Bima yang sudah menenteng beberapa dirigen.
"Hati-hati dan jangan bermain di sungai." Ucap Rubi. Tangan kasar Rubi masih sibuk membelah bambu-bambu yang akan ia buat menjadi tampah dan tenggok.
Tiba di warung Mbok Jum, Bima meminta Abi duduk di dekat warung Mbok Jum.
"Kamu tunggu disini. Kemarin mas Bima lihat itu yang digantung akan di buang oleh Mbok Jum. Nanti kalau sudah di buang. Kamu ambil itu ya." Ucap Bima seraya menunjuk sebuah jualan Mbok Jum yang berjejer di gantung tepat di depan jendela.
"Buat apa Mas?" Tanya Abi bingung.
"Sudah ikuti saja apa yang mas Bima bilang. Besok mas Bima kasih tahu." Ucap Bima. Abi pun duduk di dekat pohon nangka. Bima meninggalkan adiknya di dekat warung Mbok Jum. Ia mengambil air dengan dirigen dan ember yang ia bawa ke belik'.
'Memang nya buat apa sih plastik itu.' Batin Abi menatap ke arah warung Mbok Jum. Pemilik warung itu melihat Abi yang terus menatap ke arah warung nya. Ia justru merasa curiga jangan-jangan Abi akan mencuri isi warungnya. Sehingga ia tak meninggalkan warungnya sedetikpun.
Saat ada beberapa pembeli, Mbok Jum melayani pembeli tersebut. Lalu saat bungkusan terakhir dijual oleh Mbok Jum. Perempuan paling kaya di desa itu membuang plastik itu ke tempat sampah tepat di sisi warung. Abi mendekati warung Mbok Jum, ia tak langsung memunguti bekas jualan Mbok Jum. Ia izin terlebih dahulu.
"Mbok, saya boleh ambil bekas plastik itu?" Tanya Abi. Mbok Jum melirik ke arah plastik yang ia buang beberapa waktu lalu. Cepat ia ambil plastik itu. Di bolak-balik plastik itu.
'Ndak ada apa-apa di plastik ini... Aneh anaknya Rubi ini. Buat apa dia minta benda ga ada harganya ini. Tak pikir mau maling...' Batin Mbok Jum seraya menatap Abi dengan tatapan tak suka. Mbok Jum memang tak suka pada siapa saja yang suka hutang di warungnya. Termasuk Rubi dan anak-anaknya.
"Ini. Ambil. Lain kali bilang kalau mau ini. Gara-gara kamu, aku jadi nahan ke WC!" Gerutu Mbok Jum dengan bibirnya yang sudah monyong beberapa centi. Abi menunduk takut, ia paling tidak berani kalau sudah ditatap tajam seperti itu, berbeda dengan Bima. Anak Sulung Rubi itu menatap Mbok Jum dengan mata merah. Ia tak suka adiknya dibentak-bentak.
"Abi!" Panggil Bima.
Abi cepat berlari ke arah Bima dan mengambil satu ember di punggung Bima yang di lilit kain panjang. Bima menggendong dua dirigen berisi air di punggungnya.
Saat dijalan Abi kembali bertanya.
"Plastiknya ini tak simpen di dalam celana Mas. Buat apa toh mas?" tanya Abi penasaran.
Kedua mata Bima berbinar-binar dan ia tersenyum menatap Abi.
"Besok tak kasih kejutan." Ucap Bima.
Bima memang anak yang cerdas. Keesokan harinya saat akan berangkat ke sekolah Bima sibuk memasang benang ke sebuah lidi. Saat ia berhasil mengikat lidi-lidi tersebut dengan benang. Ia ambil isi Staples yang menempel pada plastik-plastik yang kemarin di pungut oleh Abi. Ia ikat di benang-benang itu. Hampir 20 batang lidi yang Bima ikat dengan isi Staples itu. Saat berangkat sekolah. Ia mengajak Abi untuk ke belakang sekolah terlebih dahulu.
"Sepatunya di lepas dulu." Ucap Bima. Abi pum hanya patuh. Ia ikut Bima turun ke pinggir siring yang merupakan aliran dari sungai.
Bima menancapkan semua lidi-lidi nya di tepi siring itu.
" Selesai, nanti pulang sekolah kita kemari lagi." Ucap Bima.
Abi menggaruk-garuk lehernya. Ia ingin bertanya tapi Bima pasti tak menjawab rasa penasarannya. Sehingga ia menanti saat pulang nanti.
Saat pulang sekolah, alangkah terkejutnya Abi melihat lidi-lidi tadi yang diangkat oleh Bima terdapat ikan kecil-kecil sebesar ibu jari ada yang sebesar kelingking. Bima begitu semangat mengambil ikan-ikan itu.
"Wah Mas Bima pintar. Mas Bima tahu darimana?" Tanya Abi mencoba melepaskan isi Staples yang terdapat ikan sebesar ibu jari dan berwarna belang-belang.
"Lihat ini? Mirip sama milik bapak-bapak kemarin kan? Sayangnya ini kecil. Kalau besar, kita bisa ke sungai." Ucap Bima antusias.
"Kan tidak boleh Emak mas ke Sungai." Jawab Abi polos.
"Kan berenang yang tidak boleh. Kita akan mancing tapi caranya begini di tancep di pinggir-pinggir saja. Wes ayo pulang, ini kita bawa pulang..Besok kita tajur lagi disini. Ini nanti biar Mak dan Abi saja yang makan. Mas Bima besok saja." Ucap Bima saat menghitung hanya ada 5 ekor ikan yang besarnya seibu jari, lainnya hanya sebesar jari kelingking. Tiba dirumah Rubi dibuat terheran-heran karena Bima sibuk membersihkan ikan kecil-kecil itu dan memanggangnya diatas tungku. Saat makan siang pun ia hanya mengambil satu ekor ikan berukuran jari kelingking anak kecil.
"Bima tidak makan?," Tanya Rubi.
"Mak saja, Bima hanya suka mencari ikannya Mak. Baunya Amis." Ucap Bima.
Abi yang masih ingin mengambil lagi ikan tersebut kembali teringat pesan kakaknya. Ia mengurungkan niatnya untuk kembali mengambil ikan yang hanya di panggang oleh Bima. Dirumah Rubi tak ada minya goreng, maka Bima hanya memanggangnya.
"Ya sudah buat makan sore nanti saja kalau begitu." Ucap Rubi.
"Mak!" Ucap Bima dan Abi bersamaan.
Rubi menatap dua buah hatinya.
"Mak juga harus makan Mak. Nanti biar adiknya sehat." Ucap Bima.
Rupi menatap kedua netra sulungnya dalam.
'Apakah ini yang Nenek Hasmi katakan jika buah jatuh tak jauh dari pohonnya?' Batin Rubi. Ia dulu juga selalu memikirkan kondisi adik atau saudaranya saat masih gadis. Kini ia melihat Bima melakukan hal yang sama, dan itu ia lakukan demi Rubi, Emaknya. Kerongkongan Rubi terasa tersekat. Ia tak bisa mengucapkan apapun. Ia makan beberapa ikan kecil-kecil itu, demi menyenangkan hati sulungnya.
"Hem... Mak juga tidak suka makan ikan... Baunya Amis..." Ucap Rubi berbohong.
"Ye, berarti cuma Abi yang suka. Abi suka ikan Mak. Walau nasi nya nasi jagung, tidak apa-apa." Jawab Abi semangat.
"Tapi adik bayi pasti suka Mak." Bima menatap Abi dengan pupil mata yang membesar dengan sempurna ke arah adiknya.
"Betul Mak... Mak harus makan ikan. Kasihan adiknya. Kemarin Abi dengar bapak-bapak yang juga memancing itu katanya ikan untuk anak bayi di dalam perut bagus." Ucap Abi. Ganti Rubi yang membesarkan kedua bola matanya dengan sempurna. Ia tertawa dan memeluk dua putranya seraya mengusap rambut mereka.
"Hehehe.... Bapak pasti bangga sekali kalau tahu anak-anak Emak begitu pintar dan hebat..." ucap Rubi sampai berair ujung matanya.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 23 Episodes
Comments
we
Abi bima anak yang cerdas semangat
2024-03-18
1
Sadiah
MasyaAllah,,haru 🥺🥺
2024-03-05
0
Jihan Rafif
Ya Allah....baca kisah ini... membuat ku banyak bersyukur lagi...dgn apa yg sdh Allah kasih ke padaku... Alhamdulillah....
2024-02-05
0