Bab 17 Ketulusan dan Pengorbanan Rubi

Bumi Transmingran, 1952

Surya dan beberapa orang yang akan pulang ke desa Kungku, tampak sopir truk berhenti di simpang empat. Ia tak bisa mengantar Surya dan rombongan mereka sampai ke desa. Belum ada akses jalan untuk ke desa Kungku. Maka Surya dan rombongan masih harus berjalan sekitar 6 jam lagi dari simpang sungai ilir musi.

Bermodalkan sebuah peta yang diberikan kolonel mereka dulu, mereka berjalan menyusuri hutan dang mngikuti jalan-jalan tanah merah yang baru di buka oleh alat berat. Ya Sumatera selatan yang luasnya 158.163.4 km2 dengan hampir 16.25 jiwa. Dari banyaknya nya asli orang sumatera selatan, hampir mayoritas dari mereka adalah pedagang bukan tenaga penghasil.

“Sepertinya pemerintah mulai membuka jalan ke daerah kita.” Ucap Santo melihat hutan yang menuju ke desa mereka kini sudah terbentuk jalan. Bahkan kayu bekas di robohkan alat berat itu tampak masih berserakan di pinggir-pinggir jalan tanah merah yang mereka lintasi.

Sumatera Selatan yang kaya akan minyak, batubara yang diangkut menggunakan kereta api. Sungai Musi juga menjadi jalan yang paling sering digunakan untuk mengangkut hasil pedalaman kota Palembang. Sumatera Selatan baru memiki jalan yang panjangnya 7.600 kilometer, jumlah yang belum terhitung jalan Marga dan jalan partikeir. Maka jika dibandingkan dengan luasnya Provinsi Sumatera Selatan tiap-tiap 50 km2 tanah di dapati hanya 50 meter saja.

Santo sedari tadi mencoba menghitung panjang jalan yang mereka lalui. Kini mereka sudah berjalan 4 kilometer dan mereka kembali melalui jalan yang hanya di buka menggunakan alat manual, tanda jika esok pengerasan jalan tidak akan sampai ke desa mereka.

“Berarti jalan kita ini nanti masuk ke jalan Negara atau jalan provinsi ya Sur?” tanya Santo yang menatap jalan-jalan yang mereka lalui, ia bisa menebak jika jalan itu hanya memiliki lebar 2 meter saja.

“Kolonel dulu pernah bilang jika Sumatera akan makmur jika akses jalan di buka karena apalah arti kita yang membuka lahan pertanian begitu besar tanpa akses jalan untuk memperlancar proses penjualan hasil kebun kita, karena itu bisa di sampaikan kolonel ketika masih di Kalimantan. Sebuah pertanian Merica. Pada tahun 1937 bangsa kita konon menjadi perhitungan di perdagangan internasional. Dan itu ditunjang karena lancarnya proses pemasok ke para tengkulak yang membawanya.” Surya memang sering mendengar cerita-cerita kolonel nya kala di Jawa dan Kalimantan, maka saat di Sumatera baru ia paham setiap petuah pimpinannya.

Merica memang penting pada tahun 1937 karena merupakan hasil monopoli Indonesia di seluruh dunia.

“Kolonel menyampaikan jika pada dulu pada tahun 1796 lenyap dari pulau Jawa karena berpindah ke Sumatera. Konon untuk sekarang terbanyak di Lampung dan perbatasan Palembang. Maka jarak desa kita dari Palembang tak terlalu jauh jika ku lihat dari peta. Maka kesuburan tanah juga hasil alam lainnya pasti banyak, hanya saja masih tersembunyi karena tidak adanya yang merintis. Tampaknya mau jalan Provinsi atau negara tak masalah, yang jadi masalah adalah bagaimana pemimpin bangsa ini memikirkan kemakmuran rakyatnya bukan hanya kepentingan politik dengan bangsa luar.” Surya menatap kertas peta di tangannya.

“Lantas kenapa di tempat kita bukan merica yang di tanam? Tapi karet?” Tanya Santo. Surya menepuk pundak Santo.

“Yakinlah San, Setiap pimpinan kita sudah memiliki tanggungjawab dan mereka sudah paham dengan lokasi kita saat ini. Kita hanya perlu bersabar, lebih sabar lagi dari memeperjuangkan kemerdekaan. Kita masih harus mempertahankan kemerdekaan ini. Sekarang kita justru harus bersabar melawan saudara sendiri, ingat kemarin uang kita di bawa kabur? Jika sebelum kemerdekaan kita teraianaya oleh orang asing, justru saat ini kita harus mempertahankan hidup karena berhadapan dengan orang jahat dan mereka satu bangsa dengan kita.” Surya mengelap keringatnya berkali. Ia juga menatap Santo, ada kekhawatiran jika Santo pulang dan melihat istrinya sudah tiada. Istrinya telah pulang ke Jawa bersama 3 anak nya.

Tinggal di tempat yang belum pernah ada yang menghuninya maka tidak akan di temui kata nyaman, dari tempat tinggal, pakaian dan semua kebutuhan hidup masih sangat susah. Alasan Pulau Jawa lebih menjanjikan untuk hidup nyaman membuat istri Santo minggat, ia lupa bahwa saat itu pulau Jawa sudah terlalu sesak oleh penduduk, maka kebijakan transimigrasi dilakukan oleh petinggi negara dengan Jendral Sudirman.

Pada tahun 1950 Saja Jawa sudah sangat padat, dimana setiap kilometer persegi harus menampung rata-rata 510 Jiwa. Bayangkan sebuah kelaparan sudah berada di depan mata di bandingkan dengan Pulau Sumatera dimana salah satunya Sumatera Selatan dengan 20 Jiwa tiap km2, Bahkan Jepang sampai mengadakan control birth atau kontrol kelahiran yang berlaku hampir di semua daerah.  Tingginya kepadatan penduduk dan minimnya kesejahteraan maka sudah tentu menimbulkan masalah sosial salah satunya kejahatan-kejahatan sosial.

Maka para veteran termasuk Surya dan rombongannya diminta menjadi perintis agar bisa mengeksplor Provinsi Sumatera Selatan dalam ruang lingkup kecilnya yaitu Desa Kungku. Setelah 14 Kilometer mereka berjalan kaki, merekat iba di sebuah Desa yang masih belum mendapatkan akses jalan. Surya merasakan rindu pada dua buah hatinya. NAmun saat berdiri di depan rumahnya, kedua netranya terasa panas, rumah yang beberapa bulan lalu ia tinggalkan dalam keadaan baik-baik saja, kini terlihat doyong. Ia melihat di sisi kiri gubuknya ada dua buah bambu besar yang menopang dinding rumah itu, sehingga rumah itu masih berdiri walau sedikit condong atau miring ke sisi timur.

“Bapak!” Teriak Abi yang baru akan pergi mandi ke belik.

Surya berlari dan memeluk buah hatinya. Ia usap rambut Abi, tampak rambut buah hatinya tak berwarna kuning seperti saat ia pergi beberapa bulan lalu. Ia juga melihat beberapa tampah di atas kayu di sisi rumah, ada semacam kerupuk di atas tampah itu. Ia tak tahu jika istrinya membuat opak untuk dijual guna mencukupi kebutuhan hidup dirinya dan dua anak mereka yang masih kuat-kuatnya makan.

“Mak, Bapak pulang!” TEriak Bima yang juga melihat Surya.

Dua anak itu pun tak jadi ke belik, mereka kembali masuk ke dalam rumah dan menanti oleh-oleh yang dijanjikan bapaknya. Surya sedikit bingung saat dua anakanya berrtanya mana baju baru untuk mereka.

“Bima, Abi. Bapak baru pulang. Biar istirahat dulu. Kalian cepat mandi.” Titah Rubi pada dua buah hatinya. Dua bocah itu pun bergegas menuju belik, Surya yang merasa gerah cepat menyusul Bima dan Abi.

“Ru, di dalam bungkusan itu ada ikan salai, maaf… aku tak membawa oleh-oleh apapun. Hanya ikan salai dan ikan asin itu yang bisa ku bawa pulang.” Ucap Surya berusaha tegar, ia hanya membawa uang Rp. 200,-. Gajinya satu bulan.

Rubi pun tersenyum dan cepat membuka bungkusan itu. Ia cepat memasak ikan salai itu dengan bumbu seadanya. Ia rebus ikan salai tersebut bersama daun singkong yang masih muda, ia berikan sedikit garan dan gula. Ketika Rubi mencicipi gulainya, senyumnya mengembang.

“Rasanya gurih, enak. Bima dan Abi pasti makan banyak.” Gumam Rubi.

Namun ketika membuka periuk nasinya, ia baru teringat jika berasnya habis. Maka saat waktu makan, Rubi mengatakan jika ia sudah makan tadi saat anak dan suaminya mandi. Bima dan Abi betul-betul makan dengan sangat lahap dan beberapa kali menambah nasi jagung. MEreka baru satu kali itu makan ikan salai, kuah gulai ikan itu sangat lezat bagi dua bucah itu walau hanya diberikan bumbu garam dan gula. Namun saat tengah malam, Surya membuka kedua matanya. Ia tak merasakan jika istrinya ada disisinya. Ia tak berani bangkit dari tempat tidurnya. Ia melihat Rubi duduk di dekat tungku.

Ya Rubi menuangkan kuah gulai atau lebih tepatnya sayur bening ikan salai tadi ke dalam periuk. Ia memakan kerak itu dengan kuahnya.

“Nenek Hasmi bilang makan ketika lapar adalah kenikmatan, maka kini aku tahu arti nya kenikmatan itu.” Gumam Rubi.

“Rubi…. Kamu berbohong pada kami, agar dua anak mu makan dengan kenyang… “ Kini surya duduk dan menatap istrinya yang menjatuhkan satu kerak nasi yang tadi hampir ia masukan ke dalam mulut.

“Mas Surya,…”

Sepasang suami istri itu saling melemparkan senyum mereka pada posisi yang hanya berjarak 2 meter.

‘Mak… Mak….Kenapa mak selalu berbohong dan mengalah….’ Sulung Rubi melihat apa yang dilakukan oleh ibunya demi dirinya dan adiknya.

Malam itu Gubuk Rubi menjadi saksi bahwa sebuah pengorbanan ibu yang tulus akan melahirkan generasi yang juga memiliki ketulusan. Bima menjadi Pribadi yang kuat, tulus dan mandiri namun penuh kasih sayang.

Terpopuler

Comments

we

we

pengorbanan seorang ibu sungguh mulia 🤗

2024-03-18

1

Sadiah

Sadiah

MasyaAllah,,, memang begitulah pengorbanan seorang ibu untuk anak dn keluarganya,, dengan pengorbanan maka timbullah rasa cinta dn kasih sayang yg sangat luar biasa,, 🥺🥺

2024-03-05

0

Akhila Davina

Akhila Davina

😭😭😭

2024-02-08

1

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!