Kali ini Fawwas sama sekali tidak bisa mengelak, dan pada akhirnya dia menyetujui keinginan kedua keluarga untuk kembali mengadakan pernikahan. Entah apa yang akan terjadi nanti, tapi paling tidak semuanya akan selesai dulu sekarang, seperti apa yang mereka inginkan.
Persiapan pernikahan yang singkat membuat acara tersebut akan berlangsung sederhana. Tapi meskipun banyak waktu, baik Fawwas maupun Aara tetap ingin semua berlangsung secara keluarga. Meskipun sebenarnya Bisma dan Gauri tidak setuju. Mungkin bagi Fawwas ini adalah pernikahan kedua, tapi untuk Aara ini pernikahan pertama.
" Aku merasa menjadi orang tua yang jahat karena memaksa Aara untuk menikah dengan pria yang tidak ia cintai," sesak Bisma. Bukan Fawwas yang ia pikirkan tapi Aara. Bisma sungguh merasa bersalah dengan Aara. Di sini Aara seperti seorang korban yang harus menanggung banyak hal. Tapi melihat senyuman gadis itu dalam balutan kebaya berwarna putih membuat hati Bisma menghangat. Tidak terasa air mata Bisma menetes. Sebegitu sayangnya Bisma terhadap Aara.
" Saya terima nikah dan kawinnya Saahara Gemma Ananta binti Rezky Ananta dengan mas kawin emas sebesar 30 gram dan uang sebesar Rp. 4.102.024 dibayar tunai!"
Suara lantang Fawwas dalam mengikrarkan ijab qabul di sambut suara sah dari sanak saudara. Ya, pernikahan sederhana ini hanya dihadiri saudara sedang sahabat terdekat. Itu pun sudah memenuhi rumah keluarga Ananta. Semua saudara dari pihak Fawwas tidak ada yang tidak datang.
Sebenarnya mereka juga sedikit terkejut dengan keputusan Fawwas untuk menikah Aara. Namun, Bisma lah yang menjelaskan bahwa ini adalah kehendak orang tua. Awalnya semua keluarga heran, tidak ada ceritanya mereka mendapatkan jodoh dengan cara dijodohkan ( kecuali satu orang), tapi saat mengetahui alasannya membuat mereka maklum.
Acara ramah tamah dan makan bersama berlangsung begitu saja. Aara sungguh cantik, saat didandani ia hampir mirip seperti almarhumah Aira. Namun keduanya tetaplah memiliki perbedaan. Sejenak, Fawwas tadi menganggap wanita yang disampingnya itu adalah Aira. Namun ia langsung menampik semua itu. Keduanya adalah pribadi yang berbeda, dan tidak bisa disamakan.
Pukul 16.00, Aara sudah mengganti pakaiannya dan bersiap menuju ke rumah Fawwas. Pernikahan mereka bukanlah seperti pernikahan pada umumnya, yang setelah menikah akan melakukan bulan madu. Pernikahan mereka hanya atas dasar keperluan dan kebutuhan bagi Neida. Aaara paham betul akan hal itu. Dia tidak mengharap banyak.
Jujur, dalam hati Aara tidak nyaman. Ia merasa sudah mengkhianati sang kakak. Dengan menikahi Fawwas, ia seperti merebut suami Aira.
" Kak, maafkan aku. Sungguh aku tidak ada niat seperti itu. Aku hanya ingin membesarkan Neida. Tidak ada sedikit pun terbesit dalam benakku bahwa aku akan menikah dengan suami kakak."
Di dalam kamarnya Aara tergugu. Sambil menggendong Neida, ia tidak sadar meneteskan air matanya.
Oweeeeeek
Tangis Neida pecah. Sepetinya bonding atau ikatan antara Aara dan Neida sudah terbentuk. Neida merasa tidak nyaman saat tahu Aara tengah bersedih.
" Maaf sayang, ibu tidak apa-apa kok. Jangan menangis ya. Apa Nei lapar? Mau minum dulu sebelum pulang ke rumah ayah?"
Aara menaikkan bajunya. Ia lupa mengganti bajunya yang memiliki kancing, alhasil Aara menaikkan bajunya hingga sebatas dada lalu mulai menyusui Neida.
" Maaf, aku tidak sengaja."
Lagi-lagi kejadian tempo hari terulang. Wajah Fawwas bersemu merah saat ia melihat sebagian dari tubuh Aara yang tidak tertutup kain. Tapi secepat mungkin Fawwas menutup pintu dan berdiri di sana. Dia tidak bisa langsung berbicara kepada Aara dan memutuskan untuk menunggu hingga Aara selesai dengan Neida.
Sedangkan Aara, dia merutuki dirinya sendiri yang lupa menutup pintu dengan rapat. Niatnya hanya ingin mengambil Neida dan segera keluar kamar. Tapi siapa sangka dia harus menyusui Neida yang terlihat kelaparan.
" Bodoh, mengapa harus seperti ini lagi sih. Lain kali aku mungkin harus segara menutup pintu setelah masuk ke kamar," gumam Aara pelan. Ia sangat malu. Dua kali dirinya kepergok dalam posisi begitu. Entahlah harus bagaimana nanti menghadapi Fawwas.
Meskipun mereka saat ini berstatus suami istri, tapi seperti yang dikatakan sebelumnya bahwa kondisi mereka berbeda. Pernikahan ini hanya akan jadi status.
🍀🍀🍀
Neida tertidur pulaa saat mereka sampai di rumah pribadi milik Fawwas. Kamar tersebut memang sudah jauh dari dipersiapkan oleh Fawwas sebuah kamar yang khusus untuk Neida.
" Aku akan tidur di sini bersama Neida," ucap Aara. Dalam kepala Aara, jika tidak tidur dikamar tersebut, mau dimana lagi ia tidur.
" Ya baiklah, oh iya Ra. Maaf aku harus mengatakan ini, tapi jika kamu sedang menyusui Neida, lebih baik menutup pintu dengan benar. Khawatir, nanti ada orang yang melihat," tukas Fawwas. Dia berbicara setenang mungkin.
Wajah Aara bersemu merah saat mendengarkan ucapan Fawwas. Sebenarnya ia sudah bertekad akan melakukan itu. Jadi Fawwas tidak perlu mengingatkannya.
" Bisa kita bicara sebentar nanti setelah kamu beristirahat?" pinta Fawwas. Dia ada beberapa hal yang harus dikatakan mengenai pernikahan mereka ini.
" Sekarang saja kak, mumpuni Neida tidur. Mari kita bicara keluar," sahut Aara cepat.
Rasanya sungguh sunyi, di rumah itu hanya ada mereka. Fawwas belum menyediakan asisten rumah tangga untuk membantu Aara merawat rumah. Tapi Fawwas akan segera mencarikannya, fokus Aara hanya pada Neida. Ia tidak perlu melakukan pekerjaan rumah apapun.
Kini mereka berdua duduk di meja makan, Fawwas menuangkan minum untuk Aara. Pria tersebut mengambil nafasnya dalam-dalam dan membuangnya secara perlahan. Suasana canggung benar-benar terasa. Sebelumnya tidak pernah seperti ini. Fawwas dan Aara yang sama-sama berprofesi sebagai dokter, akan banyak yang mereka bicarakan jika bertemu. Tapi sekarang keduanya merasa seperti orang asing yang baru saja bertemu.
" Ra, aku tahu ini berat untukmu. Kamu dan aku berada dalam situasi yang sama-sama tidak menginginkan pernikahan ini. Ra, mari jalani pernikahan ini selama 2 tahun. Aku tahu kamu begitu menyayangi Neida, kita akan selesaikan saat Neida disapih nanti. Setelah itu kamu bebas menjalani hidupmu. Kamu bebas menentukan jalan mu dan juga menikahi pria yang kmu cintai. Dan selama pernikahan kita, aku juga akan berkewajiban memberimu nafkah. Oh iya ada hal yang ingin aku tanyakan, mengapa kamu tidak ke rumah sakit?"
" Ah itu ... anu, aku memutuskan untuk berhenti sementara. Aku ingin merawat Neida. Kakak jangan khawatir, aku juga akan hanya merawat Neida. Kakak tidak perlu merasa terbebani dengan adanya aku. Pernikahan ini hanya status kan, kita tetap akan menjalani kehidupan ini masing-masing, begitu kan?"
Ucapan tegas dari Aara membuat Fawwas tenang. Tapi entah ada yang sedikit menggelitik hatinya. Fawwas tidak tahu itu apa. Namun, saat ini memang keputusan itu lah yang paling baik.
TBC
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 63 Episodes
Comments
Nanik Kusno
Semoga keduanya segera cinta satu sama lainnya...
2024-12-13
0
Heryta Herman
ada ya pernikahan sprti itu?
2024-08-28
0
Ani Ani
Jalan aja dulu
2024-07-05
2